Skip to main content

Full text of "Terjemahan Kitab Islami dlm Bhs. Indonesia"

See other formats


d 1 1 ^ 

♦♦ ♦♦ 








*>rvr 




I 4 _«. Jail 

♦ 



(OJU^w aaJ?) 



f t * O 



urr 




; 7 cicjiyuddin An -MiMani 




HTI -Press 

2007 






Perpustakaan Nasional: Katalog dalamTerbitan (KDT) 



An-Nabhani, Taqiyuddin 

Peraturan Hidup Dalam lslam/Taqiyuddin an-Nabhani; Penerjemah, Abu 
Amin, dkk; Penyunting, Tim HTI-Press. Jakarta: HizbutTahrir Indonesia, 2006. 

202 hlm.; 20,5 cm 
Judul Asli: NizhamAI-lslam 

1. Islam dan Pemikiran, II. Peraturan Hidup, III. Tim HTI-Press 

297-67 



Judul Asli: NizhamAI-lslam 
Pengarang: Taqiyuddin An-Nabhani 

Dikeluarkan oleh HizbutTahrir 
Cetakan ke-1: 1953 M/ 1372 H 
Cetakan ke-6: 2001 M/ 1 422 H 
Edisi Mu’tamadah 

Edisi Indonesia 
Penerjemah: Abu Amin, dkk 
Penyunting: Tim HTI-Press 
Penata Letak: Anwari 
Desain Sampul: Hanafi 

Penerbit: HizbutTahrir Indonesia 

Gedung Anakida Lt.7 Jl. Prof. Soepomo No.27Tebet, 
Jakarta Selatan, Telp. 021 -8353254 

Cetakan ke-1, April 2006 
Cetakan ke-2, Maret 2007 




DAFTAR ISI 



Jalan Menuju Iman ~ 7 

Qadla dan Qadar ~ 25 

Kepemimpinan Berfikir dalam Islam ~ 39 

Tatacara Mengemban Dakwah Islam — 89 

Hadlarah Islam — 99 

Peraturan Hidup Dalam Islam — 106 

Hukum Syara’ — 115 

Macam-macam Hukum Syariat Islam — 120 
As-Sunah — 122 

Meneladani Perbuatan Rasulullah SAW — 124 
Melegalisasi Hukum-hukum Syariat Islam — 127 
Undang-undang Dasar dan Undang-undang — 130 
Rancangan Undang-undang Dasar — 139 
Hukum-hukum Umum — 139 
Sistem Pemerintahan — 143 
Khilafah - 145 
Mu’awin At-Tafwidl — 152 
Mu’awin At-Tanfidz — 154 
Al-Wulat (Gubernur) — 155 

Amirul Jihad: Direktorat Peperangan-Pasukan — 158 

Keamanan Dalam Negeri — 160 

Luar Negeri — 161 

Direktorat Perindustrian — 161 

Al-Qadla (Badan Peradilan) — 162 

Jihaz Al-Idari (Aparat Administrasi) — 168 

Baitul Mal — 1 69 




Penerangan — 170 
Majelis Umat — 170 
Sistem Sosial — 174 
Sistem Ekonomi — 177 
Politik Pendidikan — 189 
Politik Luar Negeri — 192 
Akhlak Dalam Pandangan Islam — 196 




7 



JALAN MENUJU IMAN 



angkitnya manusia tergantung pada pemikirannya 
I 1 tentang hidup, alam semesta, dan manusia, serta 
hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum 
kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya. Agar manusia 
mampu bangkit harus ada perubahan mendasar dan 
menyeluruh terhadap pemikiran manusia dewasa ini, untuk 
kemudian diganti dengan pemikiran lain. Sebab, pemikiranlah 
yang membentuk dan memperkuat mafahim (persepsi) terhadap 
segala sesuatu. Disamping itu, manusia selalu mengatur tingkah 
lakunya dalam kehidupan ini sesuai dengan mafahim - nya 
terhadap kehidupan. Sebagai contoh, mafahim seseorang 
terhadap orang yang dicintainya akan membentuk perilaku yang 
berlawanan dari orang tersebut terhadap orang lain yang 
dibencinya, karena ia memiliki mafahim kebencian terhadapnya. 
Begitu juga akan berbeda terhadap orang yang sama sekali tidak 
dikenalnya, karena ia tidak memiliki mafhum apapun terhadap 
orang tersebut. Jadi, tingkah laku manusia selalu berkaitan erat 
dengan mafahim yang dimilikinya. Dengan demikian, apabila 




8 Peraturan Hidup Dalam Islam 



kita hendak mengubah tingkah laku manusia yang rendah 
menjadi luhur, maka tidak ada jalan lain kecuali harus mengubah 
mafhum- nya terlebih dahulu. Dalam hal ini, Allah SWT 
berfirman: 




JL 



* i 











j 




“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu 
kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada 

pada diri mereka ” (TQS. Ar-Ra’d [13]: 11). 



Satu-satunya jalan untuk mengubah mafahim seseorang 
adalah dengan mewujudkan suatu pemikiran tentang kehidupan 
dunia sehingga dapat terwujud mafahim yang benar tentang 
kehidupan tersebut. Namun, pemikiran seperti ini tidak akan 
melekat erat dan memberikan hasil yang berarti, kecuali apabila 
terbentuk dalam dirinya pemikiran tentang alam semesta, manusia, 
dan hidup; tentang Zat yang ada sebelum kehidupan dunia dan 
apa yang ada sesudahnya; disamping juga keterkaitan kehidupan 
dunia dengan Zat yang ada sebelumnya dan apa yang ada 
sesudahnya. Semua itu dapat dicapai dengan memberikan kepada 
manusia pemikiran menyeluruh dan sempurna tentang apa yang 
ada di balik ketiga unsur utama tadi. Sebab, pemikiran menyeluruh 
dan sempurna semacam ini merupakan landasan berpikir (al- 
ga idah al-fikriyah) yang melahirkan seluruh pemikiran cabang 
tentang kehidupan dunia. Memberikan pemikiran menyeluruh 
mengenai ketiga unsur tadi, merupakan solusi fundamental pada 
diri manusia. Apabila solusi fundamental ini teruraikan, maka 
terurailah berbagai masalah lainnya. Sebab, seluruh problematika 
kehidupan pada dasarnya merupakan cabang dari problematika 
pokok tadi. Namun demikian, pemecahan itu tidak akan 
mengantarkan kita pada kebangkitan yang benar, kecuali jika 
pemecahan itu sendiri adalah benar, yaitu sesuai dengan fitrah 




jalan Menuju Iman 



9 



manusia, memuaskan akal, dan memberikan ketenangan hati. 

Pemecahan yang benar tidak akan dapat ditempuh 
kecuali dengan al-fikru al-mustanir (pemikiran cemerlang) 
tentang alam semesta, manusia, dan hidup. Karena itu, bagi 
mereka yang menghendaki kebangkitan dan menginginkan 
kehidupannya berada pada jalan yang mulia, mau tidak mau 
lebih dahulu mereka harus memecahkan problematika pokok 
tersebut dengan benar, melalui berpikir secara cemerlang tadi. 
Pemecahan inilah yang menghasilkan akidah, dan menjadi 
landasan berpikir yang melahirkan setiap pemikiran cabang 
tentang perilaku manusia di dunia ini serta peraturan- 
peraturannya. 

Islam telah menuntaskan problematika pokok ini dan 
dipecahkan untuk manusia dengan cara yang sesuai dengan 
fitrahnya, memuaskan akal, serta memberikan ketenangan jiwa. 
Ditetapkannya pula bahwa untuk memeluk agama Islam, 
tergantung sepenuhnya kepada pengakuan terhadap 
pemecahan ini, yaitu pengakuan yang betul-betul muncul dari 
akal. Karena itu, Islam dibangun di atas satu dasar, yaitu akidah. 
Akidah menjelaskan bahwa di balik alam semesta, manusia, 
dan hidup, terdapat Pencipta ( Al-Khaliq ) yang telah meciptakan 
ketiganya, serta yang telah meciptakan segala sesuatu lainnya. 
Dialah Allah SWT. Bahwasanya Pencipta telah menciptakan 
segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul 
wujud , wajib adanya. Sebab, kalau tidak demikian, berarti Ia 
tidak mampu menjadi Khaliq. Ia bukanlah makhluk, karena sifat- 
Nya sebagai Pencipta memastikan bahwa diri-Nya bukan 
makhluk. Pasti pula bahwa Ia mutlak adanya, karena segala 
sesuatu menyandarkan wujud atau eksistensinya kepada diri- 
Nya; sementara Ia tidak bersandar kepada apapun. 

Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya 
Pencipta yang menciptakannya, dapat diterangkan sebagai 
berikut: bahwa segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal 




1 0 Peraturan Hidup Dalam Islam 



terbagi dalam tiga unsur, yaitu manusia, alam semesta, dan 
hidup. Ketiga unsur ini bersifat terbatas, lemah, serba kurang, 
dan saling membutuhkan kepada yang lain. Misalnya manusia. 
Manusia terbatas sifatnya, karena ia tumbuh dan berkembang 
sampai pada batas tertentu yang tidak dapat dilampuinya lagi. 
Ini menunjukkan bahwa manusia bersifat terbatas. Begitu pula 
halnya dengan hidup, bersifat terbatas, karena penampakannya 
bersifat individual. Apa yang kita saksikan selalu menunjukkan 
bahwa hidup ini berakhir pada satu individu saja. Jadi, hidup 
juga bersifat terbatas. Sama halnya dengan alam semesta yang 
memiliki sifat terbatas. Alam semesta merupakan himpunan dari 
benda-benda angkasa, yang setiap bendanya memiliki 
keterbatasan. Himpunan segala sesuatu yang terbatas, tentu 
terbatas pula sifatnya. Jadi, alam semesta pun bersifat terbatas. 
Walhasil, manusia, hidup, dan alam semesta, ketiganya bersifat 
terbatas. 

Apabila kita melihat kepada segala sesuatu yang bersifat 
terbatas, akan kita simpulkan bahwa semuanya tidak azali. Jika 
bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir), tentu tidak 
mempunyai keterbatasan. Dengan demikian segala yang 
terbatas pasti diciptakan oleh ° sesuatu yang lain”. ” Sesuatu 
yang lain” inilah yang disebut AI-KhaIiq. Dialah yang 
menciptakan manusia, hidup, dan alam semesta. Dalam 
menentukan keberadaan Pencipta ini akan kita dapati tiga 
kemungkinan. Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Kedua, Ia 
menciptakan diri-Nya sendiri. Ketiga, Ia bersifat azali dan wajibul 
wujud. Kemungkinan pertama bahwa Ia diciptakan oleh yang 
lain adalah kemungkinan yang bathil , tidak dapat diterima oleh 
akal. Sebab, bila benar demikian, tentu Ia bersifat terbatas. 
Begitu pula dengan kemungkinan kedua, yang menyatakan 
bahwa Ia menciptakan diri-Nya sendiri. Jika demikian berarti 
Dia sebagai makhluk dan Khaliq pada saat yang bersamaan. 
Hal yang jelas-jelas tidak dapat diterima. Karena itu, Al-Khaliq 




jalan Menuju Iman \ \ 



harus bersifat azali dan wajibul wujud. Dialah Allah SWT. 

Siapa saja yang mempunyai akal akan mampu 
membuktikan — hanya dengan adanya benda-benda yang 
dapat diinderanya — bahwa di balik benda-benda itu pasti 
terdapat Pencipta yang telah menciptakannya. Fakta 
menunjukkan bahwa semua benda itu bersifat serba kurang, 
sangat lemah, dan saling membutuhkan. Hal ini 
menggambarkan segala sesuatu yang ada hanyalah makhluk. 
Jadi untuk membuktikan adanya Al-Khaliq Yang Maha Pengatur, 
sebenarnya cukup hanya dengan mengarahkan perhatian 
manusia terhadap benda-benda yang ada di alam semesta, 
fenomena hidup, dan diri manusia sendiri. Dengan mengamati 
salah satu planet yang ada di alam semesta, atau dengan 
merenungi fenomena hidup, atau meneliti salah satu bagian 
dari diri manusia, akan kita dapati bukti nyata dan meyakinkan 
akan adanya Allah SWT. 

Karena itu, dalam Al-Quran terdapat ajakan untuk 
mengalihkan perhatian manusia terhadap benda-benda yang 
ada, seraya mengajaknya turut mengamati dan 
memfokuskan perhatian terhadap benda-benda tersebut dan 
segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, atau yang 
berhubungan dengannya, agar dapat membuktikan adanya 
Allah SWT. Dengan mengamati benda-benda tersebut, 
bagaimana satu dengan yang lain saling membutuhkan, akan 
memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti, 
akan adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur. 
Al-Quran telah membeberkan ratusan ayat berkenaan 
dengan hal ini, antara lain firman-firman Allah SWT: 





12 Peraturan Hidup Dalam Islam 



“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih 
bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) 
bagi orang yang berakal” (TQS. Ali ‘Imran [3]: 190). 







“(Dan) Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah 
diciptakan-Nya langit dan bumi serta berlain-lainannya 
bahasa dan warna kulitmu (TQS. Ar-Rum [30]: 22). 





“Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia 
diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung- 
gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia 
dihamparkan?” (TQS. Al-Ghasyiyah [88]: 17-20). 








“Hendaklah manusia memperhatikan dari apa ia diciptakan? 
Dia diciptakan dari air memancar, yang keluar dari antara 
tulang sulbi laki-laki dengan tulang dada perempuan” (TQS. 
At-Thariq [86]: 5-7). 














J 




jalan Menuju Iman 1 3 




- * 






s- ~ 













“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. Silih 
bergantinya malam dan siang. Berlayarnya bahtera di laut 
yang membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa 
yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air 
itu Ia hidupkan bumi sesudah matinya (kering). Dan Ia 
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air 
dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. 
Sesungguhnya (semua itu) terdapat tanda-tanda (Keesaan 
dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan’ (TQS. 
Al-Baqarah [2]: 164). 



Banyak lagi ayat serupa lainnya, yang mengajak manusia 
untuk memperhatikan benda-benda alam dengan seksama, dan 
melihat apa yang ada di sekelilingnya maupun yang 
berhubungan dengan keberadaan dirinya. Ajakan itu untuk 
dijadikan petunjuk akan adanya Pencipta yang Maha Pengatur, 
sehingga imannya kepada Allah SWT menjadi iman yang 
mantap, yang berakar pada akal dan bukti yang nyata. 

Memang benar, iman kepada adanya Pencipta Yang Maha 
Pengatur merupakan hal yang fitri pada setiap manusia. Hanya 
saja, iman yang fitri ini muncul dari perasaan yang berasal dari 
hati nurani belaka. Cara seperti ini bila dibiarkan begitu saja, 
tanpa dikaitkan dengan akal, sangatlah riskan akibatnya serta 
tidak dapat dipertahankan lama. Dalam kenyataannya, 




1 4 Peraturan Hidup Dalam Islam 



perasaan tersebut sering menambah-nambah apa yang diimani, 
dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Bahkan ada yang 
mengkhayalkannya dengan sifat-sifat tertentu yang dianggap 
lumrah terhadap apa yang diimaninya. Tanpa sadar, cara 
tersebut justru menjerumuskannya ke arah kekufuran dan 
kesesatan. Penyembahan berhala, khurafat (cerita bohong) dan 
ajaran kebathinan, tidak lain merupakan akibat kesalahan 
perasaan hati ini. Islam tidak membiarkan perasaan hati sebagai 
satu-satunya jalan menuju iman. Hal ini dimaksudkan agar 
seseorang tidak menambah sifat-sifat Allah SWT dengan sifat 
yang bertentangan dengan sifat-sifat ketuhanan; atau 
memberinya kesempatan untuk mengkhayalkan penjelmaan- 
Nya dalam bentuk materi; atau beranggapan bahwa untuk 
mendekatkan diri kepada-Nya dapat ditempuh melalui 
penyembahan benda-benda, sehingga menjurus ke arah 
kekufuran, syirik, khurafat, dan imajinasi keliru yang senantiasa 
ditolak oleh iman yang lurus. Karena itu, Islam menegaskan agar 
senantiasa menggunakan akal disamping adanya perasaan hati. 
Islam mewajibkan setiap umatnya untuk menggunakan akal dalam 
beriman kepada Allah SWT, serta melarang bertaqlid dalam 
masalah akidah. Untuk itulah, Islam telah menjadikan akal sebagai 
timbangan dalam beriman kepada Allah, sebagaimana yang 
firman Allah SWT: 




“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih 
bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi 
orang-orang yang berakal” (TQS. Ali ‘Imran [3]: 190). 




jalan Menuju Iman 1 5 



Dengan demikian setiap Muslim wajib menjadikan 
imannya betul-betul muncul dari proses berfikir, selalu meneliti 
dan memperhatikan serta senantiasa bertahkim (merujuk) 
kepada akalnya secara mutlak dalam beriman kepada (adanya) 
Allah SWT. Ajakan untuk memperhatikan alam semesta dengan 
seksama, dalam rangka mencari sunatullah serta untuk 
memperoleh petunjuk agar beriman terhadap Penciptanya, telah 
disebut ratusan kali oleh Al-Quran dalam berbagai surat yang 
berbeda. Semuanya ditujukan kepada potensi akal manusia 
untuk diajak berfikir dan merenung, sehingga imannya betul- 
betul muncul dari akal dan bukti yang nyata. Disamping untuk 
memperingatkannya agar tidak mengambil jalan yang telah 
ditempuh oleh nenek moyangnya, tanpa meneliti dan menguji 
kembali sejauh mana kebenarannya. Inilah iman yang diserukan 
oleh Islam. Iman semacam ini bukanlah seperti yang dikatakan 
orang sebagai imannya orang-orang lemah, melainkan iman 
yang berpijak pada pemikiran yang cemerlang dan meyakinkan, 
yang senantiasa mengamati (alam sekitarnya), berpikir dan 
berpikir. Melalui pengamatan dan perenungannya akan sampai 
kepada keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa. 

Kendati wajib atas manusia menggunakan akalnya dalam 
mencapai iman kepada Allah SWT, namun tidak mungkin ia 
menjangkau apa yang ada di luar batas kemampuan indera 
dan akalnya. Sebab akal manusia terbatas. Terbatas pula 
kekuatannya sekalipun meningkat dan bertambah sampai batas 
yang tidak dapat dilampauinya; terbatas pula jangkauannya. 
Melihat kenyataan ini, maka perlu diingat bahwa akal tidak 
mampu memahami Zat Allah dan hakekat-Nya. Sebab, Allah 
SWT berada di luar ketiga unsur pokok (alam semesta, manusia, 
dan hidup) tadi. Sedangkan akal manusia tidak mampu 
memahami apa yang ada di luar jangkauannya. Ia tidak akan 
mampu memahami Zat Allah. Tetapi bukan berarti dapat 
dikatakan “ Bagaimana mungkin orang dapat beriman kepada 




1 6 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Allah SWT, sedang akalnya sendiri tidak mampu memahami 
Zat Allah?” Tentu, kita tidak mengatakan demikian, karena pada 
hakekatnya iman itu adalah percaya terhadap wujud Allah SWT. 
Sedangkan wujud-Nya dapat diketahui melalui makhluk- 
makhluk-Nya, yaitu alam semesta, manusia, dan hidup. Tiga 
unsur ini berada dalam batas jangkauan akal manusia. Dengan 
memahami ketiga hal ini, orang dapat memahami adanya 
Pencipta, yaitu Allah SWT. Karena itu, iman terhadap adanya 
Allah dapat dicapai melalui akal, dan berada dalam jangkauan 
akal. Usaha manusia untuk memahami hakekat Zat Allah SWT 
merupakan perkara yang mustahil untuk dicapai. Sebab, Zat 
Allah berada di luar unsur alam semesta, manusia, dan hidup. 
Dengan kata lain berada di luar jangkauan kemampuan akal. 
Akal tidak mungkin memahami hakekat yang ada di luar batas 
kemampuannya, karena perannya amat terbatas. Seharusnya 
keterbatasannya itu justru menjadi faktor penguat iman, bukan 
sebaliknya malah menjadi penyebab keragu-raguan dan 
kebimbangan. 

Apabila iman kita kepada Allah SWT telah dicapai 
melalui proses berfikir, maka kesadaran kita terhadap adanya 
Allah menjadi sempurna. Begitu pula jika perasaan hati kita 
(yang timbul dari wijdan , pent.) mengisyaratkan adanya Allah, 
lalu dikaitkan dengan akal, tentu perasaan tersebut akan 
mencapai suatu tingkat yang meyakinkan. Bahkan hal itu akan 
memberikan suatu pemahaman yang sempurna serta perasaan 
yang meyakinkan terhadap sifat-sifat ketuhanan. Dengan 
sendirinya, cara tersebut akan meyakinkan kita bahwa manusia 
tidak sanggup memahami hakekat Zat Allah. Sebaliknya hal ini 
justru akan memperkuat iman kita kepada-Nya. Disamping 
keyakinan seperti ini, kita wajib berserah diri terhadap semua 
yang dikhabarkan Allah SWT tentang hal-hal yang yang tidak 
sanggup dicerna atau yang tidak dapat dicapai oleh akal. Ini 
disebabkan lemahnya akal manusia yang memiliki ukuran- 




Jalan Menuju Iman 1 7 



ukuran nisbi yang serba terbatas kemampuannya, untuk 
memahami apa yang ada di luar jangkauan akalnya. Padahal 
untuk memahami hal semacam ini, diperlukan ukuran-ukuran 
yang tidak nisbi dan tidak terbatas, yang justru tidak dimiliki 
dan tidak akan pernah dimiliki manusia. 

Adapun bukti kebutuhan manusia terhadap para Rasul, 
dapat kita lihat dari fakta bahwa manusia adalah makhluk Allah 
SWT. Dan beragama adalah sesuatu yang fitri pada diri manusia, 
karena termasuk salah satu naluri yang ada pada manusia. 
Dalam fitrahnya, manusia senantiasa mensucikan Penciptanya. 
Aktivitas inilah yang dinamakan ibadah, yang berfungsi sebagai 
tali penghubung antara manusia dengan Penciptanya. Apabila 
hubungan ini dibiarkan begitu saja tanpa aturan, tentu akan 
menimbulkan kekacauan ibadah. Bahkan dapat menyebabkan 
terjadinya penyembahan kepada selain Pencipta. Jadi, harus 
ada aturan tertentu yang mengatur hubungan ini dengan 
peraturan yang benar. Hanya saja, aturan ini tidak boleh datang 
dari manusia. Sebab, manusia tidak mampu memahami hakekat 
AI-KhaIiq sehingga dapat meletakkan aturan antara dirinya 
dengan Pencipta. Maka, aturan ini harus datang dari AI-KhaIiq. 
Karena aturan ini harus sampai ke tangan manusia, maka tidak 
boleh tidak harus ada para Rasul yang menyampaikan agama 
Allah ini kepada umat manusia. 

Bukti lain kebutuhan manusia terhadap para Rasul 
adalah bahwa pemuasan manusia terhadap tuntutan 
gharizah (naluri) serta kebutuhan-kebutuhan jasmani, adalah 
keharusan yang sangat diperlukan. Pemuasan semacam ini 
jika dibiarkan berjalan tanpa aturan akan menjurus ke arah 
pemuasan yang salah dan menyimpang, yang pada 
gilirannya akan menyebabkan kesengsaraan umat manusia. 
Dengan demikian, harus ada aturan yang mengatur setiap 
naluri dan kebutuhan jasmani ini. Hanya saja, aturan ini 
tidak boleh datang dari pihak manusia. Sebab, pemahaman 




1 8 Peraturan Hidup Dalam Islam 



manusia dalam mengatur naluri dan kebutuhan jasmani 
selalu berpeluang terjadi perbedaan, perselisihan, 
pertentangan, dan terpengaruh lingkungan tempat 
tinggalnya. Apabila manusia dibiarkan membuat aturan 
sendiri, tentu aturan tersebut akan memungkinkan terjadinya 
perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, yang justru akan 
menjerumuskannya ke dalam kesengsaraan. Maka aturan 
tersebut harus datang dari Allah SWT melalui para Rasul. 

Mengenai bukti bahwa Al-Quran itu datang dari Allah, 
dapat dilihat dari kenyataan bahwa Al-Quran adalah sebuah 
kitab berbahasa Arab yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad 
SAW. Dalam menentukan darimana asal Al-Quran, akan kita 
dapatkan tiga kemungkinan. Pertama, kitab itu adalah karangan 
orang Arab. Kedua, karangan Muhammad SAW. Ketiga, berasal 
dari Allah SWT. Tidak ada lagi kemungkinan selain dari yang 
tiga ini. Sebab, Al-Quran adalah berciri khas Arab, baik dari 
segi bahasa maupun gayanya. 

Kemungkinan pertama yang mengatakan bahwa Al- 
Quran adalah karangan orang Arab, tidak dapat diterima. 
Sebab, Al-Quran sendiri telah menantang mereka untuk 
membuat karya yang serupa. Sebagaimana tertera dalam ayat: 




“ Katakanlah : 'Maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat) 
menyamainya (TQS. Hud [11]: 13). 

Di dalam ayat lain: 




“ Katakanlah : ('Kalau benar apa yang kamu katakan), maka 
cobalah datangkan sebuah surat yang menyerupainya’ 

(TQS. Yunus [10]: 38). 




jalan Menuju Iman \ 9 



Orang-orang Arab telah berusaha keras mencobanya, 
akan tetapi tidak berhasil. Hal ini membuktikan bahwa Al-Quran 
bukan berasal dari perkataan mereka. Mereka tidak mampu 
menghasilkan karya yang serupa, kendati ada tantangan dari 
Al-Quran dan mereka telah berusaha menjawab tantangan itu. 
Kemungkinan kedua yang mengatakan bahwa Al-Quran itu 
karangan Muhammad SAW, juga tidak dapat diterima oleh akal. 
Sebab, Muhammad SAW adalah orang Arab juga. 
Bagaimanapun jeniusnya, tetap ia sebagai seorang manusia 
yang menjadi salah satu anggota dari masyarakat atau 
bangsanya. Selama seluruh bangsa Arab tidak mampu 
menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila 
Muhammad — yang juga termasuk salah seorang dari bangsa 
arab — tidak mampu menghasilkan karya yang serupa. Karena 
itu, jelas bahwa Al-Quran itu bukan karangannya. 

Terlebih lagi dengan adanya banyak hadits-hadits shahih 
yang berasal dari Nabi Muhammad SAW -yang sebagian malah 
diriwayatkan lewat cara yang tawatur- yang kebenarannya tidak 
diragukan lagi. Apabila setiap hadits ini dibandingkan dengan 
ayat manapun dalam Al-Quran, maka tidak akan dijumpai 
adanya kemiripan dari segi gaya bahasanya. Padahal Nabi 
Muhammad SAW, disamping selalu membacakan setiap ayat- 
ayat yang diterimanya, dalam waktu yang bersamaan juga 
mengeluarkan hadits. Namun, ternyata keduanya tetap berbeda 
dari segi gaya bahasanya. Bagaimanapun kerasnya usaha 
seseorang untuk menciptakan berbagai macam gaya bahasa 
dalam pembicaraannya, tetap saja akan terdapat kemiripan 
antara gaya yang satu dengan yang lain, karena merupakan 
bagian dari ciri khasnya dalam berbicara. Karena tidak ada 
kemiripan antara gaya bahasa Al-Quran dengan gaya bahasa 
hadits, berarti Al-Quran itu bukan perkataan Nabi Muhammad 
SAW. Masing-masing dari keduanya terdapat perbedaan yang 




20 Peraturan Hidup Dalam Islam 



tegas dan jelas. Itulah sebabnya tidak seorang pun dari bangsa 
Arab — orang-orang yang paling tahu gaya dan sastra bahasa 
arab — pernah menuduh bahwa Al-Quran itu perkataan 
Muhammad SAW, atau mirip dengan gaya bicaranya. 

Satu-satunya tuduhan yang mereka lontarkan adalah 
bahwa Al-Quran itu disadur Muhammad SAW dari seorang 
pemuda Nasrani yang bernama Jabr. Tuduhan ini telah ditolak 
keras oleh Allah SWT dalam firman-Nya: 




“(Dan) Sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata: 
‘Bahwasanya Al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia 
kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang 
mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya 
(adalah) bahasa ‘ajami (non-Arab), sedangkan Al-Quran itu 
dalam bahasa arab yang jelas” (TQS. An-Nahl [16]: 103). 



Apabila telah terbukti bahwa Al-Quran itu bukan karangan 
bangsa Arab, bukan pula karangan Muhammad SAW, berarti 
Al-Quran itu adalah kalamullah , yang menjadi mukjizat bagi 
orang yang membawanya. 

Dan karena Nabi Muhammad SAW adalah orang yang 
membawa Al-Quran — yang merupakan kalamullah dan syariat 
Allah, serta tidak ada yang membawa syariat-Nya melainkan 
para Nabi dan Rasul — maka berdasarkan dalil aqli dapat 
diyakini secara pasti bahwa Muhammad SAW itu adalah seorang 
Nabi dan Rasul. 

Inilah dalil aqli tentang iman kepada Allah, kerasulan 
Muhammad SAW, dan bahwa Al-Quran itu merupakan 
kalamullah. 




jalan Menuju Iman 21 



Jadi, iman kepada Allah itu dapat dicapai melalui akal, dan 
memang harus demikian. Iman kepada Allah akan menjadi dasar 
kuat bagi kita untuk beriman terhadap perkara-perkara gh aib dan 
segala hal yang dikabarkan Allah SWT Jika kita telah beriman 
kepada Allah SWT yang memiliki sifat-sifat ketuhanan, maka wajib 
pula bagi kita untuk beriman terhadap apa saja yang dikabarkan 
oleh-Nya. Baik hal itu dapat dijangkau oleh akal maupun tidak, 
karena semuanya dikabarkan oleh Allah SWT Dari sini kita wajib 
beriman kepada Hari Kebangkitan dan Pengumpulan di Padang 
Mahsyar, Surga dan Neraka, hisab dan siksa. Juga beriman 
terhadap adanya malaikat, jin, dan syaitan, serta apa saja yang 
telah diterangkan Al-Quran dan hadits yang qath’i. Iman seperti 
ini, walaupun diperoleh dengan jalan ‘mengutip’ (naql) dan 
‘mendengar’ (sama), akan tetapi pada hakekatnya merupakan 
iman yang aqli juga. Sebab, dasarnya telah dibuktikan oleh akal. 
Jadi, akidah seorang Muslim itu harus bersandar kepada akal atau 
pada sesuatu yang telah terbukti dasar kebenarannya oleh akal. 
Seorang Muslim wajib meyakini segala sesuatu yang telah terbukti 
dengan akal atau yang datang dari sumber berita yang yakin dan 
pasti ( qath’i ), yaitu apapun yang telah ditetapkan oleh Al-Quran 
dan hadits qath’i -yaitu hadits mutawatir-. Apa saja yang tidak 
terbukti oleh kedua jalan tadi, yaitu akal serta nash Al-Quran dan 
hadits mutawatir , haram baginya untuk mengimani. Akidah tidak 
boleh diambil kecuali dengan jalan yang pasti. 

Berdasarkan penjelasan ini, maka kita wajib beriman kepada 
apa yang ada sebelum kehidupan dunia, yaitu Allah SWT; dan 
kepada kehidupan setelah dunia, yaitu Hari Akhirat. Bila sudah 
diketahui bahwa penciptaan dan perintah-perintah Allah 
merupakan pokok pangkal adanya kehidupan dunia, sedangkan 
perhitungan amal perbuatan manusia atas apa yang dikerjakannya 
di dunia merupakan mata rantai dengan kehidupan setelah dunia, 
maka kehidupan dunia ini harus dihubungkan dengan apa yang 
ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya. Manusia 




22 Peraturan Hidup Dalam Islam 



harus terikat dengan hubungan tersebut. Karena itu, manusia wajib 
berjalan dalam kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah, dan 
wajib meyakini bahwa ia akan di -hisab di hari kiamat nanti atas 
seluruh perbuatan yang dilakukannya di dunia. 

Dengan demikian terbentuklah al-fikru al-mustanir tentang 
apa yang ada di balik alam semesta, hidup, dan manusia. Telah 
terbentuk pula al-fikru al-mustanir tentang apa yang ada sebelum 
kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya. Bahwasannya 
kehidupan tersebut memiliki hubungan antara apa yang ada 
sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian, terurailah 
problematika pokok secara sempurna dengan akidah Islamiyah. 

Apabila manusia berhasil memecahkan perkara ini, maka 
ia dapat beralih memikirkan kehidupan dunia serta mewujudkan 
mafalnim yang benar dan produktif tentang kehidupan ini. 
Pemecahan inilah yang menjadi dasar bagi berdirinya suatu mabda 
(ideologi) yang dijadikan sebagai jalan menuju kebangkitan. 
Pemecahan itu pula yang menjadi dasar bagi berdirinya Inadlarah 
yaitu suatu peradaban yang bertitik tolak dari mabda tadi. 
Disamping menjadi dasar yang melahirkan peraturan-peraturan 
dan dasar berdirinya Negara Islam. Dengan demikian, dasar bagi 
berdirinya Islam — baik secara fikraln (ide dasar) maupun thariqaln 
(metoda pelaksanaan bagi/i/crah) — adalah akidah Islam. 

Allah SWT berfirman: 





Jalan Menuju Iman 23 



“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada 
Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang diturunkan Allah 
kepada Rasul-Nya dan kepada Kitab yang diturunkan 
sebelumnya. Dan siapa saja yang mengingkari Allah dan 
Malaikat-Nya dan Kitab-Kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya dan 
Hari Akhir maka ia telah sesat sejauh-jauh kesesatan’ (TQS. 
An-Nisa [4]: 136). 

Apabila semua ini telah terbukti, sedangkan iman kepada- 
Nya adalah suatu keharusan, maka wajib bagi setiap Muslim 
untuk beriman kepada syariat Islam secara total. Karena seluruh 
syariat ini telah tercantum dalam Al-Quran dan dibawa oleh 
Rasulullah SAW. Apabila tidak beriman, berarti ia kafir. Karena 
itu penolakan seseorang terhadap hukum-hukum syara’ secara 
keseluruhan, atau hukum-hukum qath’i secara rinci, dapat 
menyebabkan kekafiran, baik hukum-hukum itu berkaitan 
dengan ibadat , muamalah , ‘ uqubat (sanksi), ataupun math’umat 
(yang berkaitan dengan makanan). Jadi kufur terhadap ayat: 



“Dirikanlah shalat 







sama saja kufur terhadap ayat: 




“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan 
mengharamkan riba’ (TQS. Al-Baqarah [2]: 275). 





24 Peraturan Hidup Dalam Islam 



“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, 
potonglah tangan keduanya’ (TQS. Al-Maidah [5]: 38). 



atau ayat: 




“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging 
babi, dan (daging hewan) yang disembelih atas nama selain 
Allah” (TQS. Al-Maidah [5]: 3). 



Perlu diketahui bahwa iman terhadap syariat Islam tidak 
cukup dilandaskan pada akal semata, tetapi juga harus disertai 
sikap penyerahan total dan penerimaan secara mutlak terhadap 
segala yang datang dari sisi-Nya, sebagaimana firman Allah 
SWT: 










(*-> 








s' 




“Maka demi Rabbmu, mereka itu (pada hakekatnya) tidak 
beriman sebelum mereka menjadikan kamu (Muhammad) 
sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, 
kemudian mereka tidak merasa di hati mereka suatu 
keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan 
mereka menerima (pasrah) dengan sepenuhnya” (TQS. An- 
Nisa [4]: 65). 




25 



QADLA DAN QADAR 




llah SWT berfirman dalam surat Ali ‘Imran: 




“ Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan 
izin Allah , sebagai ketetapan yang telah ditentukan 
waktunya.” (TQS. Ali 'Imran [3]: 145). 



Juga firman-Nya dalam surat Al-A’raaf: 







, ♦♦ ^ 



Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal); maka apabila 
telah datang waktunya mereka tidak dapat 
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) 
memajukannya. (TQS. Al-A’raaf [7]: 34). 




26 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Firman-Nya yang lain dalam surat Al-Hadid: 




“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak 
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab 
(Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. 
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” 

(TQS. Al-Hadid [57]: 22). 



Begitu pula firman-Nya dalam surat At-Taubah: 





“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami 
melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. 
Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang- 
orang yang beriman harus bertawakkal. ” (TQS. At-Taubah 

[9]: 51). 



Sementara firman-Nya dalam surat Saba’ : 





s 






/ 





“Tidak ada tersembunyi daripada-Nya seberat zarrahpun yang 
ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang 
lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut 




Qadla dan Qadar 27 



dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (TQS. Saba’ [34] : 

3). 



Dan firman-Nya dalam surat Al-An’aam: 




“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia 
mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, 
kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk 
disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian 
kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan 
kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan .” (TQS. Al- 
An’aam [6]: 60). 



Juga firman-Nya dalam surat An-Nisaa’: 






9- * 4* r, * " f * ' ^ 



- - „ 









' s', ^ 



* * 



TL 



jUi 4ji! ’Ji 



* " 1 \ i' '+' 

0.-L1A I ^JLJ 



C© 



“Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka 
mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka 
ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini 
(datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: 
“Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang- 




28 Peraturan Hidup Dalam Islam 



orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami 
pembicaraan sedikitpun?” (TQS. An-Nisaa’ [4]: 78). 

Ayat-ayat di atas, dan ayat sejenis lainnya, sering dipakai 
kebanyakaan orang (ahli kalam) pada saat membahas masalah 
qadla dan qadar untuk dijadikan dalil yang memberi kesan 
seolah-olah manusia ‘’dipaksa” untuk melakukan perbuatannya. 
Dan bahwa semua perbuatan itu dilakukan karena ‘’dipaksa” 
oleh adanya Iradah dan Masyiatullah. Dikesankan pula bahwa 
Allah telah menciptakan manusia sekaligus perbuatannya. 
Mereka berusaha menguatkan pendapat ini dengan firman Allah 
SWT: 



“ Padahal Allah-Iah yang menciptakan kamu dan apa yang 
kamu perbuat itu”. (TQS. Ash-Shaffaat [37]: 96). 



Disamping itu mereka mengambil dalil dari hadits-hadits, 
misalnya sabda Rasulullah SAW: 



o # o /o s / o S s 0 1 x o J o # 

3 Jr~ ^ J* 



« - 80 
jA\ 



* 0 * 



s' 



s' 



s' 










“Roh Kudus (Jibril) telah membisikkan ke dalam kalbuku: 
Tidak akan mati suatu jiwa sebelum dipenuhi rizki, ajal, dan 
apa-apa yang ditakdirkan baginya 



Masalah qadla dan qadar telah memainkan peranan 
penting dalam mazhab-mazhab Islam (firqah theologi terdahulu, 
pent.). Ahli Sunnah memiliki pendapat, yang pada intinya 
mengatakan bahwa manusia itu memiliki apa yang disebut 
dengan kasb ikhtiari di dalam perbuatan-perbuatannya (tatkala 




Qadla dan Qadar 29 



manusia hendak berbuat sesuatu, Allah menentukan/ 
menciptakan amal perbuatan tersebut, pent.). Jadi, manusia 
dihisab berdasarkan kasb ikhtiari ini. Sedangkan Mu’tazilah 
memiliki pendapat yang ringkasnya adalah bahwa manusia 
sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab 
berdasarkan perbuatannya. Sebab, ia sendirilah yang 
menciptakannya. Adapun Jabariyah memiliki pendapat 
tersendiri, yang ringkasnya bahwa Allah menciptakan hamba 
beserta perbuatannya. Ia “dipaksa” melakukan perbuatannya 
dan tidak bebas memilih. Ibaratnya seperti bulu yang 
diterbangkan angin kemana saja. 

Apabila kita meneliti masalah qadla dan qadar , akan kita 
dapati bahwa ketelitian pembahasannya menuntut kita untuk 
mengetahui terlebih dahulu dasar pembahasan masalah ini. 
Ternyata, inti masalahnya bukan menyangkut perbuatan 
manusia, dilihat dari apakah diciptaan Allah atau oleh dirinya 
sendiri. Juga tidak menyangkut Ilmu Allah, dilihat dari kenyataan 
bahwa Allah SWT mengetahui apa yang akan dilakukan oleh 
hamba-Nya, dan Ilmu Allah itu meliputi segala perbuatan 
hamba. Tidak terkait pula dengan Iradah Allah -sementara 
Iradah Allah dianggap berhubungan dengan perbuatan hamba- 
sehingga suatu perbuatan harus terjadi karena adanya Iradah 
tadi. Tidak juga berhubungan dengan status perbuatan hamba 
yang sudah tertulis dalam Lauhul Mahfudz -yang tidak boleh 
tidak ia harus melakukannya sesuai dengan apa yang tertulis di 
dalamnya-. 

Memang benar, perkara-perkara tadi bukan menjadi 
dasar pembahasan qadla dan qadar. Sebab, tidak ada 
hubungannya dilihat dari segi pahala dan siksa. Hubungan yang 
ada hanya dengan ‘penciptaan, -yaitu bahwa- Ilmu (Allah) yang 
meliputi segala sesuatu, Iradah- Nya yang berkaitan dengan 
segala kemungkinan-kemungkinan, dan hubungannya dengan 
Lauhul Mahfudz yang mencakup segala sesuatu. Seluruh 




30 Peraturan Hidup Dalam Islam 



perkara yang dihubung-hubungkan ini merupakan pembahasan 
lain, yang terpisah dari topik pahala dan siksa atas perbuatan 
manusia. Dengan kata lain, tidak berkaitan dengan pertanyaan- 
pertanyaan: 

Apakah manusia dipaksa melakukan perbuatan baik dan 
buruk, ataukah diberi kebebasan memilih?’ 

Begitu pula dengan; 

Apakah manusia diberi pilihan melakukan suatu pekerjaan 
atau meninggalkannya, atau sama sekali tidak diberi hak 
untuk memilih (ikhtiyar)?’ 

Apabila kita mengamati seluruh perbuatan manusia, akan 
kita jumpai bahwa manusia itu hidup di dalam dua area. Area 
pertama adalah ‘’area yang dikuasainya”. Area ini berada di 
bawah kekuasaan manusia dan semua perbuatan/kejadian yang 
muncul berada dalam lingkup pilihannya sendiri. Sedangkan 
area kedua adalah c ’area yang menguasainya”, yaitu area yang 
menguasai manusia. Pada area ini terjadi perbuatan/kejadian 
yang tidak ada campur tangan manusia sedikitpun, baik 
perbuatan/kejadian itu berasal dari dirinya atau yang 
menimpanya. 

Perbuatan manusia yang terjadi pada area yang kedua 
ini, tidak ada andil dan urusan sedikitpun dengan manusia atas 
kejadiannya. Kejadian-kejadian di dalam area ini dapat dibagi 
menjadi dua. Pertama, kejadian yang ditentukan oleh nizhamul 
wujud (Sunnatullah). Kedua, kejadian yang tidak ditentukan 
oleh nizhamul wujud, namun tetap berada di luar kekuasaan 
manusia, yang tidak akan mampu dihindari dan tidak terikat 
dengan nizhamul wujud. Mengenai kejadian yang ditentukan 
oleh nizhamul wujud , maka hal ini telah memaksa manusia 
untuk tunduk kepadanya. Manusia harus beijalan sesuai dengan 




Qadla dan Qadar 31 



ketentuannya. Sebab, manusia berjalan bersama alam semesta 
dan kehidupan, sesuai dengan mekanisme tertentu yang tidak 
kuasa dilanggarnya. Bahkan semua kejadian yang ada pada 
bagian ini muncul tanpa kehendaknya. Di sini manusia terpaksa 
diatur dan tidak bebas memilih. Misalnya, manusia datang dan 
meninggalkan dunia ini tanpa kemauannya. Ia tidak dapat 
terbang di udara, tidak bisa berjalan di atas air hanya dengan 
tubuhnya. Ia tidak dapat menciptakan warna biji matanya, 
bentuk kepala dan tubuhnya. Akan tetapi semua itu diciptakan 
Allah SWT, tanpa ada pengaruh atau hubungan sedikitpun dari 
hamba (makhluk) -Nya. Hanya Allah-lah yang menciptakan 
nizhamul wujud yang berfungsi sebagai pengatur alam ini. Alam 
diperintah untuk berjalan sesuai dengan peraturan yang telah 
ditentukan-Nya tanpa kuasa untuk melanggarnya. 

Akan halnya kejadian yang tidak ditentukan oleh 
nizhamul wujud namun tetap berada di luar kekuasaan manusia, 
adalah kejadian atau perbuatan yang berasal dari manusia atau 
yang menimpanya, yang sama sekali tidak memiliki kemampuan 
untuk menolak. Misalnya, seseorang terjatuh dari atas tembok 
lalu menimpa orang lain hingga mati. Atau, orang yang 
menembak burung tetapi secara tidak sengaja mengenai 
seseorang hingga mati. Atau, kecelakaan pesawat, kereta api, 
atau mobil, karena kerusakan mendadak yang tidak bisa 
dihindari, sehingga menyebabkan tewasnya para penumpang, 
dan sebagainya. Semua kejadian yang berasal dari manusia 
atau yang menimpanya ini, walaupun di luar kemampuannya 
dan tidak terikat dengan nizhamul wujud , tetapi tetap terjadi 
tanpa kehendak manusia dan berada di luar kekuasaannya. 
Karena itu, dapat digolongkan ke dalam area kedua, yakni 
daerah yang menguasai manusia. 

Segala kejadian yang terjadi pada area yang menguasai 
manusia inilah yang dinamakan qadla (keputusan Allah). Sebab 
Allah-lah yang memutuskannya. Karena itu, seorang hamba 




32 Peraturan Hidup Dalam Islam 



tidak dimintai pertanggungjawaban atas kejadian ini, betapapun 
besar manfa’at atau kerugiannya; disukai atau dibenci oleh 
manusia; meski kejadian tersebut mengandung kebaikan dan 
keburukan menurut tafsiran manusia — sekalipun hanya Allah 
yang mengetahui hakekat baik dan buruknya kejadian itu. Ini 
karena manusia tidak ikut andil dalam kejadian tersebut, serta 
tidak tahu-menahu tentang hakekat dan asal-muasal 
kejadiannya. Bahkan ia sama sekali tidak memiliki kemampuan 
untuk menolak atau mendatangkannya. Manusia hanya 
diwajibkan untuk beriman akan adanya qadla, dan bahwasanya 
qadla itu hanya berasal dari Allah SWT. 

Sedangkan qadar, uraiannya adalah sebagai berikut. 
Bahwa semua perbuatan, baik yang berada di area yang 
menguasai manusia ataupun di daerah yang dikuasai manusia, 
semuanya terjadi dari benda menimpa benda, baik benda itu 
berupa unsur alam semesta, manusia, maupun kehidupan. Allah 
SWT telah menciptakan khasiat (sifat dan ciri khas) tertentu 
pada benda-benda. Misalnya, api diciptakan dengan khasiat 
membakar. Sedangkan pada kayu terdapat khasiat terbakar. 
Pada pisau terdapat khasiat memotong, demikian seterusnya. 
Allah SWT telah menjadikan khasiat-khasiat bersifat baku sesuai 
dengan nizhamul wujud yang tidak bisa dilanggar lagi. Apabila 
suatu waktu khasiat ini melanggar nizhamul wujud, maka itu 
karena Allah SWT telah menarik khasiatnya. Tetapi hal ini adalah 
sesuatu yang berada di luar kebiasaan dan hanya terjadi bagi 
para Nabi yang menjadi mukjizat bagi mereka. Seperti halnya 
pada benda-benda yang telah diciptakan khasiat-khasiatnya, 
maka pada diri manusia telah diciptakan pula berbagai gharizah 
(naluri) serta kebutuhan jasmani. Pada naluri dan kebutuhan 
jasmani ini juga telah ditetapkan khasiat-khasiat seperti halnya 
pada benda-benda. Misalnya, pada gharizah mempertahankan 
dan melestarikan keturunan ( gharizatun nau) telah diciptakan 
khasiat dorongan seksual. Dalam kebutuhan jasmani diciptakan 




Qadla dan Qadar 33 



pula khasiat-khasiat seperti lapar, haus, dan sebagainya. Semua 
khasiat ini dijadikan Allah SWT bersifat baku sesuai dengan 
sunnatul wujud (peraturan alam yang ditetapkan Allah). 

Seluruh khasiat yang diciptakan Allah SWT, baik yang 
terdapat pada benda maupun naluri serta kebutuhan jasmani 
manusia, dinamakan qadar (ketetapan). Sebab, Allah-lah yang 
menciptakan benda, naluri, serta kebutuhan jasmani; kemudian 
menetapkan khasiat-khasiat tertentu di dalamnya. Khasiat- 
khasiat ini tidak datang dengan sendirinya dari unsur-unsur 
tersebut. Dan manusia sama sekali tidak memiliki andil atau 
pengaruh apapun. Karena itu, manusia wajib mengimani bahwa 
yang menetapkan khasiat-khasiat di dalam unsur-unsur tersebut 
hanyalah Allah SWT. 

Khasiat-khasiat ini memiliki qabiliyah (potensi) yang dapat 
digunakan manusia dalam bentuk amal kebaikan apabila sesuai 
dengan perintah Allah. Bisa juga digunakan untuk berbuat 
kejahatan apabila melanggar perintah Allah dan larangan-Nya. 
Baik itu dilakukannya dengan menggunakan khasiat-khasiat 
yang ada pada benda, atau dengan memenuhi dorongan naluri 
dan kebutuhan jasmaninya. Perbuatannya itu menjadi baik 
apabila sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya, dan 
sebaliknya menjadi jahat apabila melanggar perintah dan 
larangan-Nya. 

Dengan demikian, semua peristiwa yang terjadi pada area 
yang menguasai manusia itu datangnya dari Allah, apakah itu 
baik ataupun buruk. Begitu pula khasiat pada benda-benda, 
naluri serta kebutuhan jasmani datangnya dari Allah, baik hal 
itu akan menghasilkan kebaikan ataupun keburukan. Karena 
itu, wajib bagi seorang muslim untuk beriman kepada qadla , 
baik dan buruknya dari Allah SWT. Dengan kata lain, ia wajib 
meyakini bahwa semua kejadian yang berada di luar 
kekuasaannya datangnya dari Allah SWT. Wajib pula bagi 
seorang muslim untuk beriman kepada qadar , baik dan 




34 Peraturan Hidup Dalam Islam 



buruknya dari Allah SWT, baik khasiat-khasiat tersebut akan 
menghasilkan kebaikan ataupun keburukan. Manusia sebagai 
makhluk tidak mempunyai pengaruh apapun dalam hal ini. Ia 
tidak punya andil dalam masalah ajal, rizki, dan dirinya. Semua 
itu dari Allah SWT. Jadi, kecenderungan seksualnya yang 
terdapat pada gharizatun nau’, kecenderungan memiliki sesuatu 
yang terdapat pada naluri mempertahankan diri (gharizatul 
baqa ? ), rasa lapar dan haus yang ada pada kebutuhan 
jasmaninya, semua itu datangnya dari Allah SWT. 

Penjelasan di atas tadi adalah pembahasan yang berkaitan 
dengan kejadian-kejadian pada area yang menguasai manusia, 
dan pada khasiat-khasiat seluruh benda yang ada. Adapun area 
yang dikuasai oleh manusia, adalah area dimana manusia 
berjalan secara sukarela di atas nizham (peraturan) yang 
dipilihnya, apakah itu syariat Allah atau syariat lainnya. Dalam 
area ini, terjadi peristiwa dan perbuatan yang berasal dari 
manusia atau menimpanya karena kehendaknya sendiri. 
Misalnya ia berjalan, makan, minum, dan bepergian, kapan 
saja sesuka hatinya dan kapan saja boleh ditinggalkannya. Ia 
membakar dengan api dan memotong dengan pisau, sesuai 
dengan kehendaknya. Begitu pula ia memuaskan keinginan 
seksualnya, keinginan memiliki barang, atau keinginan 
memenuhi perutnya sesuai dengan kemauannya. Ia bisa 
melakukannya atau tidak melakukannya dengan sukarela. 
Karena itu, seluruh perbuatan manusia yang dilakukan didalam 
area ini akan ditanya dan diminta pertanggungjawaban. 

Meskipun khasiat-khasiat yang ada pada benda mati, 
naluri, serta kebutuhan jasmani yang telah ditakdirkan oleh Allah 
dan dijadikannya bersifat baku, mempunyai efek/pengaruh yang 
menghasilkan suatu perbuatan, akan tetapi bukan khasiat- 
khasiat ini yang melakukan perbuatan, melainkan manusialah 
yang melakukannya pada saat ia menggunakan khasiat-khasiat 
tersebut. Sebagai contoh, dorongan seksual yang ada pada 




Qadla dan Qadar 35 



gharizatun-nau\ memang mempunyai potensi kebaikan atau 
keburukan. Begitu pula rasa lapar yang ada pada kebutuhan 
jasmani, sama-sama mempunyai potensi kebaikan atau 
keburukan. Akan tetapi yang melakukan perbuatan baik atau 
buruk adalah manusianya itu sendiri, bukan naluri atau 
kebutuhan jasmaninya. Sebab, Allah SWT telah menciptakan 
akal bagi manusia. Dan di dalam tabiat akal diciptakan 
kemampuan memahami serta mempertimbangkan. Karena itu, 
Allah telah menunjukkan kepada manusia jalan yang baik dan 
yang buruk, sebagaimana firman-Nya: 




9 ^ 9 & ** } s' ^ s' s' ^ 

s' 

“Telah kami tunjukkan kepadanya dua jalan hidup (baik dan 
buruk )” (TQS. Al-Balad [90]: 10) 

Maka, Allah jadikan di dalam akal itu kemampuan untuk 
menimbang-nimbang, mana perbuatan yang maksiat dan mana 
perbuatan yang baik (takwa), sebagaimana firman-Nya: 

3 Li j jt 

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan 
dan ketakwaannya.” (TQS. Asy-Syams [91]: 8) 

Jadi, apabila manusia memuaskan dorongan naluri dan 
kebutuhan jasmaninya sesuai dengan perintah Allah dan 
larangan-Nya, berarti ia telah melakukan kebaikan dan berjalan 
pada jalan takwa. Namun bila manusia memenuhi dorongan 
naluri dan kebutuhan jasmaninya seraya berpaling dari perintah 
Allah dan larangan-Nya, berarti ia telah melakukan perbuatan 
buruk dan berjalan di atas jalan kemaksiatan. Dalam dua 
keadaan tadi, manusialah yang menghasilkan perbuatan. Tidak 







36 Peraturan Hidup Dalam Islam 



perduli, apakah perbuatan itu baik ataupun buruk, dan tanpa 
melihat lagi apakah perbuatan itu berasal dari dirinya atau yang 
menimpanya. Dia sendirilah yang memenuhi kebutuhannya 
sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya, sehingga ia 
termasuk telah berbuat baik. Dia sendiri pula yang memenuhi 
kebutuhannya dengan menentang perintah Allah dan larangan- 
Nya, sehingga digolongkan telah berbuat buruk. Atas dasar inilah 
manusia diminta pertanggungjawabannya terhadap seluruh 
perbuatan yang terjadi pada area yang dikuasainya. Lalu diberi 
pahala atau disiksa, tergantung perbuatannya. Sebab, ia 
melakukannya secara sukarela tanpa ada paksaan sedikitpun. 

Walaupun khasiat naluri dan kebutuhan jasmani itu 
berasal dari Allah, serta potensinya untuk melakukan perbuatan 
baik atau buruk juga berasal dari Allah, namun Allah tidak 
menciptakan khasiat-khasiat itu dalam bentuk yang dapat 
memaksa manusia untuk melakukan suatu perbuatan, baik 
perbuatan itu diridlai Allah atau dimurkai-Nya, atau berupa 
perbuatan buruk ataupun baik. Khasiat membakar yang terdapat 
pada api, misalnya, tidak diciptakan untuk memaksa manusia 
melakukan pembakaran — baik yang diridlai Allah atau dibenci- 
Nya — , melainkan dijadikan Allah agar bisa berfungsi apabila 
digunakan oleh manusia dalam bentuk yang tepat. Demikian 
juga, pada saat Allah menciptakan manusia berikut naluri dan 
kebutuhan jasmaninya, seraya diciptakan-Nya pula akal yang 
sanggup membeda-bedakan. Maka diberikan-Nya pula kepada 
manusia kebebasan memilih untuk melakukan perbuatan, atau 
meninggalkannya tanpa pernah dipaksa. Allah tidak pernah 
menciptakan khasiat-khasiat benda, naluri, atau kebutuhan 
jasmani sebagai sesuatu yang dapat memaksa manusia untuk 
melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Karena itu, 
manusia bebas melakukan suatu perbuatan ataupun 
meninggalkannya dengan menggunakan akalnya — yang 




Qadla dan Qadar 37 



memang mampu untuk membeda-bedakan dan telah dijadikan 
sebagai sandaran ( manath ) pembebanan kewajiban syariat. 

Berdasarkan hal ini, Allah menyediakan pahala bagi 
perbuatan baik manusia, karena akalnya telah memilih 
menjalani perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. 
Sedangkan untuk perbuatan buruk, telah disediakan siksa, 
karena akalnya telah memilih untuk melanggar perintah Allah 
dan larangan-Nya, yaitu saat manusia memenuhi tuntutan naluri 
serta kebutuhan jasmaninya bukan dengan cara yang telah 
diperintahkan Allah. Jadi, balasan terhadap perbuatan semacam 
ini merupakan balasan yang haq serta adil, karena manusia 
bebas memilih tanpa ada paksaan apapun. Perkara ini tidak 
ada kaitannya dengan qadla dan qadar. Yang difokuskan adalah 
tindakan si hamba sendiri dalam melakukan suatu perbuatan 
secara sukarela. Dengan demikian manusia bertanggung jawab 
penuh atas perbuatannya, sebagaimana firman Allah: 




“Setiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah 
diperbuatnya ” (TQS. Al-Mudatstsir [74]: 38) 



Adapun mengenai Ilmu Allah, sesungguhnya ilmu-Nya 
tidak memaksa manusia untuk melakukan suatu perbuatan. 
Sebab, Allah telah mengetahui sebelumnya bahwa manusia 
akan melakukan perbuatannya itu. Dilakukannya perbuatan 
tersebut bukan didorong oleh Ilmu Allah. Ilmu Allah bersifat 
azali, dan -Allah mengetahui- bahwa ia akan melakukan 
perbuatan tersebut. Mengenai adanya tulisan di dalam Lauhul 
Mahfudz , tidak lain merupakan perlambang tentang betapa 
Maha Luasnya Ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. 

Demikian pula halnya dengan Iradah Allah, tidak 
memaksa manusia untuk melakukan suatu perbuatan. Yang 




38 Peraturan Hidup Dalam Islam 



dimaksud dengan Iradah Allah adalah “tidak akan terjadi sesuatu 
apapun di malakut (alam kekuasaan) -Nya kecuali atas 
kehendak-Nya” . Dengan kata lain, tidak ada sesuatu di alam 
ciptaan-Nya ini yang kejadiannya berlawanan dengan 
kehendak-Nya. Jadi, apabila manusia melakukan suatu 
perbuatan tanpa dicegah Allah, tanpa dipaksa, dan ia dibiarkan 
melakukannya secara sukarela, maka pada hakekatnya 
perbuatan manusia tersebut berdasarkan Iradah Allah, bukan 
berlawanan dengan kehendak-Nya. Perbuatan tersebut 
dilakukan manusia secara sukarela berdasarkan pilihannya. 
Sedangkan Iradah Allah tidak memaksanya untuk berbuat 
seperti itu. 

Demikianlah penjelasan tentang qadla dan qadar. 
Pembahasan masalah ini dapat mendorong manusia untuk 
melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan, selama ia sadar 
bahwa Allah senantiasa mengawasinya serta akan meminta 
tanggung jawabnya. Manusia akan menyadari pula bahwa Allah 
SWT telah memberikan kepadanya kebebasan memilih untuk 
melakukan suatu perbuatan ataupun meninggalkannya. Apabila 
manusia tidak pandai-pandai menggunakan hak pilihnya itu, 
tentulah ia akan terperosok ke dalam jahanam , memperoleh 
siksa yang pedih. Seorang mukmin sejati yang memahami 
hakekat qadla dan qadar , hakekat nikmat akal dan nikmat hak 
pilih yang telah dikaruniakan Allah, akan kita dapati bahwa ia 
akan waspada dan takut kepada Allah SWT. Ia akan selalu 
berusaha melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi 
larangan-Nya, karena takut ditimpa azab Allah serta merindukan 
Surga-Nya. Bahkan ia menginginkan yang lebih besar dari itu, 
berupa keridlaan Allah SWT. 




39 



KEPEMIMPINAN BERFIKIR 

DALAM ISLAM 



I katan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh di tengah-tengah 
masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai merosot. 
Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup bersama dalam 
suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Saat itu, 
naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong 
mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana 
mereka hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal 
tumbuhnya ikatan nasionalisme, yang tergolong ikatan yang 
paling lemah dan rendah nilainya. Ikatan ini tampak juga dalam 
dunia binatang serta burung-burung, dan senantiasa emosional 
sifatnya. Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak 
asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. 
Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh 
tersebut dapat dilawan dan diusir dari negeri itu, sirnalah 
kekuatan ini. Karena itu, ikatan ini rendah nilainya. 

Adapun ikatan kesukuan (sukuisme) tumbuh di tengah- 
tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. 
Ikatan ini mirip dengan ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih 



40 Peraturan Hidup Dalam Islam 



luas. Munculnya ikatan kesukuan karena manusia pada 
dasarnya memiliki naluri mempertahankan diri, kemudian 
dalam dirinya mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan 
itu muncul hanya pada individu yang rendah taraf berfikirnya. 
Apabila kesadarannya meningkat dan pemikirannya 
berkembang, maka bertambah luaslah wilayah kekuasaannya, 
sehingga timbul keinginan keluarga dan familinya untuk 
berkuasa. Keinginan tersebut terus melebar sesuai dengan 
perkembangan pemikirannya, sampai suatu saat timbul 
keinginan sukunya berkuasa di negeri tersebut. Apabila mereka 
telah mendapatkan kekuasaan itu, ia pun ingin sukunya 
menguasai bangsa-bangsa yang lain. Inilah yang menjadi 
penyebab timbulnya berbagai pertentangan lokal antar individu 
dalam sebuah keluarga yang saling berebut pengaruh. Sehingga 
apabila seseorang telah berhasil menjadi pemimpin dalam 
keluarga itu — tentunya setelah lebih dahulu memenangkan 
persaingan dengan anggota keluarga yang lain — perselisihan 
pun beralih antara keluarga itu dengan keluarga-keluarga lain, 
yang masing-masing berusaha menundukkan yang lainnya 
dalam soal kepemimpinan, sampai akhirnya dimenangkan oleh 
satu keluarga tertentu atau dicapai oleh beberapa keluarga yang 
bergabung menjadi satu. Tetapi tidak lama kemudian timbul lagi 
perselisihan baru antara kelompok keluarga itu menghadapi 
kelompok keluarga yang lain, dalam soal kharisma dan 
kepemimpinan. Keadaan seperti ini menimbulkan rasa fanatisme 
golongan (ta’ashub) dalam diri anggota ikatan ini. Mereka dikuasai 
oleh hawa nafsu dalam usahanya membela anggotanya terhadap 
anggota suku yang lain. Dengan demikian, ikatan semacam ini 
tidak sesuai dengan martabat manusia. Ikatan ini senantiasa 
menimbulkan berbagai pertentangan intern, kalau tidak disibukkan 
dengan berbagai perselisihan dengan pihak luar (keluarga, suku, 
bangsa, dan lain-lain). 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 41 



Berdasarkan hal ini, ikatan nasionalisme merupakan 

ikatan yang rusak (tabi’atnya buruk) karena tiga hal: 

(1) Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu 
mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya untuk 
menuju kebangkitan dan kemajuan. 

(2) Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu 
didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan 
dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk membela 
diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat 
berpeluang untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa 
dijadikan ikatan yang langgeng antara manusia satu 
dengan yang lain. 

(3) Karena ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat 
membela diri karena datangnya ancaman. Sedangkan 
dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal, ikatan ini 
tidak muncul. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan 
pengikat antara sesama manusia. 

Demikian pula halnya dengan ikatan kesukuan termasuk 

ikatan yang rusak karena tiga hal: 

(1) Karena berlandaskan pada qabi/ah/keturunan, sehingga 
tidak bisa dijadikan pengikat antara manusia satu dengan 
yang lainnya menuju kebangkitan dan kemajuan. 

(2) Karena ikatannya bersifat emosional, selalu didasarkan 
pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri 
mempertahankan diri, yang didalamnya terdapat 
keinginan dan ambisi untuk berkuasa. 

(3) Karena ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan 
pertentangan dan perselisihan antar sesama manusia 
dalam berebut kekuasaan. Karena itu, tidak bisa menjadi 
pengikat antara sesama manusia. 




42 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi, masih terdapat ikatan 
lain yang dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk 
mengikat anggota masyarakat, yaitu “ikatan kemaslahatan” dan 
ikatan kerohanian yang tidak memiliki suatu peraturan. 

Ikatan kemaslahatan tidak lain ikatan yang temporal 
sifatnya, tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia. Hal ini 
disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan 
kemaslahatan mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya 
akan hilang begitu satu maslahat dipilih atau didahulukan dari 
maslahat yang lain. Apabila kemaslahatan itu telah ditentukan, 
berakhirlah persoalannya. Kemudian orang-orangnya pun 
membubarkan diri, karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat 
telah tercapai. Jadi, ikatan ini amat berbahaya bagi para 
pengikutnya. 

Adapun ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan, 
aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini 
tidak nampak dalam kancah kehidupan, bersifat parsial (terbatas 
pada aspek kerohanian semata) yang tidak berhubungan 
dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak layak menjadi 
pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. 
Dari sini jelas bahwa akidah yang dianut kaum Nashrani tidak 
dapat dijadikan pengikat antar bangsa-bangsa Eropa, walaupun 
semuanya menganut akidah tersebut, karena tergolong ikatan 
kerohanian yang tidak memiliki peraturan hidup sama sekali. 

Seluruh ikatan tadi tidak layak dijadikan pengikat antar 
manusia dalam kehidupannya, untuk meraih kebangkitan dan 
kemajuan. Ikatan yang benar untuk mengikat manusia dalam 
kehidupannya adalah aqidah aqliyah (akidah yang sampai 
melalui proses berpikir) yang melahirkan peraturan hidup 
menyeluruh. Inilah yang disebut sebagai ikatan ideologis 
(berdasarkan pada suatu mabda/ ideologi.) 

Mabda adalah aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. 
Yang dimaksud akidah adalah pemikiran menyeluruh tentang 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 43 



alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada 
sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya 
dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan. Sedangkan 
peraturan yang lahir dari akidah tidak lain berfungsi untuk 
memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup 
manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan 
pemecahannya, memelihara akidah serta untuk mengemban 
mabda. Penjelasan tentang cara pelaksanaan, pemeliharaan 
akidah, dan penyebaran risalah dakwah inilah yang dinamakan 
thariqah. Sedangkan yang selian itu, yaitu akidah dan berbagai 
pemecahan masalah hidup tercakup dalam fikrah . Jadi mabda 
mencakup dua bagian, yaitu fikrah dan thariqah. 

Mabda muncul di benak seseorang, baik melalui wahyu 
Allah yang diperintahkan untuk mendakwahkannya atau dari 
kejeniusan yang nampak pada diri orang itu. 

Mabda yang muncul dalam benak manusia melalui 
wahyu Allah adalah mabda yang benar. Karena bersumber dari 
AI-KhaIiq , yaitu Pencipta alam, manusia, dan hidup, yakni Allah 
SWT. Mabda ini pasti kebenarannya (qath ’i). Sedangkan mabda 
yang muncul dalam benak manusia karena kejeniusan yang 
nampak pada dirinya adalah mabda yang salah ( bathil ). Karena 
berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu 
menjangkau segala sesuatu yang nyata. Disamping itu 
pemahaman manusia terhadap proses lahirnya peraturan selalu 
menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, serta 
selalu terpengaruh lingkungan tempat ia hidup. Sehingga 
membuahkan peraturan yang saling bertentangan, yang 
mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Karena itu, mabda 
yang muncul dari benak seseorang adalah mabda yang salah, 
baik dilihat dari segi akidahnya maupun peraturan yang lahir 
dari akidah tersebut. 

Atas dasar inilah asas suatu mabda (ideologi) adalah ide 
dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan 




44 Peraturan Hidup Dalam Islam 



hidup. Sedangkan keberadaan thariqah -yang membuat mabda 
ini terwujud dan terlaksana dalam kehidupan- adalah suatu 
keharusan dan kebutuhan dasar bagi ide itu sendiri agar mabda 
itu terwujud. Ide dasar yang bersifat menyeluruh menjadi asas, 
karena ide dasar tersebut menjadi akidah bagi mabda. Akidah 
itu pula yang menjadi qaidah fikriyah (kaedah berpikir) sekaligus 
sebagai kepemimpinan berpikir ( qiyadah fikriyah). Dengan 
landasan ini dapatlah ditentukan arah pemikiran manusia dan 
pandangan hidupnya. Dengan landasan itu pula dapat dibangun 
seluruh pemikiran dan dapat dilahirkan seluruh pemecahan 
problematika kehidupan. Keberadaan thariqah merupakan 
suatu keharusan, karena peraturan yang lahir dari akidah itu 
apabila tidak memuat penjelasan-penjelasan; tentang 
bagaimana cara praktis pemecahannya, bagaimana cara 
memelihara/melindungi akidah, bagaimana cara mengemban 
dakwah untuk menyebarluaskan mabda ; maka ide dasar ini 
hanya akan menjadi bentuk filsafat yang bersifat khayalan dan 
teoritis belaka, yang tercantum dalam lembaran-lembaran buku, 
tanpa dapat mempengaruhi kehidupan. Jadi, agar dapat 
menjadi sebuah mabda , di samping harus ada akidah, maka 
harus ada pula thariqah (metoda pelaksanaannya). 

Namun demikian, adanya fikrah dan thariqah pada suatu 
akidah yang memancarkan peraturan, tidak berarti bahwa 
mabda itu pasti benar. Itu hanya sekadar menunjukkan sebuah 
mabda. Yang menjadi indikasi benar atau salahnya suatu mabda 
adalah akidah mabda itu sendiri, apakah benar atau salah. 
Sebab, kedudukan akidah adalah sebagai qaidah fikriyah , yang 
menjadi asas bagi setiap pemikiran yang muncul. Akidah jugalah 
yang menentukan pandangan hidup dan yang melahirkan setiap 
pemecahan problematika hidup serta pelaksanaannya 
( thariqah ). Jika qaidah fikriyah-nya benar, maka mabda itu 
benar. Sebaliknya, jika qaidah fikriyah-nya salah, maka mabda 
itu dengan sendirinya salah dari akarnya. 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 45 



Qaidah fikriyah ini apabila sesuai dengan fitrah manusia 
dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti termasuk kaedah 
yang benar. Sebaliknya, jika bertentangan dengan fitrah manusia 
atau tidak dibangun berlandaskan akal, maka kaedah itu bathil. 
Yang dimaksud dengan qaidah fikriyah itu sesuai dengan fitrah 
manusia, adalah pengakuannya terhadap apa yang ada dalam 
fitrah manusia, berupa kelemahan dan kebutuhan diri manusia 
pada Yang Maha Pencipta, Pengatur segalanya. Dengan kata 
lain, qaidah fikriyah itu sesuai dengan naluri beragama (gharizah 
tadayyun). Sedangkan yang dimaksud dengan qaidah fikriyah 
itu dibangun berdasarkan akal adalah bahwa kaedah ini tidak 
berlandaskan materi atau mengambil sikap jalan tengah. 

Apabila kita telusuri dunia ini, kita hanya menjumpai tiga 
mabda (ideologi). Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk 
Komunisme, dan Islam. Dua mabda pertama, masing-masing 
diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda 
yang ketiga yaitu Islam, tidak diemban oleh satu negarapun. 
Islam diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. 
Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru 
dunia. 

Kapitalisme tegak atas dasar pemisahan agama dengan 
kehidupan (sekularisme). Ide ini menjadi akidahnya (sebagai 
asas), sekaligus sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan 
ideologis), serta qaidah fikriyah (kaedah berpikir)-nya. 
Berlandaskan qaidah fikriyah ini, mereka berpendapat bahwa 
manusia berhak membuat peraturan hidupnya. Mereka 
pertahankan kebebasan manusia yang terdiri dari kebebasan 
berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. Dari 
kebebasan hak milik ini lahir sistem ekonomi kapitalis, yang 
termasuk perkara paling menonjol dalam mabda ini atau yang 
dihasilkan oleh akidah mabda ini. Karena itu, mabda tersebut 
dinamakan mabda kapitalisme. Sebuah nama yang diambil dari 
aspek yang paling menonjol dalam mabda tersebut. 




46 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Demokrasi yang dianut oleh mabda ini, berasal dari 
pandangannya bahwa manusia berhak membuat peraturan 
(undang-undang). Menurut mereka, rakyat adalah sumber 
kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan. 
Rakyat pula yang menggaji kepala negara untuk menjalankan 
undang-undang yang telah dibuatnya. Rakyat berhak mencabut 
kembali kekuasaan itu dari kepala negara, sekaligus 
menggantinya, termasuk merubah undang-undang sesuai 
dengan kehendaknya. Hal ini karena kekuasaan dalam sistem 
demokrasi adalah kontrak kerja antara rakyat dengan kepala 
negara, yang digaji untuk menjalankan pemerintahan sesuai 
dengan undang-undang yang telah dibuat oleh rakyat. 

Sekalipun demokrasi berasal dari ideologi mabda ini, akan 
tetapi kurang menonjol dibandingkan dengan sistem 
ekonominya. Buktinya sistem kapitalisme di Barat ternyata 
sangat mempengaruhi elite kekuasaan (pemerintahan) sehingga 
mereka tunduk kepada para kapitalis (pemilik modal). Bahkan 
hampir-hampir dapat dikatakan bahwa para kapitalislah yang 
menjadi penguasa sebenarnya di negara-negara yang menganut 
mabda ini. Di samping itu demokrasi bukanlah ciri khas dari 
mabda ini, sebab komunis juga menyuarakannya dan 
menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat. Jadi, 
lebih tepat bila mabda ini dinamakan mabda kapitalisme. 

Kelahiran mabda ini bermula pada saat kaisar dan raja- 
raja di Eropa dan Rusia menjadikan agama sebagai alat untuk 
memeras, menganiaya dan menghisap darah rakyat. Para 
pemuka agama waktu itu dijadikan perisai untuk mencapai 
keinginan mereka. Maka timbulah pergolakan sengit, yang 
kemudian membawa kebangkitan bagi para filosof dan 
cendekiawan. Sebagian mereka mengingkari adanya agama 
secara mutlak. Sedangkan yang lainnya mengakui adanya 
agama, tetapi menyerukan agar dipisahkan dari kehidupan 
dunia. Sampai akhirnya pendapat mayoritas dari kalangan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 47 



filosof dan cendekiawan itu cenderung memilih ide yang 
memisahkan agama dari kehidupan, yang kemudian 
menghasilkan usaha pemisahan antara agama dengan negara. 
Disepakati pula pendapat untuk tidak mempermasalahkan 
agama, dilihat dari segi apakah diakui atau ditolak. Sebab, fokus 
masalahnya adalah agama itu harus dipisahkan dari kehidupan. 
Ide ini dianggap sebagai kompromi (jalan tengah) antara 
pemuka agama yang menghendaki segala sesuatunya harus 
tunduk kepada mereka — dengan mengatasnamakan agama — 
dengan para filosof dan cendekiawan yang mengingkari adanya 
agama dan dominasi para pemuka agama. Jadi, ide sekularisme 
sama sekali tidak mengingkari adanya agama, tetapi juga tidak 
memberikan peran dalam kehidupan. Yang mereka lakukan 
adalah memisahkannya dari kehidupan. 

Berdasarkan hal ini, maka akidah yang dianut oleh Barat 
secara keseluruhan adalah sekularisme, pemisahan agama dari 
kehidupan. Akidah ini merupakan qaidah fikriyah yang menjadi 
landasan bagi setiap pemikiran. Di atas dasar inilah ditentukan 
setiap arah pemikiran manusia dan arah pandangan hidupnya. 
Berdasarkan hal ini pula, dipecahkan berbagai problematika 
hidup. Lalu ideologi ini dijadikan sebagai qiyadah fikriyah yang 
diemban dan disebarluaskan oleh dunia Barat ke seluruh dunia. 

Akidah sekular, yang memisahkan agama dari kehidupan, 
pada hakekatnya merupakan pengakuan secara tidak langsung 
akan adanya agama. Mereka mengakui adanya Pencipta alam 
semesta, manusia, dan hidup, serta mengakui adanya hari 
Kebangkitan. Sebab, semua itu adalah dasar pokok agama, 
ditinjau dari keberadaan suatu agama. Dengan pengakuan ini 
berarti terdapat ide tentang alam semesta, manusia, dan hidup, 
serta apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, 
sebab mereka tidak menolak eksistensi agama. Namun tatkala 
ditetapkan bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan, 
maka pengakuan itu akhirnya hanya sekadar formalitas belaka. 




48 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Karena, sekalipun mereka mengakui eksistensinya, tetapi pada 
dasarnya mereka menganggap bahwa kehidupan dunia ini tidak 
ada hubungannya dengan apa yang ada sebelum dan sesudah 
kehidupan dunia. Anggapan ini muncul ketika dinyatakan 
adanya pemisahan agama dari kehidupan, dan bahwasanya 
agama hanya sekadar hubungan antara individu dengan 
Penciptanya saja. Dengan demikian, didalam akidah sekular 
secara tersirat terkandung pemikiran menyeluruh tentang alam 
semesta, manusia, dan hidup. Berdasarkan uraian di atas mabda 
kapitalisme dianggap sebagai sebuah mabda, sebagaimana 
mabda-mabda yang lainnya. 

Adapun sosialisme, termasuk juga komunisme, keduanya 
memandang bahwa alam semesta, manusia, dan hidup adalah 
materi. Bahwa materi adalah asal dari segala sesuatu. Melalui 
perkembangan dan evolusi materi benda-benda lainnya menjadi 
ada. Di balik alam materi tidak ada alam lainnya. Materi bersifat 
azali (tak berawal dan tak berakhir), qadim (terdahulu) dan tidak 
seorang pun yang mengadakannya. Dengan kata lain bersifat 
wajibul wujud (wajib adanya). Penganut ideologi ini mengingkari 
penciptaan alam ini oleh Zat Yang Maha Pencipta. Mereka 
mengingkari aspek kerohanian, dan beranggapan bahwa 
pengakuan adanya aspek rohani merupakan sesuatu yang 
berbahaya bagi kehidupan. Agama dianggap sebagai candu 
yang meracuni masyarakat dan menghambat pekerjaan. Bagi 
mereka tidak ada sesuatu yang berwujud kecuali hanya materi, 
bahkan menurutnya, berpikir pun merupakan cerminan/refleksi 
dari materi ke dalam otak. Materi adalah pangkal berpikir dan 
pangkal dari segala sesuatu, yang berproses dan berkembang 
dengan sendirinya lalu mewujudkan segala sesuatu. Ini berarti 
mereka mengingkari adanya Sang Pencipta dan menganggap 
materi itu bersifat azali , serta mengingkari adanya sesuatu 
sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Yang mereka akui hanya 
kehidupan dunia ini saja. 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 49 



Meskipun kedua mabda kapitalisme dan sosialisme ini 
berbeda pendapat dalam ide dasar tentang manusia, alam, dan 
hidup, akan tetapi keduanya sepakat bahwa nilai-nilai yang 
paling tinggi dan terpuji pada manusia adalah nilai-nilai yang 
ditetapkan oleh manusia itu sendiri. Dan bahwasanya 
kebahagiaan itu adalah dengan memperoleh sebesar-besarnya 
kesenangan yang bersifat jasmaniah. Menurut pandangan kedua 
mabda ini, cara itu adalah jalan untuk mencapai kebahagiaan. 
Bahkan, itulah kebahagiaan yang sebenarnya. Keduanya juga 
sependapat dalam memberikan kebebasan pribadi bagi 
manusia, bebas berbuat semaunya menurut apa yang 
diinginkannya selama ia melihat dalam perbuatannya itu 
terdapat kebahagiaan. Maka dari itu tingkah laku atau 
kebebasan pribadi merupakan sesuatu yang diagung-agungkan 
oleh kedua mabda ini. 

Pandangan keduanya berbeda tentang individu dan 
masyarakat. Kapitalisme adalah mabda individualis, yang 
berpendapat bahwa masyarakat terbentuk dari individu- 
individu. Mabda ini tidak memprioritaskan pandangannya 
terhadap masyarakat secara utuh, namun lebih mengutamakan 
pandangannya terhadap individu. Di dalam kapitalisme 
kebebasan individu harus dijamin. Dari sinilah kebebasan 
berakidah (memilih sekehendaknya agama dan kepercayaan) 
adalah sebagian dari apa yang mereka agung-agungkan, sama 
halnya dengan kebebasan ekonomi yang mereka bangga- 
banggakan. Falsafah mabda ini tidak membatasi kebebasan 
tersebut. Negara yang membatasi dengan menggunakan 
kekuatan militer dan ketegasan undang-undangnya. Namun 
demikian negara hanya berfungsi sebagai sarana, bukan tujuan. 
Jadi kedaulatan tetap berada pada individu dan bukan pada 
negara. Mabda kapitalisme mengusung ide yang dijadikan 
sebagai dasar untuk memimpin bangsa-bangsa ( qiyadah 
fikriyah ), yaitu pemisahan agama dengan kehidupan. Dengan 




50 Peraturan Hidup Dalam Islam 



ideologi ini kapitalisme menjalankan roda pemerintahan dan 
peraturan-peraturannya, mempropagandakan, serta berusaha 
terus-menerus untuk menerapkannya di setiap tempat. 

Sosialisme termasuk komunisme adalah mabda yang 
memandang masyarakat sebagai satu kesatuan yang 
menyeluruh, yang terdiri dari manusia dan interaksinya dengan 
alam. Hubungan ini bersifat mutlak dan pasti, serta mereka 
tunduk padanya dengan sendirinya secara mutlak. Kesatuan 
ini secara keseluruhan merupakan satu bagian yang tak 
terpisahkan, yang terdiri dari alam, manusia, dan interaksinya, 
yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. 
Manusia secara individu merupakan bagian dari alam. Faktor 
ini menonjol pada diri manusia. Manusia tidak akan berkembang 
tanpa berhubungan dengan aspek ini, atau tanpa tergantung 
kepada alam. Hubungannya dengan alam merupakan 
hubungan antar sesama zat. Masyarakat dianggap sebagai satu 
kesatuan yang berkembang secara serempak. Masing-masing 
berputar mengikuti yang lain sebagaimana berputarnya gigi 
dalam sebuah roda. Konsekwensinya mereka tidak mengenal 
istilah kebebasan berakidah bagi masing-masing individu dan 
kebebasan ekonomi. Akidahnya ditentukan berdasarkan 
kemauan negara, demikian juga halnya dengan ekonomi. 
Karena itu, negara termasuk salah satu hal yang diagung- 
agungkan oleh mabda ini. Bertolak dari filsafat materialisme ini 
lahirlah aturan-aturan kehidupan dan sistem ekonomi. Sistem 
ekonomi dijadikan sebagai asas yang merupakan manifestasi 
bagi semua peraturan yang ada. 

Mabda sosialisme, termasuk komunisme, mengemban ide 
yang dijadikan sebagai dasar untuk memimpin bangsa-bangsa, 
yaitu (dialektika) materialisme dan evolusi materialisme. Di atas 
asas inilah mereka menjalankan roda pemerintahan dan 
peraturan-peraturannya serta mempropagandakan ideologinya 
dan berusaha untuk menerapkannya di tempat manapun. 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 51 



Sedangkan Islam menerangkan bahwa di balik alam 
semesta, manusia, dan hidup, terdapat AI-KhaIiq yang 
menciptakan segala sesuatu, yaitu Allah SWT. Asas mabda ini 
adalah keyakinan akan adanya Allah SWT. Akidah ini yang 
menentukan aspek rohani, yaitu bahwa manusia, hidup, dan 
alam semesta, diciptakan oleh AI-KhaIiq. Dari sini nampak 
bahwa hubungan antara alam sebagai makhluk, dengan Allah 
SWT sebagai Pencipta adalah aspek rohani yang ada pada alam. 
Tampak pula hubungan antara hidup sebagai makhluk dengan 
Allah SWT sebagai Pencipta, yang menjadi aspek rohani pada 
hidup. Demikian pula halnya dengan hubungan manusia 
sebagai makhluk, dengan Allah sebagai Pencipta, merupakan 
aspek rohani yang ada pada manusia. Dengan demikian, ruh 
(spirit) adalah kesadaran manusia akan hubungan dirinya 
dengan Allah SWT. 

Iman kepada Allah SWT harus disertai dengan iman 
kepada kenabian Muhammad SAW, berikut risalahnya; juga 
bahwasanya Al-Quran itu adalah Kalamullah dan wajib beriman 
terhadap segala hal yang ada di dalam Al-Quran. Akidah Islam 
menetapkan bahwa sebelum kehidupan ini ada sesuatu yang 
wajib diimani keberadaannya, yaitu Allah SWT, dan 
menetapkan pula iman terhadap alam sesudah kehidupan 
dunia, yaitu hari Kiamat. Bahwa manusia di dalam kehidupan 
dunia ini terikat dengan perintah-perintah Allah dan larangan- 
larangan-Nya, yang merupakan hubungan kehidupan ini 
dengan alam setelahnya. Setiap muslim harus mengetahui 
hubungan dirinya dengan Allah pada saat melakukan suatu 
perbuatan, sehingga seluruh amal perbuatannya sesuai dengan 
perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Inilah yang 
dimaksud dengan perpaduan antara materi dengan ruh. Di 
samping itu, tujuan akhir dari kepatuhannya terhadap perintah- 
perintah Allah SWT dan larangan-larangan-Nya adalah 
mendapatkan ridha Allah semata. Sedangkan sasaran yang 




52 Peraturan Hidup Dalam Islam 



hendak dicapai oleh manusia dalam pelaksanaan perbuatan 
adalah tercapainya nilai (kehidupan), yang dihasilkan oleh amal 
perbuatannya. 

Dengan demikian tujuan-tujuan utama untuk menjaga 
masyarakat bukan ditentukan oleh manusia, akan tetapi berasal 
dari perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Aturan 
ini selalu tetap keadaannya, tidak akan pernah berubah atau 
berkembang. Karena itu, melestarikan eksistensi manusia, 
menjaga akal, kehormatan, jiwa, pemilikan individu, agama, 
keamanan dan negara, adalah tujuan-tujuan utama yang sudah 
baku, tidak akan pernah berubah atau berkembang. Untuk 
menjaganya ditetapkan sanksi-sanksi yang tegas. Maka dibuatlah 
hukum-hukum yang menyangkut hudud (bentuk pelanggaran 
dan sanksinya ditetapkan Allah SWT) dan uqubat (sanksi 
pidana) untuk memelihara tujuan-tujuan yang bersifat baku tadi. 
Pelaksanaan pemeliharaan tujuan-tujuan ini wajib adanya, 
karena termasuk dalam perintah-perintah dan larangan- 
larangan Allah SWT, bukan karena menghasilkan nilai-nilai 
materi (mashlahat dan keuntungan bagi masyarakat dan 
negara, pent.) 

Demikianlah, hendaknya setiap muslim maupun negara, 
dalam menjalankan seluruh aktivitasnya menyesuaikan diri 
dengan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. 
Negara adalah pihak yang mengatur seluruh urusan rakyat, dan 
melaksanakan aktifitasnya sesuai dengan perintah-perintah Allah 
dan larangan-larangan-Nya. Inilah yang melahirkan ketenangan 
bagi setiap muslim. Jadi, kebahagiaan itu bukan sekadar 
memuaskan kebutuhan jasmani dan mencari kenikmatan, 
melainkan mendapatkan keridlaan Allah SWT. 

Akan halnya kebutuhan jasmani dan naluri manusia, 
Islam telah membuat aturan yang menjamin adanya 
pemenuhan seluruh kebutuhannya, baik yang menyangkut 
kebutuhan perut, biologis, rohani, atau kebutuhan lainnya. 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 53 



Namun demikian bukan berarti bahwa pemenuhan sebagian 
kebutuhan mengeliminir kebutuhan yang lain; atau mengekang 
sebagian, lalu mengumbar sebagian atau keseluruhannya. Islam 
menyelaraskannya dan memenuhi seluruh kebutuhan manusia 
dengan aturan yang amat rinci dan mendetail, yang 
memungkinkan manusia mencapai kebahagiaan dan 
kesejahteraan, serta mencegah terjadinya hal-hal yang dapat 
menjerumuskannya pada martabat hewani — yaitu 
pelampiasan naluri tanpa kendali. 

Untuk menjamin pengaturan ini, Islam memandang 
jamaah (masyarakat) dengan pandangan yang integral, tidak 
terpecah-pecah. Islam memandang bahwa individu merupakan 
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jamaah. Meski demikian 
posisi seperti ini tidak identik dengan gerigi dalam roda, 
melainkan bagian dari suatu keseluruhan, sebagaimana tangan 
yang merupakan bagian dari tubuh. Islam memperhatikan 
individu sebagai bagian dari jamaah, bukan individu yang 
terpisah. Perhatian ini akan melestarikan eksistensi jamaah. Pada 
waktu yang bersamaan, Islam juga memperhatikan keberadaan 
jamaah yang menjadi wadah dan terdiri dari bagian-bagian 
tertentu, yaitu individu-individu yang ada di dalam jamaah. 
Perhatian ini dapat melestarikan individu-individu sebagai 
bagian yang tak terpisahkan dari jamaah. Rasulullah SAW 
bersabda: 






f s' ^0 



\ 



0 A A 



s' 



s' 






^ jisa 






54 Peraturan Hidup Dalam Islam 



“ Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat 
dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang 
menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada di bagian 
atas dan yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang 
yang berada di bawah membutuhkan air ; mereka harus 
melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu mereka 
berkata: ‘Andai saja kami lubangi (kapal) pada bagian kami, 
tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada 
di atas kami’. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh 
orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak 
menghendaki), akan binasalah seluruhnya. Dan jika 
dikehendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan 
selamatlah semuanya”. (HR. Bukhari) 

Pandangan Islam tentang hubungan antara jamaah dengan 
individu inilah yang memberikan persepsi yang khas terhadap 
masyarakat. Sebab individu-individu — yang merupakan bagian 
dari jamaah — harus memiliki pemikiran-pemikiran yang 
menghubungkan antar mereka dan menjadikan kehidupannya 
berlandaskan ide-ide tersebut. Mereka harus memiliki satu perasaan 
yang akan mempengaruhi tingkah laku mereka dan 
mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Mereka harus memiliki 
pula satu aturan yang dapat memecahkan persoalan-persoalan 
kehidupan secara keseluruhan. Dari sini masyarakat itu akan 
terbentuk, yaitu terdiri dari manusia, pemikiran, perasaan, dan 
peraturan. Manusia dalam kehidupannya selalu terikat dengan 
pemikiran, perasaan, dan peraturan ini. Bagi seorang muslim 
segala sesuatu dalam kehidupannya selalu terikat dengan Islam, 
sehingga tidak memiliki kebebasan mutlak. Akidah seorang muslim 
terikat dengan batas-batas Islam dan tidak bebas. Maka murtadnya 
seorang muslim merupakan tindak pidana besar yang pantas 
dibunuh apabila tidak segera kembali bertaubat kepada Islam. 
Dari segi tingkah laku, seorang muslim juga terikat dengan aturan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 55 



Islam. Berdasarkan hal ini perbuatan zina tergolong tindak pidana, 
dan terhadap pelakunya berhak diberikan sanksi tanpa ada 
perasaan belas kasihan. Bahkan hukuman itu diumumkan kepada 
khalayak, sebagaimana firman Allah SWT: 




“(Dan) hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka 
disaksikan oleh sekumpulan dari orang yang beriman’ 

(TQS. An-Nur [24]: 2). 

Begitu pula halnya dengan minum khamr, termasuk 
tindakan kriminal, pelakunya pantas mendapatkan hukuman. 
Penganiayaan terhadap orang lain termasuk tindak pidana yang 
hukumannya tergantung jenis pelanggaran yang dilakukannya. 
Misalnya menuduh berbuat zina, membunuh, dan sebagainya. 
Aspek ekonomi juga terikat dengan syariat Islam dan sebab- 
sebab pemilikan yang dibolehkan syara’ untuk individu, serta 
realitas pemilikan yang merupakan izin dari Syari’ (Allah SWT) 
untuk memperoleh manfaat suatu benda. Penyimpangan dari 
batasan-batasan ini termasuk dalam tindak pidana yang 
hukumannya berbeda-beda tergantung jenis penyimpangannya, 
seperti mencuri, menjambret, dan sebagainya. 

Karena itu, negara wajib melindungi jamaah dan individu. 
Negaralah yang menerapkan peraturan di tengah-tengah 
masyarakat. Di samping itu harus ada pengaruh mabda (Islam) 
dalam diri penganutnya, agar pelaksanaan peraturan tersebut 
dapat terjaga secara normal dari dalam masyarakat itu sendiri. 
Jadi, mabc/a-lah yang mengikat dan melindungi, sedangkan 
negara adalah pelaksananya. 

Berdasarkan hal ini, maka kedaulatan adalah milik 
syara’, bukan milik negara atau umat, sekalipun kekuasaan 
berada di tangan umat, yang penampakannya ada di tangan 






56 Peraturan Hidup Dalam Islam 



negara. Dari sini, maka satu-satunya thariqah yang ditempuh 
untuk menerapkan peraturan adalah melalui negara, di samping 
menjadikan taqwallah pada individu mukmin sebagai sandaran 
untuk menerapkan hukum-hukum Islam. Karena itu, diperlukan 
adanya peraturan yang harus diterapkan oleh negara; begitu 
pula halnya dengan nasehat dan dorongan agar individu 
mukmin menerapkan Islam berdasarkan taqwallah. 

Dengan demikian Islam adalah akidah dan nizham 
(peraturan); atau dengan kata lain mabda Islam adalah fikrah 
dan thariqah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari 
fikrah tersebut. Peraturan Islam lahir dari akidah. Sedangkan 
peradabannya memiliki model dan ciri yang unik dalam 
kehidupan. Metode Islam dalam pengembangan dakwah adalah 
diterapkannya Islam oleh negara dan diemban sebagai qiyadah 
fikriyah ke seluruh dunia. Metode ini harus dijadikan asas untuk 
memahami dan menerapkan peraturan Islam. Penerapan Islam 
oleh jamaah kaum Muslim yang hidup dalam pemerintahan 
yang menerapkan hukum Islam, adalah termasuk upaya-upaya 
menyebarluaskan dakwah Islam; karena penerapan peraturan 
Islam di tengah-tengah masyarakat non muslim tergolong 
metoda dakwah yang bersifat praktis. Penerapan peraturan Islam 
telah berhasil memberikan pengaruh gemilang dalam 
mewujudkan dunia Islam yang wilayahnya sangat luas. 

Walhasil, mabda (ideologi) yang ada di dunia ini ada tiga, 
yaitu kapitalisme, sosialisme termasuk komunisme, dan Islam. 
Masing-masing ideologi ini memiliki akidah yang melahirkan 
aturan, mempunyai tolok ukur bagi perbuatan manusia di dalam 
kehidupan, memiliki pandangan yang unik terhadap 
masyarakat, dan memiliki metoda tertentu dalam melaksanakan 
setiap aturannya. 

Dari segi akidah, ideologi komunis memandang bahwa 
segala sesuatu berasal dari materi yang berkembang dan 
mewujudkan benda-benda lainnya berdasarkan evolusi materi. 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 57 



Sedangkan ideologi kapitalisme mengharuskan pemisahan 
agama dari kehidupan. Akibatnya lahirlah ideologi sekular, yang 
memisahkan agama dengan negara. Para kapitalis tidak ingin 
membahas apakah di sana terdapat pencipta atau tidak. Mereka 
-baik yang mengakui eksistensi-Nya maupun yang tidak — 
hanya memfokuskan bahwa tidak ada hak bagi Pencipta untuk 
campur tangan dalam kehidupan. Jadi, sama saja 
kedudukannya bagi mereka yang mengakui keberadaan 
Pencipta atau yang mengingkari-Nya, yaitu memisahkan agama 
dari kehidupan. 

Islam memandang bahwa Allah adalah Pencipta segala 
sesuatu. Dialah yang mengutus para Nabi dan Rasul dengan 
membawa agama-Nya untuk seluruh umat manusia. Dan bahwa 
kelak manusia akan di - hisab atas segala perbuatannya di hari 
Kiamat. Karena itu, akidah Islam mencakup Iman kepada 
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul- 
Nya, dan hari Kiamat, serta qadla-qadar , baik buruknya dari 
Allah SWT. 

Dari segi bagaimana lahirnya peraturan dari akidah, 
ideologi komunis memandang bahwa peraturan diambil dari 
alat-alat produksi. Pada masyarakat feodal, misalnya, kapak 
menjadi alat produksi. Dengan penggunaan kapak ini lalu 
ditetapkan sistem feodalisme. Jika masyarakat berkembang 
menjadi masyarakat kapitalis, maka alat-alat mesin menjadi 
sarana produksi. Dengan penggunaan mesin ini terbentuklah 
sistem kapitalisme. Jadi, peraturan mabda itu diambil dari 
evolusi materi. 

Lain halnya dengan ideologi kapitalis, yang memandang 
bahwa karena manusia telah memisahkan agama dengan 
kehidupan, maka mau tidak mau harus membuat peraturan 
sendiri tentang kehidupan. Karenanya, peraturan dalam sistem 
kapitalis diambil dari realita kehidupan manusia, dan dibuatlah 
aturannya sendiri. 




58 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Sedangkan Islam memandang bahwa Allah SWT telah 
menentukan bagi manusia aturan hidup untuk dilaksanakan 
dalam kehidupan. Dia mengutus Muhammad SAW guna 
membawa aturan-Nya untuk disampaikan kepada manusia. 
Manusia harus berjalan sesuai dengan aturan-Nya. Karena itu, 
jika seseorang menjumpai problematika, maka ia harus menggali 
(berijtihad guna menemukan) pemecahannya dari Kitab (Al- 
Quran) dan Sunnah. 

Ditinjau dari segi tolok ukur perbuatan dalam kehidupan, 
ideologi komunis memandang bahwa dialektika materialisme 
— yaitu aturan materialisme — merupakan tolok ukur dalam 
kehidupan manusia. Dengan berkembangnya materi, maka 
berkembang pula tolok ukurnya. Lain lagi dengan ideologi 
kapitalisme yang memandang bahwa tolok ukur perbuatan 
dalam kehidupan adalah ° kemanfaatan”. Dengan asas inilah 
perbuatan diukur dan ditegakkan. Berbeda halnya dengan 
Islam, yang memandang bahwa tolok ukur perbuatan dalam 
kehidupan adalah halal dan haram, yakni perintah-perintah 
Allah dan larangan-larangan-Nya. Yang halal dikerjakan dan 
yang haram ditinggalkan. Prinsip ini tidak akan mengalami 
perkembangan maupun perubahan. Islam hanya menjadikan 
syara sebagai tolok ukur, bukan manfaat. 

Dari segi pandangannya terhadap masyarakat, ideologi 
komunis menganggap bahwa masyarakat adalah kumpulan 
unsur yang terdiri dari tanah, alat-alat produksi, alam, dan 
manusia. Semua itu merupakan satu kesatuan, yaitu materi. 
Tatkala alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya 
berkembang, manusia pun turut berkembang, yang akhirnya 
mendorong perkembangan masyarakat secara keseluruhan. 
Masyarakat tunduk kepada evolusi (perkembangan) materi. 
Untuk mempercepat proses transformasi manusia harus 
mewujudkan perkara-perkara yang bertolak belakang 
( antithesa ) . Ketika masyarakat berkembang, individu akan turut 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 59 



berkembang pula. Individu akan bergerak dan selalu terikat 
dengan gerakan masyarakat, seperti putaran gigi pada sebuah 
roda. 

Ideologi kapitalisme menganggap bahwa masyarakat 
terdiri dari individu-individu. Apabila urusan individu ini teratur, 
maka dengan sendirinya urusan masyarakat akan teratur pula. 
Titik perhatiannya hanya pada individu-individu saja. 
Sementara tugas negara adalah bekerja untuk kepentingan 
individu. Dari sini, ideologi tersebut dinamakan juga 
individualisme. 

Sedangkan ideologi Islam menganggap bahwa asas 
tempat masyarakat berpijak adalah akidah, disamping 
pemikiran, perasaan, dan peraturan yang lahir dari akidah. 
Apabila pemikiran dan perasaan Islam ini berkembang luas, 
dan peraturan Islam diterapkan di tengah-tengah masyarakat, 
akan terwujud masyarakat Islam. Jadi, masyarakat itu terdiri 
dari kumpulan manusia, pemikiran, perasaan, dan peraturan. 
Islam juga memandang bahwa manusia satu dengan manusia 
lainnya akan membentuk sebuah jamaah. Tetapi masyarakat 
tetap tidak akan terbentuk kecuali jika mereka menganut 
pemikiran, memiliki perasaan, serta diterapkannya peraturan 
di tengah-tengah mereka. Yang mewujudkan hubungan sesama 
manusia adalah faktor kemashlahatan. Jika masyarakat telah 
menyamakan pemikirannya tentang kemashlahatan; juga 
perasaan mereka, sehingga rasa ridla dan marahnya menjadi 
sama; ditambah pula adanya penerapan peraturan yang sama, 
yang mampu memecahkan berbagai macam persoalan; maka 
terbentuklah hubungan antar sesama anggota masyarakat. 
Namun, jika terdapat perbedaan dalam pemikiran masyarakat 
terhadap kemashlahatan, berbeda perasaannya, berbeda rasa 
ridla dan marah (benci)nya, berbeda pula peraturan yang 
digunakan untuk memecahkan persoalan antar manusia, maka 
tidak akan terwujud hubungan sesama manusia. Dan 




60 Peraturan Hidup Dalam Islam 



masyarakat tidak akan terbentuk. Dengan demikian, masyarakat 
Islam terbentuk dari manusia, pemikiran, perasaan, dan 
peraturan. Inilah yang mewujudkan adanya hubungan dan yang 
membuat jamaah itu menjadi sebuah masyarakat yang unik. 

Maka dapat dipahami, seandainya seluruh manusia itu 
muslim, sedangkan pemikiran-pemikiran yang dibawanya 
adalah kapitalisme-demokrasi, perasaan-perasan yang 
dimilikinya adalah spiritualisme (yang tidak memiliki peraturan) 
atau nasionalisme; peraturan yang diterapkan adalah 
kapitalisme-demokrasi, maka masyarakatnya menjadi 
masyarakat yang tidak Islami sekalipun mayoritas penduduknya 
adalah orang-orang Islam. 

Dari segi penerapan peraturan, ideologi komunis 
mengajarkan negara adalah satu-satunya institusi yang berhak 
menerapkan peraturan melalui kekuatan militer dan undang- 
undang. Negaralah yang mengatur dan bertanggung jawab 
terhadap seluruh urusan individu dan kelompok masyarakat. 
Negara pula yang berhak mengubah peraturan. Sedangkan 
ideologi kapitalisme memandang bahwa negara adalah pihak 
yang mengontrol kebebasan. Jika seseorang melanggar 
kebebasan individu lainnya, maka negara akan mencegah 
tindakan tersebut. Keberadaan negara adalah sarana untuk 
menjamin adanya kebebasan. Namun, jika seseorang tidak 
mengganggu kebebasan orang lain, sekalipun terdapat intimidasi 
serta perampasan terhadap hak-haknya, tetapi ia rela, maka 
hal itu tidak termasuk tindakan melanggar kebebasan. Dalam 
hal ini negara tidak boleh turut campur. Jadi, terwujudnya 
negara adalah untuk menjamin kebebasan. 

Lain halnya dengan Islam yang memandang bahwa 
peraturan dilaksanakan oleh setiap individu mukmin dengan 
dorongan taqwallah yang tumbuh dalam jiwanya. Sementara 
teknis pelaksanaannya dijalankan oleh negara dengan adil, yang 
dapat dirasakan oleh jamaah. Didukung sikap tolong menolong 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 61 



antara umat dengan negara dalam menjalankan amar maruf 
nahi munkar ; serta diterapkannya (peraturan) dengan kekuatan 
negara. Dalam Islam negara bertanggungjawab terhadap urusan 
jamaah. Negara tidak mengurus kepentingan individu, kecuali 
bagi mereka yang fisiknya lemah (tidak mampu). Selain itu, 
peraturan Islam tidak mengalami perubahan. Negara, memiliki 
wewenang untuk memilih dan menetapkan hukum-hukum 
syara’ jika ijtihad dalam satu atau lebih topik hukum 
menghasilkan beragam pendapat. 

Dari sisi lain qiyadah fikriyah Islam tidak bertentangan 
dengan fitrah manusia, walaupun sangat mendalam tetapi 
gampang dimengerti, cepat membuka akal dan hati manusia, 
cepat diterima dan mudah dipahami -untuk mendalami isinya, 
sekalipun kompleks — disertai semangat dan kesungguhan. 
Beragama adalah satu hal yang fitri dalam diri manusia. Setiap 
manusia menurut fitrahnya cenderung kepada agama. Tidak 
ada satu kekuatan manapun yang dapat mencabut fitrah ini 
dari manusia, sebab sudah menjadi pembawaannya yang 
kokoh. Sementara tabi’at manusia merasakan bahwa dirinya 
serba kurang, selalu merasa bahwa ada kekuatan yang lebih 
sempurna dibandingkan dirinya yang harus diagungkan. 
Beragama merupakan kebutuhan terhadap Pencipta Yang Maha 
Pengatur, yang muncul dari kelemahan manusia dan bersifat 
alami sejak manusia diciptakan. Jadi, beragama merupakan 
naluri yang bersifat tetap yang selalu mendorong manusia untuk 
mengagungkan dan mensucikan-Nya. Karena itu, dalam setiap 
masa, manusia senantiasa cenderung untuk beragama dan 
menyembah sesuatu. Ada yang menyembah manusia, 
menyembah bintang-bintang, batu, binatang, api, dan lain 
sebagainya. Tatkala Islam muncul, akidah yang dibawanya 
bertujuan untuk mengalihkan umat manusia dari penyembahan 
terhadap makhluk-makhluk kepada penyembahan terhadap 
Allah yang menciptakan segala sesuatu. 




62 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Akan tetapi ketika muncul ideologi ( dialektika ) 
materialisme , yang mengingkari adanya Allah dan ruh, ternyata 
ide ini tidak mampu memusnahkan kecenderungan beragama. 
Ideologi ini hanya bisa mengalihkan pandangan manusia 
kepada suatu kekuatan yang lebih besar dibanding dirinya dan 
mengalihkan perasaan taqdis kepada kekuatan besar tersebut. 
Menurut mereka, kekuatan itu berada di dalam ideologi dan 
diri para pengikutnya. Mereka membatasi taqdis hanya pada 
kedua unsur tersebut. Ini berarti mereka telah mengembalikan 
manusia ke masa silam, mengalihkan penyembahan kepada 
Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya; dari 
pengagungan terhadap ayat-ayat Allah kepada pengkultusan 
terhadap doktrin-doktrin yang diucapkan makhluk-makhluk- 
Nya. Semua ini menyebabkan kemunduran manusia ke masa 
silam. Mereka tidak mampu memusnahkan fitrah beragama, 
melainkan hanya mengalihkan fitrah manusia secara keliru 
kepada kesesatan dengan mengembalikannya ke masa silam. 
Berdasarkan hal ini, qiyadah /i/criyah-nya telah gagal ditinjau 
dari fitrah manusia. Malah dengan berbagai tipu muslihat, 
mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya; dengan 
mendramatisir kebutuhan perut mereka menarik orang-orang 
yang lapar, pengecut, dan sengsara. Ideologi ini dianut oleh 
orang-orang yang bermoral bejat, orang-orang yang gagal 
dan benci terhadap kehidupan, termasuk orang-orang sinting 
yang tidak waras cara berpikirnya agar mereka dapat 
digolongkan ke jajaran kaum intelektual tatkala mereka 
mendiskusikan dengan angkuh tentang teori dialektika. 
Padahal kenyataannya, dialektika materialisme paling terlihat 
kerusakan dan kebathilarmya , dan dengan sangat mudah 
dapat dibuktikan oleh perasaan dan akal. Supaya manusia 
tunduk pada ideologi ini, maka mereka dipaksa melalui 
kekuatan fisik. Berbagai tekanan, intimidasi, revolusi, 
menggoyang, merobohkan, dan mengacaukan merupakan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 63 



sarana-sarana penting untuk mengembangkan ideologi 
tersebut. 

Demikian pula qiyadah fikriyah kapitalisme bertentangan 
dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama. Naluri beragama 
tampak dalam aktivitas pen-faqdis-an; di samping juga tampak 
dalam pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Akan 
tampak perbedaan dan pertentangannya tatkala pengaturan itu 
berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan manusia dalam 
mengatur aktivitasnya. Karena itu, keberadaan agama harus 
dapat mengatur seluruh amal perbuatan manusia dalam 
kehidupan. Menjauhkan agama dari kehidupan jelas 
bertentangan dengan fitrah manusia. Namun bukan berarti 
adanya agama dalam kehidupan menjadikan seluruh amal 
perbuatan manusia terbatas hanya pada aktivitas ibadah saja. 
Arti penting agama dalam kehidupan adalah untuk mengatasi 
berbagai persoalan hidup manusia sesuai dengan peraturan 
yang Allah perintahkan. Peraturan dan sistem ini lahir dari 
akidah yang mengakui apa yang terkandung dalam fitrah 
manusia, yaitu naluri beragama. Menjauhkan peraturan Allah 
dan mengambil peraturan yang lahir dari akidah yang tidak 
sesuai dengan naluri beragama adalah bertentangan dengan 
fitrah manusia. Maka dari itu, qiyadah fikriyah kapitalisme telah 
gagal dilihat dari segi fitrah manusia. Ia adalah qiyadah fikriyah 
negatif, yang memisahkan antara agama dengan kehidupan; 
menjauhkan aktivitas beragama dari kehidupan; menjadikan 
masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah 
masyarakat); sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah 
perintahkan, yang dapat memecahkan persoalan hidup 
manusia. 

Qiyadah fikriyah Islam adalah qiyadah fikriyah yang 
positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman 
kepada wujud Allah. Qiyadah ini mengarahkan perhatian 
manusia terhadap alam semesta, manusia, dan hidup, sehingga 




64 Peraturan Hidup Dalam Islam 



membuat manusia yakin terhadap adanya Allah yang telah 
menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Di samping itu qiyadah 
ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu dicari oleh 
manusia karena dorongan fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak 
terdapat pada manusia, alam semesta, dan hidup. Qiyadah 
fikriyah ini memberi petunjuk pada akal agar dapat sampai pada 
tingkat keyakinan terhadap AI-KhaIiq supaya ia mudah 
menjangkau keberadaan-Nya dan mengimani-Nya. 

Qiyadah fikriyah komunisme bersandar pada materialisme 
bukan berdasarkan akal, sekalipun dihasilkan oleh akal. 
Komunisme menyatakan bahwa materi itu ada sebelum adanya 
pemikiran (pengetahuan) . Segala sesuatu berasal dari materi, itulah 
materialisme. Sedangkan qiyadah fikriyah kapitalisme bersandar 
pada pemecahan jalan tengah (kompromi) yang dicapai setelah 
terjadinya pertentangan yang berlangsung hingga berabad-abad 
antara para pendeta gereja dan cendekiawan Barat, yang 
kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara. 

Qiyadah fikriyah komunisme dan kapitalisme telah gagal. 
Keduanya bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak 
dibangun berdasarkan akal. 

Berdasarkan keterangan tadi, hanya qiyadah fikriyah 
Islamlah satu-satunya qiyadah fikriyah yang benar, sedangkan 
qiyadah fikriyah lainnya adalah rusak. Qiyadah fikriyah Islam 
dibangun berdasarkan akal, amat berbeda dengan qiyadah 
fikriyah lainnya yang tidak dibangun berlandaskan akal. Qiyadah 
fikriyah Islam juga sesuai dengan fitrah manusia, sehingga 
mudah diterima oleh manusia. Sedangkan qiyadah fikriyah 
lainnya berlawanan dengan fitrah manusia. 

Bahwa qiyadah fikriyah komunisme dibangun 
berlandaskan materialisme bukan akal adalah karena ideologi 
ini menyatakan bahwa materi mendahului pemikiran 
(pengetahuan). Jadi, tatkala materi terefleksi ke dalam otak, 
maka akan menghasilkan pemikiran; kemudian otak akan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 65 



memikirkan/mempertimbangkan hakekat materi yang 
direfleksikan ke otak. Sebelum hal itu terjadi, tidak akan muncul 
pemikiran. Dengan demikian, segala sesuatu dibangun atas 
materi. Jadi, dasar akidah komunisme adalah materi bukan 
pemikiran. 

Pendapat di atas adalah salah ditinjau dari dua segi: 
Pertama , sebenarnya tidak ada refleksi (pantulan) antara materi 
dengan otak. Otak tidak melakukan refleksi terhadap materi. 
Materi juga tidak berefleksi terhadap otak. Untuk merefleksikan 
sesuatu dibutuhkan reflektor agar bisa memantulkan, seperti 
halnya cermin yang memiliki kemampuan untuk memantulkan. 
Kenyataannya, hal semacam itu tidak dijumpai baik pada otak 
maupun pada realitas materi. Karena itu, sama sekali tidak ada 
refleksi antara materi dengan otak. Materi tidak dipantulkan oleh 
otak dan (gambaran tentang) materi tidak berpindah ke otak. 
Yang beralih ke otak adalah pencerapan materi melalui panca 
indera. Hal ini bukan refleksi materi dengan otak, dan bukan 
pula refleksi otak terhadap materi. Yang terjadi adalah 
pencerapan tentang materi ke otak melalui (perantaraan) panca 
indera. Tidak ada perbedaan dalam proses tersebut antara mata 
dengan panca indera yang lainnya. Penginderaan dapat 
dilakukan dengan proses perabaan, penciuman, rasa, 
pendengaran sebagaimana halnya penginderaan melalui mata. 
Dengan demikian yang terjadi atas materi bukan berupa refleksi 
terhadap otak, melainkan pencerapan dan penginderaan 
terhadap segala sesuatu. Manusia merasakan segala sesuatu 
dengan perantaraan panca inderanya, dan segala sesuatu sama 
sekali bukan direfleksikan ke otak. 

Kedua , sesungguhnya penginderaan saja tidak cukup 
menghasilkan suatu pemikiran. Jika hanya sampai di situ, yang 
terjadi hanyalah penginderaan terhadap fakta. Penginderaan 
yang diulang-ulang meskipun sampai satu juta kali, tetap saja 
hanya menghasilkan penginderaan dan tidak menghasilkan 




66 Peraturan Hidup Dalam Islam 



pemikiran sama sekali. Diperlukan informasi-informasi terdahulu 
bagi manusia yang akan menginterpretasikan fakta yang 
diinderanya itu sehingga menghasilkan suatu pemikiran. 
Sebagai contoh jika kita sodorkan kepada manusia yang ada 
sekarang buku berbahasa Asyria, sementara ia tidak memiliki 
informasi yang berkaitan dengan bahasa Asyria ; lalu dibiarkan 
mencerap tulisan itu baik dengan penglihatan maupun dengan 
perabaan; diberi kesempatan menginderanya berkali-kali — 
meskipun sejuta kali — maka ia tetap tidak mungkin mengetahui 
satu katapun sampai diberikan kepadanya informasi tentang 
bahasa Asyria dan apa saja yang berkaitan dengan bahasa 
tersebut. Pada saat itulah ia dapat berpikir dan mampu 
memahaminya. Contoh lain adalah anak kecil yang sudah 
mampu mengindera, tetapi belum memiliki informasi 
(pengetahuan). Kepadanya disodorkan sepotong emas, 
tembaga, dan batu. Lalu dibiarkan inderanya mencerap ketiga 
benda tersebut; maka ia tidak akan mampu memahaminya 
sekalipun diulang berkali-kali dengan menggunakan berbagai 
jenis panca inderanya. Namun jika diberikan kepadanya 
informasi tentang ketiga benda tersebut kemudian ia 
menginderanya; maka dengan menggunakan informasi 
sebelumnya ia mampu memahami hakekat ketiga benda tadi. 
Anak kecil ini walaupun telah dewasa hingga berusia 20 tahun 
sedangkan ia belum mendapatkan satu informasipun, maka 
keadaannya tetap seperti semula, hanya mampu mengindera 
sesuatu tetapi tidak mampu memahaminya sekalipun otaknya 
berkembang. Yang menjadikannya memahami suatu fakta yang 
diinderanya bukanlah otak, melainkan informasi-informasi yang 
diperoleh sebelumnya yang diterima oleh otaknya. 

Itu dilihat dari segi pemahaman akal. Adapun dari segi 
pemahaman identifikasi yang berupa perasaan, maka hal ini 
muncul dari naluri dan kebutuhan jasmani manusia. Apa yang 
teijadi pada hewan, terjadi pula pada manusia. Jika disodorkan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 67 



secara berulang-ulang buah apel dan batu, ia akan mengerti 
bahwa apel dapat dimakan, sedangkan batu tidak. Begitu pula 
halnya dengan keledai ia akan mampu mengidentifikasi bahwa 
gandum dapat dimakan sedangkan tanah tidak. Meskipun 
demikian proses identifikasi tidak tergolong pemikiran/ 
pemahaman, tetapi muncul dari (dorongan) naluri dan 
kebutuhan jasmani. Pada hewan ada dan pada manusia juga 
ada. Karena itu, tidak mungkin pemikiran itu ada kecuali 
terdapat informasi (pengetahuan) yang diperoleh sebelumnya, 
di samping pencerapan terhadap fakta melalui panca indera ke 
otak. 

Berdasarkan hal ini, maka akal, /ikr (pemikiran), dan idrak 
(pemahaman), terjadi dengan pencerapan terhadap fakta 
melalui panca indera ke otak, disertai dengan pengetahuan 
(informasi) yang diperoleh sebelumnya, yang dapat menjelaskan 
(hakekat) kenyataan tersebut. 

Dengan demikian qiyadah fikriyah /comunis jelas-jelas 
keliru dan rusak, karena tidak dibangun berdasarkan akal. Sama 
rusaknya dengan pengertian mereka tentang pemikiran dan 
akal. 

Demikian pula halnya dengan qiyadah fikriyah 
kapitalisme yang dibangun berdasarkan jalan tengah 
(kompromi) antara tokoh-tokoh gereja dengan cendekiawan, 
setelah sebelumnya terjadi pergolakan dan perbedaan pendapat 
yang sengit dan berlangsung terus-menerus selama beberapa 
abad. Jalan tengah itu adalah pemisahan agama dari kehidupan, 
yaitu mengakui keberadaan agama secara tidak langsung, tetapi 
dipisahkan dari kehidupan. Jadi, qiyadah fikriyah ini tidak 
dibangun berlandaskan akal, tetapi dibangun atas dasar 
persetujuan kedua belah pihak sebagai jalan tengah. Dengan 
demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran jalan tengah 
merupakan hal yang mendasar bagi mereka. Mereka 
mencampuradukkan antara haq dan bathil , antara keimanan 




68 Peraturan Hidup Dalam Islam 



dengan kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan 
menempuh jalan tengah. Padahal jalan tengah itu tidak ada 
faktanya. Persoalannya adalah tinggal memilih tindakan yang 
jelas. Apakah yang haq atau yang bathil , iman ataukah kufur, 
cahaya ataukah kegelapan. Tetapi jalan tengah (kompromi) yang 
di atasnya terdapat bangunan akidah dan qiyadah fikriyah 
mereka, telah menjauhkannya dari kebenaran, keimanan, dan 
cahaya. Karena itu, qiyadah fikriyah kapitalisme rusak, karena 
tidak dibangun berlandaskan akal. 

Qiyadah fikriyah Islam dibangun berlandaskan akal yang 
mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengimani adanya 
Allah, kenabian Muhammad SAW, ke-mukjizatan Al-Quran Al- 
Karim dengan menggunakan akalnya. Juga mewajibkan 
beriman kepada yang ghaib (yang argumennya) berasal dari 
sesuatu yang dapat dibuktikan keberadaannya dengan akal 
seperti Al-Quran dan Hadits Mutawatir. Dengan demikian, 
qiyadah fikriyah ini dibangun berlandaskan akal. 

Hal ini dilihat dari segi akal. Adapun dari segi fitrah 
(manusia), maka qiyadah fikriyah Islam sesuai dengan fitrah; 
sebab ia mempercayai adanya agama dan adanya kewajiban 
merealisir agama dalam kehidupan ini, serta menjalankan 
kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan Allah. 
Beragama itu sesuai dengan fitrah. Dan salah satu penampakan 
naluri ini adalah taqdis (mengkultuskan sesuatu). Taqdis 
berlawanan dengan reaksi naluri-naluri lainnya. Penampakkan 
itu merupakan hal yang wajar bagi naluri (beragama). Jadi, 
beriman kepada agama dan wajib menyesuaikan amal 
perbuatan manusia di dalam kehidupan sesuai dengan perintah 
dan larangan Allah, merupakan sesuatu yang naluriah. Karena 
ia sesuai dengan fitrah manusia, maka mudah diterima oleh 
manusia. 

Berbeda halnya dengan qiyadah fikriyah komunisme 
dan kapitalisme. Kedua ideologi ini bertentangan dengan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 69 



fitrah manusia. Qiyadah fikriyah komunisme mengingkari 
adanya agama secara mutlak bahkan menentang pengakuan 
akan adanya agama. Ia bertentangan dengan fitrah manusia. 
Sedangkan qiyadah fikriyah kapitalisme, tidak mengakui 
peranan agama, namun tidak pula mengingkarinya. Malahan 
tidak menjadikan pengakuan atau pengingkaran terhadap 
agama sebagai sesuatu yang penting. Qiyadah fikriyah ini 
hanya mengharuskan pemisahan agama dari kehidupan. 
Perjalanan hidup (manusia) berlandaskan manfaat belaka, 
yang hal itu tidak ada hubungannya dengan agama. Dari 
sini jelas bahwa qiyadah fikriyah kapitalisme bertentangan 
dengan fitrah manusia. 

Berdasarkan hal ini hanya qiyadah fikriyah Islam yang 
layak bagi manusia karena kesesuaiannya dengan fitrah dan 
akal manusia. Selain qiyadah fikriyah Islam, adalah bathil . 
Hanya qiyadah fikriyah Islam saja yang benar, dan satu-satunya 
yang akan berhasil (dalam mengatur kehidupan manusia). 

Tinggal satu masalah lagi, yaitu apakah kaum Muslim 
pernah menerapkan sistem Islam? Ataukah mereka hanya 
memeluk akidah Islam sementara mereka menerapkan 
peraturan dan hukum-hukum lain? Jawabnya adalah bahwa 
umat Islam, sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem 
Islam, sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 
1336 H (1918 M), yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islam yang 
terakhir ke tangan penjajah. Saat itu penerapan sistem Islam 
mencakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara berhasil 
menerapkannya dengan sangat gemilang. 

Yang menunjukkan bahwa kaum Muslim telah 
menerapkan sistem Islam secara nyata karena sesungguhnya 
yang menerapkan sistem (peraturan) secara praktis adalah 
negara. Ada dua institusi negara yang menerapkan sistem Islam. 
Pertama, Al-Qadli, yaitu hakim yang mengadili berbagai macam 
perselisihan ditengah-tengah masyarakat. Kedua, AI-Hakim, 




70 Peraturan Hidup Dalam Islam 



yaitu penguasa yang memimpin rakyat. Mengenai Qadli , telah 
sampai kepada kita melalui riwayat yang mutawatir (pasti 
kebenarannya) bahwa para Qadli telah bertindak menyelesaikan 
berbagai macam perselisihan ditengah-tengah masyarakat sejak 
masa Rasulullah SAW hingga berakhirnya kekhilafahan di 
Istambul. Mereka menyelesaikannya berdasarkan hukum- 
hukum syara’ yang agung dalam seluruh aspek kehidupan, baik 
di antara kaum Muslim sendiri maupun antara kaum Muslim 
dengan non muslim. Sedangkan pengadilan yang 
menyelesaikan seluruh persengketaan, baik yang berkenaan 
dengan hak-hak umum, perkara pidana, perkara perdata, dan 
lain-lain, berbentuk pengadilan tunggal yang hanya menerapkan 
syari’at Islam. Tidak ada seorang sejarawan pun memberitakan 
bahwa satu perkara pernah dipecahkan dengan selain hukum 
Islam; atau, satu mahkamah di suatu negeri Islam pernah 
memberlakukan hukum selain hukum Islam. Hal ini berlangsung 
sebelum pengadilan dipisahkan menjadi pengadilan agama dan 
pengadilan sipil, sebagai akibat pengaruh penjajahan. Bukti 
autentik mengenai kondisi tersebut dapat dilihat melalui 
berbagai dokumen mahkamah syari’at yang tersimpan di 
beberapa kota tua seperti Al-Quds (Yerusalem), Baghdad, 
Damaskus, Mesir, Istambul, dan lain-lain. Ini adalah bukti 
meyakinkan bahwa hanya syari’at Islam sajalah yang diterapkan 
oleh para Qadli. Sampai-sampai -saat itu- orang-orang non 
muslim dari kalangan Nashrani dan Yahudi mempelajari fiqih 
Islam dan mengarang dalam bidang ini, seperti Salim Al-Baz 
yang mensyarah majalah ( Al-Ahkam Al-Adliyah , yaitu 
perundang-undangan yang berlaku pada masa khilafah 
Utsmaniyah-pent) dan lain-lain, yang mengarang berbagai buku 
dalam fiqih Islam di masa-masa terakhir ini. 

Adapun masuknya undang-undang Barat, disebabkan 
adanya fatwa ulama yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak 
bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Di antara hukum- 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 71 



kukum tersebut antara lain Qanun al Jazaa al Utsmani (UU 
pidana pemerintahan Utsmaniah) tahun 1275 H (1857 M), 
Qanun al Huquuq wat Tijaarah (UU keuangan dan 
perdagangan) tahun 1276 H (1858 M). Kemudian pada tahun 
1288 H (1870 M) mahkamah pengadilan dibagi menjadi dua, 
yaitu mahkamah Syari’ah (pengadilan agama) dan mahkamah 
Nizhamiyah (pengadilan sipil) yang kemudian dibuat undang- 
undangnya. Pada tahun 1295 H (1877 M) dibuat peraturan 
tentang pembentukan mahkamah Sipil (badan dan strukturnya) . 
Terakhir pada tahun 1296 H dibuat undang-undang mengenai 
tata cara pengadilan yang menyangkut hak-hak (keuangan) dan 
hukum pidana. Pada saat itu para ulama tidak mendapatkan 
satu dasar hukum syara’ untuk memasukkan undang-undang 
sipil Barat ke negara Islam. Saat itu pula diterbitkan Al Majalah, 
sebagai undang undang muamalah , sehingga undang-undang 
sipil Barat dapat dihindari. Ini terjadi pada tahun 1286 H. 
Undang-undang (Barat) yang dibuat sedemikian rupa seolah- 
olah hukum-hukum itu diperbolehkan dalam Islam, dapat masuk 
setelah negara memperoleh fatwa yang memperbolehkannya, 
dan setelah diizinkan oleh Syaikhul Islam untuk diberlakukan. 
Hal ini ditunjukkan dalam surat-surat resmi yang telah 
dikeluarkan. Meskipun penjajah sejak tahun 1918 M, atau sejak 
pendudukan terhadap negeri-negeri Islam mulai mengambil alih 
penyelesaian persengketaan yang menyangkut hak-hak dan 
hukum pidana berlandaskan selain hukum-hukum Syari’at 
Islam. Akan tetapi bagi negeri-negeri yang tidak dijajah secara 
militer -walaupun tetap mereka kontrol-, ternyata negeri-negeri 
tersebut masih tetap menjalankan hukum Islam. Seperti negeri- 
negeri Hejaz, Nejd, Yaman, dan negeri Afghanistan. Sekalipun 
para penguasa di negeri-negeri ini tidak melaksanakan hukum 
Islam, tetapi kita melihat bahwa Islam masih diterapkan dalam 
pengadilan. Daulah Islam sepanjang sejarahnya tidak pernah 
menerapkan selain Islam. 




72 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Penerapan sistem Islam oleh penguasa dimanifestasikan 
dalam lima bidang, yaitu hukum-huklum syara’ yang berkaitan 
dengan masalah (1) Sosial (yang mengatur interaksi pria dan 
wanita), (2) Ekonomi, (3) Pendidikan, (4) Politik luar negeri, 
dan (5) Pemerintahan. Hukum-hukum yang menyangkut kelima 
bagian ini telah diterapkan oleh Daulah Islam sejak dulu. Sistem 
sosial yang mengatur hubungan antara pria dan wanita, dan 
apa yang dihasilkan dari hubungan tersebut, yaitu yang 
dinamakan hukum perdata tentang keluarga, masih tetap 
berlaku hingga kini, sekalipun penjajahan masih merajalela dan 
hukum-hukum kufur masih terus diterapkan. Sampai saat ini 
tidak pernah diterapkan selain syari’at Islam dalam bidang 
hukum keluarga. Adapun sistem ekonomi, penerapannya 
mencakup dua segi. Pertama, bagaimana negara 
mengumpulkan harta dari rakyat untuk mengatasi persoalan 
masyarakat. Kedua, bagaimana mekanisme distribusinya. Untuk 
persoalan pertama, negara mengambil kewajiban zakat atas 
harta yang dimiliki baik berupa uang, tanah, hasil pertanian, 
atau ternak, dengan menganggapnya sebagai ibadah. Harta 
tersebut dibagikan hanya kepada delapan ashnaf yang 
tercantum dalam Al-Quran, dan tidak digunakan untuk urusan 
administrasi negara. Sementara untuk urusan administrasi dan 
pelayanan bagi umat, negara mengambil harta hanya 
berdasarkan syari’at Islam saja. Mengambil kharaj (atas tanah), 
jizyah (dari rakyat non muslim), cukai perbatasan yang dipungut 
karena negara bertanggung jawab mengatur perdagangan luar 
dan dalam negeri. Pendek kata perolehan harta tidak pernah 
dilakukan kecuali sesuai dengan hukum syari’at Islam. 
Sedangkan distribusi harta, negara mengeluarkannya sesuai 
dengan hukum-hukum yang menyangkut pengeluaran (negara) 
, diberikan bagi pihak yang lemah (tidak mampu) dan larangan 
pengelolaan harta bagi orang-orang terbelakang mental dan 
berperilaku mubazir , lalu negara mengangkat orang yang bisa 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 73 



mengaturnya. Banyak tempat-tempat (rumah makan) yang 
didirikan di setiap kota ata pada rute perjalanan (yang dilalui) 
jamaah haji untuk memberi makan fakir, miskin, dan ibnusabil. 
Bekas-bekas (peninggalan)nya masih bisa dijumpai sampai 
sekarang di beberapa ibukota negeri Islam. Ringkasnya, 
distribusi harta dari negara dilakukan berdasarkan syari’at Islam 
dan bukan yang lain. Apabila kita menyaksikan (dalam sejarah) 
adanya kelalaian negara dalam mendistribusikan harta, maka 
hal itu semata-mata ‘kurang perhatian dan kekeliruan dalam 
penerapan. Jadi, bukan berarti hukum-hukum yang 
menyangkut hal ini tidak pernah diterapkan sama sekali. 

Dalam bidang pendidikan, strategi pendidikan yang 
digunakan selalu dibangun berlandaskan Islam. Tsaqofah 
Islam merupakan asas bagi kurikulum pendidikan. 
Sedangkan tsaqofah asing senantiasa diawasi. Jika 
bertentangan dengan Islam tidak diambil. Kalaupun ada 
kelalaian negara dalam membuka sekolah-sekolah, hal itu 
hanya terjadi pada masa-masa terakhir Daulah Utsmaniyah , 
dan mencakup seluruh negeri-negeri Islam, akibat 
kemerosotan berpikir yang mencapai klimaksnya saat itu. 
Sedangkan pada masa-masa sebelum itu, sudah sangat 
terkenal di seluruh dunia, bahwa negeri-negeri Islamlah satu- 
satunya yang menjadi pusat perhatian para cendekiawan dan 
kaum terpelajar. Perguruan-perguruan tinggi seperti yang 
terdapat di Cordova, Baghdad, Damaskus, Iskandariah dan 
Kairo, memiliki pengaruh yang amat besar dalam 
menentukan arah pendidikan di dunia. 

Begitu pula halnya dengan politik luar negeri, selalu 
dibangun berlandaskan Islam. Negara Islam telah menentukan 
hubungannya dengan negara-negara lain hanya berdasarkan 
Islam. Seluruh negara di dunia saat itu melihatnya sebagai 
sebuah Negara Islam. Seluruh hubungan luar negeri Daulah 
Islam dibangun atas dasar Islam dan kemashlahatan kaum 




74 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Muslim. Kenyataan bahwa politik luar negeri Negara Islam selalu 
berlandaskan politik Islam adalah perkara yang sangat terkenal 
di seluruh dunia tanpa perlu pembuktian lagi. 

Mengenai sistem pemerintahan, jelas sekali bahwa struktur 
negara di dalam Islam terdiri dari delapan bagian, yaitu: 

(1) Khalifah , sebagai kepala negara, 

(2) Muawin Tafwidl , -sebagai pembantu Khalifah yang 
berkuasa penuh-. 

(3) Mu’awin Tanfidz , -sebagai pembantu Khalifah dalam 
urusan administrasi-. 

(4) Amirul Jihad. 

(5) Wali (gubernur). 

(6) Qadla (pengadilan). 

(7) Aparat Administrasi Negara. 

(8) Majlis Umat. 

Pada masa lalu struktur seperti ini selalu ada. 

Kaum Muslim belum pernah melewati sejarahnya, kecuali 
hadir di tengah-tengah mereka seorang Khalifah. 
Pengecualiannya tentu saja setelah para penjajah kafir 
merubuhkan sistem Khilafah melalui tangan Mustafa Kamal 
Ataturk pada tahun 1342 H (1924 M). Sebelum itu, kaum 
Muslim selalu dipimpin oleh seorang Khalifah. Belum pernah 
terjadi kekosongan seorang Khalifah tanpa disertai adanya 
Khalifah lain sebagai penggantinya, bahkan pada masa-masa 
kemundurannya. Apabila seorang Khalifah diangkat, maka saat 
itu terbentuk Daulah Islam. Sebab, Daulah Islam itu adalah 
Khalifah. 

Mengenai Muawin Tafwidl dan Mu’awin Tanfidz , mereka 
selalu ada di seluruh masa. Kedudukan mereka sebagai pembantu 
dan pelaksana, bukan sebagai Wuzaraa (kementrian). Kalaupun 
ada sebutan Wazir, yang terjadi pada masa Abbasiah, tetapi 
fungsinya sebagai pembantu. Sama sekali tidak terdapat ciri-ciri 
kementerian seperti yang ada dalam sistem demokrasi. Kedudukan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 75 



mereka hanya sebagai pembantu Khalifah dalam urusan 
pemerintahan dan administrasi negara, sedangkan wewenang 
kekuasaan secara keseluruhan berada di tangan Khalifah. 

Adapun para Wali, Qadli, dan Aparat Administrasi 
Negara, jelas sekali bahwa eksistensi mereka selalu ada. Bahkan 
tatkala para penjajah kafir menduduki negeri-negeri Islam, 
urusan pemerintahan masih berlangsung dan dijalankan oleh 
para Wali , Qadli dan aparat administrasi negara, sehingga 
keberadaan mereka tidak perlu pembuktian lagi. 

Akan halnya Amirul Jihad memiliki wewenang mengurus 
angkatan bersenjata, sebagai pasukan Islam. Pada saat itu 
berkembang opini umum di seluruh dunia bahwa pasukan Islam 
adalah pasukan yang tidak terkalahkan. 

Tentang Majlis Umat , aktivitasnya sepeninggal masa 
Khulafaur Rasyidin tidak lagi tampak. Karena sekalipun termasuk 
salah satu struktur pemerintahan, tetapi bukan termasuk bagian 
dari pilar pemerintahan. Syura merupakan salah satu hak rakyat 
terhadap para penguasa. Apabila penguasa tidak meminta 
pendapat dari rakyat (dalam berbagai urusan), berarti penguasa 
itu telah melakukan suatu kelalaian. Meskipun demikian 
pemerintahan itu tetap merupakan pemerintahan Islam. Sebab, 
syura adalah media pengambilan pendapat, bukan untuk 
menetapkan kebijakan negara. Hal ini berbeda dengan peranan 
parlemen pada sistem demokrasi. Parlemen merupakan 
manifestasi dari kedaulatan di tangan rakyat. Dan ini menjadi 
pilar dasar sistem pemerintahan ideologi Kapitalisme. Lain 
halnya dengan Islam yang meletakkan kedaulatan itu hanya 
pada syara’. Dari sini tampak jelas bahwa sistem pemerintahan 
Islam telah diterapkan di sepanjang sejarahnya. 

Satu hal yang perlu dicatat mengenai pembai’atan 
Khalifah. Yang pasti dalam sistem khilafah tidak pernah ada 
sistem ‘’putera mahkota”. Pewarisan kekuasaan tidak pernah 
dilakukan sebagai hukum yang ditetapkan di dalam negara — 




76 Peraturan Hidup Dalam Islam 



yakni untuk mengangkat kepala negara — secara otomatis, 
seperti yang berlaku pada sistem Kerajaan. Yang ditetapkan 
menjadi hukum untuk melegalisasi kekuasaan di dalam Daulah 
Islam adalah baiat. Pada masa-masa tertentu pelaksanaan baiat 
diambil dari umat secara langsung, pada masa yang lain melalui 
ahlul halli wal ‘aqdi. Bahkan pernah juga diambil dari satu orang 
saja yaitu Syaikhul Islam pada masa kemunduran umat. 
Meskipun demikian sepanjang sejarah Daulah Islam , seorang 
Khalifah selalu diangkat melalui bai’at. Khalifah tidak pernah 
diangkat dengan cara pewarisan tahta (sistem putera mahkota) 
tanpa adanya bai’at sama sekali. Tidak ada satupun riwayat 
atau peristiwa yang menunjukkan bahwa Khalifah pernah 
diangkat dengan cara pewarisan kekuasaan tanpa melalui bai’at. 
Memang pernah dijumpai pengambilan bai’at yang keliru. Ada 
sebagian Khalifah yang mengambil bai’at dari rakyat pada saat 
ia masih hidup untuk anaknya, atau saudaranya, 
keponakannya, atau salah seorang anggota keluarganya. 
Setelah itu bai’at diulangi lagi untuk orang yang ditunjuk setelah 
Khalifah meninggal. Pelaksanaan seperti ini menunjukkan 
adanya penyalahgunaan dalam penerapan bai’at ; dan bukan 
menunjukkan pengakuan adanya sistem pewarisan tahta atau 
putera mahkota. Sama halnya dengan penyalahgunaan yang 
terjadi pada tata cara ‘’pemilu” untuk memilih anggota parlemen 
dalam sistem demokrasi, yang prosesnya tetap disebut sebagai 
pemilu dan bukan sebagai penunjukan, sekalipun yang menang 
dalam pemilu adalah orang-orang yang dikehendaki oleh 
pemerintah. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa sistem 
Islam benar-benar diterapkan secara praktis. Tidak pernah satu 
kalipun dalam sejarah Daulah Islam diterapkan sistem selain 
sistem Islam. 

Keberhasilan qiyadah fikriyah Islam secara nyata, adalah 
bentuk keberhasilan yang tiada bandingannya, terutama dalam 
dua hal berikut ini: 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 77 



Pertama , bahwa qiyadah fikriyah Islam berhasil mengubah 
bangsa Arab secara keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat 
rendah, dan dari kegelapan yang selalu diliputi oleh fanatisme 
kesukuan dan alam kebodohan yang sangat, menjadi era 
kebangkitan berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya 
Islam, yang bahkan tidak hanya untuk bangsa Arab saja tetapi 
untuk seluruh dunia. Umat Islam telah memainkan peranan 
penting dalam membawa Islam ke seluruh pelosok dunia, 
sehingga mampu menguasai Persia, Iraq, Syam, Mesir, dan 
Afrika Utara. Pada waktu itu masing-masing bangsa memiliki 
ras, etnik, dan suku-suku yang saling berlainan dengan bangsa- 
bangsa lainnya. Juga dalam hal bahasa. Bangsa Persia, 
misalnya, berbeda dengan bangsa Romawi di Syam, berbeda 
pula dengan bangsa Qibthi di Mesir, berlainan pula dengan 
bangsa Barbar (orang-orang Moor) yang ada di Afrika Utara. 
Demikian pula halnya dengan adat-istiadat, kebiasaan- 
kebiasaan, dan agamanya, masing-masing saling berlainan. 
Namun tatkala mereka hidup di bawah naungan pemerintahan 
Islam, kemudian memahami Islam, pada akhirnya mereka 
berduyun-duyun masuk Islam secara keseluruhan. Jadilah 
mereka sebagai umat yang satu, yaitu umat Islam. Karena itu, 
keberhasilan qiyadah fikriyah Islam dalam mempersatukan 
bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada, merupakan 
keberhasilan cemerlang dan tiada duanya. Padahal waktu itu 
sarana transportasi dalam aktivitas penyebarlusan dakwah 
hanya menggunakan unta, sedangkan media penyebarannya 
melalui lisan dan pena. 

Akan halnya Futuhat, -yaitu pembebasan terhadap negeri- 
negeri lain-, hal itu dilakukan untuk menyingkirkan kekuatan 
dengan kekuatan, mendobrak penghalang yang bersifat fisik 
sehingga manusia terbebas dari berbagai tekanan agar mudah 
dibimbing oleh akalnya, dan ditunjuki fitrahnya. Sehingga 
mereka akhirnya memeluk agama Allah berbondong-bondong. 




78 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Ini sangat berbeda dengan model penaklukan keji, yang selalu 
menjauhkan negara/bangsa penakluk dengan negara/bangsa 
yang ditaklukkan, menjauhkan pihak yang menang dengan 
pihak yang kalah. Bukti konkrit dalam hal ini adalah penjajahan 
Barat terhadap negeri-negeri Timur selama puluhan tahun, 
walaupun pada akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Kalau 
tidak karena pengaruh tsaqofah mereka yang menyesatkan 
itu yang ( insya-Allah ) akan dimusnahkan, plus tekanan dari 
para penguasa bayaran -yang juga pasti akan dilenyapkan- 
tentulah kembalinya negeri-negeri tersebut ke pangkuan 
Islam, baik dilihat dari segi prinsip maupun peraturan- 
peraturannya, adalah perkara yang mudah dicapai secepat 
kedipan mata. 

Kembali kepada masalah yang tadi. Bahwa keberhasilan 
qiyadah fikriyah Islam dalam mempersatukan bangsa-bangsa 
di dunia adalah keberhasilan yang tiada bandingannya. Terbukti 
bangsa-bangsa tersebut hingga kini masih tetap 
mempertahankan ke-Islamannya sekalipun terdapat ancaman, 
kejahatan, serta tipu daya kolonialisme dalam menghancurkan 
akidah umat dan meracuni pikiran mereka. Bangsa-bangsa 
tersebut tetap akan mempertahankan kedudukannya sebagai 
umat Islam sampai hari Kiamat nanti. Tidak pernah sekali pun 
terjadi, bangsa yang telah memeluk Islam kemudian keluar 
(murtad) dari Islam. 

Mengenai keadaan kaum Muslim di Andalusia, 
sesungguhnya mereka telah dimusnahkan melalui mahkamah- 
mahkamah inquisisi dengan cara dibakar, dieksekusi dengan 
hukuman penggal leher. Begitu pula kaum Muslim di daerah 
Bukhara, Kaukasus dan Turkistan telah ditimpa cobaan besar 
seperti yang dialami oleh umat-umat terdahulu. Masuknya 
bangsa-bangsa tersebut ke dalam Islam, kelestariannya sebagai 
umat yang satu, dan kerasnya mereka dalam mempertahankan 
akidah, menggambarkan sejauh mana keberhasilan qiyadah 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 79 



fikriyah ini, dan betapa berhasilnya Daulah Islam dalam 
menerapkan sistem Islam. 

Kedua , hal lain yang menunjukkan keberhasilan qiyadah 
fikriyah Islam adalah bahwa umat Islam telah menjadi umat 
yang terkemuka di dunia dalam bidang hadlarah (peradaban), 
madaniyah (kemajuan sains dan teknologi), tsaqofah dan ilmu 
pengetahuan. Daulah Islam telah menjadi negara terbesar dan 
terkuat di dunia selama 12 abad, yaitu dari abad ke-7 sampai 
pertengahan abad ke-18 M. Daulah Islam merupakan 
kebanggaan dunia, seperti matahari yang memancarkan 
sinarnya sebagai penerang bagi umat lain di sepanjang kurun 
tersebut. Fakta ini adalah bukti lain yang memperkuat argumen 
sejauh mana keberhasilan qiyadah fikriyah Islam dan betapa 
berhasilnya Islam menerapkan undang-undang dan akidahnya 
atas umat manusia. Namun tatkala Daulah dan umat Islam 
melepaskan tugas mengemban qiyadah fikriyah Islam, ketika 
mereka tidak lagi mementingkan dakwah Islam, melalaikan 
kewajibannya memahami dan menerapkan Islam, maka pada 
saat itulah Daulah dan umat ini sirna di antara umat-umat lain. 

Berdasarkan hal ini kami berani mengatakan bahwa 
qiyadah fikriyah Islamlah satu-satunya qiyadah yang benar dan 
satu-satunya yang wajib diemban ke seluruh dunia. Apabila 
Daulah Islam yang mengemban qiyadah fikriyah ini muncul 
dan memainkan peranannya kembali, maka keberhasilan 
qiyadah fikriyah saat ini akan seperti keberhasilannya pada masa 
yang lalu. 

Kami telah mengatakan bahwa Islam sesuai dengan fitrah 
manusia dalam berbagai sistem dan peraturan yang terpancar 
dari Islam. Dalam hal ini, manusia tidak dianggap sebagai mesin 
robot yang bergerak sesuai dengan program, dan menjalankan 
peraturan tanpa ada perbedaan satu sama lain dalam hal tingkah 
laku, sesuai dengan ukuran dan data-data yang telah diprogram. 
Islam menganggap manusia sebagai makhluk sosial yang 




80 Peraturan Hidup Dalam Islam 



menerapkan peraturan dan mempunyai tingkat karakter dan 
kemampuan yang berbeda-beda. Karena itu, wajar kalau Islam 
di satu sisi berusaha untuk saling mendekatkan martabat 
manusia dan tidak menyamaratakan, dengan menjamin 
ketenteraman bagi semua pihak. Pada sisi lain, -dan ini pokok 
pembahasan sekarang-, bahwa dengan anggapan seperti ini 
ada saja individu-individu yang melanggar peraturan, 
menyimpang dari Islam. Sesuatu yang wajar jika dijumpai 
individu-individu yang tidak mentaati peraturan atau lalai, 
sehingga dalam masyarakat Islam juga dijumpai orang-orang 
fasik (berbuat maksiat), fajir (berbuat keji), ada pula orang-orang 
kafir dan munafik, orang-orang murtad bahkan atheis. Akan 
tetapi patokan sebuah masyarakat adalah masyarakat secara 
keseluruhan, yang memiliki pemikiran, perasaan, peraturan dan 
komunitas masyarakat. Sebuah masyarakat itu dianggap sebagai 
masyarakat Islam yang menerapkan sistem Islam, apabila unsur- 
unsur di atas tadi diwarnai oleh Islam. 

Sebagai bukti kebenaran hal ini, adalah tidak mungkin 
seorang pun menerapkan suatu peraturan seperti apa yang telah 
dilakukan Rasulullah SAW dalam menerapkan peraturan Islam. 
Sekalipun demikian, pada masa Rasulullah SAW terdapat orang- 
orang kafir, munafik, fasik, fajir, murtad , bahkan atheis. Akan 
tetapi, tak seorang pun berpendapat lain kecuali mengatakan 
secara pasti: Sesungguhnya Islam pada waktu itu telah 

diterapkan dengan sempurna dan masyarakat yang ada adalah 
masyarakat Islam” . Penerapan ini dilakukan terhadap manusia 
dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, bukan sebagai 
robot. 

Dengan demikian hanya Islam satu-satunya yang telah 
diterapkan terhadap umatnya secara total -baik bangsa Arab 
maupun non Arab-, sejak Nabi SAW menetap di Madinah 
sampai masa penjajahan yang menduduki negeri-negeri Islam. 
Kemudian sistem Islam diganti dengan sistem kapitalis. 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 81 



Berdasarkan hal ini terbukti bahwa Islam telah diterapkan 
secara praktis sejak tahun pertama Hijriyah hingga tahun 1336 
H (1918 M). Sepanjang masa itu, umat Islam tidak pernah 
menerapkan peraturan apa pun selain Islam. Bahkan tatkala 
kaum Muslim telah menerjemahkan berbagai jenis filsafat, ilmu 
pengetahuan dan tsaqofah asing yang beraneka ragam ke dalam 
bahasa Arab. Mereka sama sekali tidak menerjemahkan hukum, 
undang-undang maupun peraturan dari suatu bangsa mana 
pun — baik untuk dipraktekkan atau pun untuk dipelajari. Dalam 
kedudukannya sebagai suatu peraturan, Islam kadang-kadang 
diterapkan sempurna oleh kaum Muslim, kadang-kadang cacat, 
tergantung pada kuat lemahnya negara Islam, dalam dangkalnya 
pemahaman tentang Islam, juga gesit dan lambannya dalam 
mengembangkan qiyadah flkriyah Islam. Buruknya penerapan 
Islam di sebagian masa mengakibatkan masyarakat Islam 
mengalami kemunduran demi kemunduran. Ini sesuatu yang 
wajar terjadi pada sistem mana pun. Sebab, penerapan itu 
tergantung pada manusianya. Namun demikian, buruknya 
penerapan Islam bukan berarti sistem Islam tidak pernah 
diterapkan. Bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa sistem Islam 
pernah diterapkan. Dan tidak pernah diterapkan ideologi 
maupun sistem peraturan selain Islam. Yang menjadi patokan 
dalam penerapan adalah undang-undang dan peraturan yang 
dijalankan oleh negara. Kenyataannya Daulah Islam tidak 
pernah mengambil peraturan maupun undang-undang apapun, 
selain Islam. Memang dijumpai buruknya penerapan sebagian 
peraturan Islam yang dilakukan sebagian penguasa. Satu hal 
yang harus dipahami dengan jelas ketika kita hendak 
memproyeksikan penerapan Islam dalam sejarah, harus 
memperhatikan dua hal berikut ini: 

Pertama, hendaknya kita tidak mengambil sejarah dari 
musuh-musuh Islam, terutama mereka yang sangat membenci 
Islam. Kita hanya mengambilnya dari kalangan kaum Muslim 




82 Peraturan Hidup Dalam Islam 



setelah diseleksi secara kritis dan teliti, sehingga kita tidak sampai 
memperoleh gambaran yang buruk. Kedua , kita tidak boleh 
menggeneralisir masyarakat dari sejarah perorangan, atau 
menitikberatkan sejarah hanya pada satu sisi dari sebuah 
masyarakat. Adalah keliru apabila kita menggambarkan masa 
pemerintahan Bani Umayyah dengan hanya memfokuskan 
sejarah Yazid, misalnya. Atau, menggambarkan masa 
pemerintahan Bani Abbas dengan hanya mengambil sebagian 
peristiwa dan tingkah laku para Khalifah- nya. Demikian pula 
kita tidak boleh mencap masyarakat pada masa pemerintahan 
Bani Abbas dengan hanya membaca kitab Al Aghani yang 
dikarang untuk menceritakan tingkah laku para biduan, para 
pemabuk, penyair dan sastrawan; atau dengan membaca buku- 
buku tashawwuf dan buku-buku sejenisnya. Sehingga kita 
menyimpulkan bahwa masa itu adalah masa kefasikan dan 
kenistaan, atau masa zuhud dan uzlah. Hendaknya kita meneliti 
keadaan masyarakat secara menyeluruh. Satu hal yang perlu 
diperhatikan adalah bahwa sejarah masyarakat Islam tidak 
pernah ditulis dalam periode manapun. Yang ada hanyalah 
cerita-cerita tentang para penguasa dan sebagian para 
pejabatnya. Kebanyakan ditulis oleh orang-orang yang tidak 
layak dipercaya. Mereka itu pada umumnya, kalau tidak para 
pencela, pasti para pemuja, sehingga tidak satupun yang dapat 
diterima riwayatnya. 

Dengan demikian, tatkala kita mempelajari masyarakat 
Islam dengan pandangan seperti ini, yaitu mempelajarinya 
secara kritis dan teliti dari seluruh aspek, tentu akan kita dapati 
bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat terbaik dari 
masyarakat lain yang pernah ada di dunia. Karena memang 
demikianlah keadaannya pada abad pertama, kedua, ketiga, 
lalu berlanjut pada abad-abad berikutnya hingga 
pertengahan abad ke-12 Hijriyah. Akan kita jumpai bahwa 
masyarakat telah menerapkan Islam di sepanjang sejarahnya 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 83 



sampai berakhirnya masa Daulah Utsmaniyah yang merupakan 
Daulah Islam. 

Perlu diperhatikan juga bahwa sejarah tidak boleh 
dijadikan sebagai sumber rujukan bagi peraturan dan fiqih. 
Peraturan hanya diambil dari sumber-sumber fiqih, bukan dari 
sejarah, sebab sejarah bukanlah sumber fiqih. Sebagai contoh, 
apabila kita hendak memahami sistem komunis, maka kita tidak 
dapat mengambilnya dari sejarah Rusia akan tetapi 
mengambilnya dari buku-buku ideologi komunis. Begitu pula 
jika kita hendak mengetahui perundang-undangan Inggris, maka 
kita tidak bisa mengambilnya dari sejarah Inggris, akan tetapi 
mengambilnya dari kodifikasi hukum Inggris itu sendiri. Kaedah 
ini berlaku untuk setiap sistem dan undang-undang. 

Begitu pula halnya dengan Islam sebagai ideologi yang 
memiliki akidah dan peraturan. Apabila kita ingin mengetahui 
dan mengambilnya, maka sama sekali tidak dibenarkan 
menjadikan sejarah sebagai sumber rujukan, tidak dari segi 
pengetahuan tentang peraturannya dan tidak pula dari segi cara 
pengambilan hukum-hukumnya (istinbath). 

Adapun dari segi sumber pengetahuan tentang peraturan, 
hal ini dapat diambil dari buku-buku fiqih Islam. Sedangkan 
sumber pengambilan hukum ( istinbath ), dapat diketahui dari 
pengambilan dalil-dalilnya yang rinci. Itulah sebabnya tidak 
dibenarkan meletakkan sejarah sebagai rujukan (sumber) bagi 
peraturan Islam, baik dilihat dari segi pengetahuan tentang 
peraturan maupun dari segi pengambilan dalil-dalilnya. Dengan 
demikian tidak dibenarkan menjadikan sejarah Umar bin 
Khaththab, Umar bin Abdul Azis, Harun al-Rasyid, dan lain- 
lain sebagai sumber hukum, baik dilihat dari berbagai peristiwa 
sejarah yang menuturkan mereka maupun buku-buku yang 
dikarang tentang biografi mereka. Apabila ada pendapat Umar 
dalam suatu perkara diikuti, tidak lain karena itu merupakan 
hukum syara yang di- istin b afh-kan dan diterapkan oleh Umar. 




84 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Sama halnya dengan mengikuti hukum yang telah di - istinbath - 
kan oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ja’far dan 
sebagainya; bukan diikuti karena itu adalah peristiwa sejarah. 
Jadi sejarah tidak mendapatkan porsi dalam pengambilan 
peraturan, atau untuk mengetahuinya. Lebih dari itu, untuk 
mengetahui apakah peraturan itu pernah diterapkan atau tidak, 
juga tidak dapat diambil dari sejarah melainkan dari fiqih. Sebab, 
setiap periode memiliki problematikanya sendiri yang 
dipecahkan dengan peraturan. Untuk mengetahui peraturan 
apa yang digunakan untuk memecahkan problematika tersebut, 
kita tidak dapat merujuk kepada peristiwa sejarah. Sejarah hanya 
memberitahu kita tentang berita/informasi yang menyangkut 
kejadian di masa lampau. Kita harus kembali pada peraturan 
yang pernah diterapkan, yang tidak lain adalah fiqih Islam. 
Setelah kita kembali kepada fiqih Islam, di dalamnya tidak 
dijumpai satu peraturanpun yang diambil kaum Muslim berasal 
dari bangsa-bangsa lain. Dan tidak ada satu peraturanpun yang 
ditetapkan oleh kaum Muslim berdasarkan pendapatnya semata. 
Yang kita jumpai adalah bahwasanya peraturan tersebut 
seluruhnya terdiri dari hukum-hukum syara’ yang di -istinbath dari 
dalil-dalil syara’. Dan bahwasanya kaum Muslim selalu bersikap 
tegas dalam memurnikan fiqih dari pendapai/hasil istinbath yang 
lemah. Sampai-sampai mereka melarang mengikuti pendapat yang 
lemah, sekalipun berasal dari seorang mujtahid mutlak. 

Karena itu, tidak ada satu sistem perundang-undangan 
di seluruh dunia Islam yang mengandung satu hukum selain 
dari fiqih Islam. Yang ada hanya fiqih Islam saja. Fakta ini, yaitu 
hanya ada satu-satunya teks fiqih bagi satu umat tanpa ada 
teks yang lain, adalah bukti yang menunjukkan bahwa umat 
tidak pernah menggunakan teks apapun dalam pembuatan 
perundang-undangannya selain dari nash. 

Perihal sejarah, kalaupun kita ingin menoleh kepadanya, 
tidak lain hanya untuk mengetahui bagaimana cara penerapan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 85 



peraturan. Bisa saja sejarah mencatat berbagai peristiwa politik, 
sehingga dapat diketahui tata cara penerapan peraturan. 
Meskipun hal ini boleh diambil tetapi hanya dari sejarawan 
muslim, dan itupun setelah diteliti dengan cermat. 

Sejarah itu mempunyai tiga sumber: pertama, catatan- 
catatan sejarah, kedua, peninggalan-peninggalan sejarah, 
dan ketiga, riwayat. Catatan-catatan sejarah tidak dapat 
dijadikan sumber secara mutlak, karena catatan-catatan itu 
selalu dipengaruhi oleh situasi politik di setiap zaman, dan 
senantiasa tercampur dengan kepalsuan, baik dengan 
mendukung orang-orang tertentu di masa penulisannya, atau 
menentang orang-orang tersebut yang ditulis pada masa 
sesudahnya. Bukti konkrit yang menunjukkan hal ini ialah 
sejarah keluarga Muhammad Ali Pasya (seorang Wali di Mesir 
pada masa Utsmaniyah). Sebelum tahun 1952 M keluarga 
itu memiliki gambaran yang positif. Akan tetapi setelah tahun 
1952 M, ternyata sejarah berubah sama sekali, menjadi 
gambaran hitam yang bertolak belakang dengan masa 
sebelumnya. Begitu pula halnya dengan sejarah kejadian 
politik di zaman kita ataupun periode sebelumnya. Karena 
itu, kita tidak boleh menjadikan catatan-catatan sejarah 
sebagai sumber bagi sejarah, sekalipun hal itu merupakan 
catatan harian yang ditulis oleh orang bersangkutan. 

Peninggalan-peninggalan sejarah, selama dipelajari 
dengan obyektif dapat menunjukkan fakta sejarah. Sekalipun 
peninggalan-peninggalan sejarah itu tidak mampu membentuk 
rantai sejarah, akan tetapi dapat menunjukkan kepastian 
sebagian peristiwa. Jika kita meneliti peninggalan-peninggalan 
sejarah di setiap negeri kaum Muslim, baik berupa bangunan, 
peralatan, atau apa saja yang dianggap sebagai peninggalan 
sejarah, akan menunjukkan bukti yang pasti bahwa tidak pernah 
ada di seluruh dunia Islam, kecuali hanya Islam, serta peraturan 
dan hukum-hukum Islam semata. Begitu pula seluruh aspek 




86 Peraturan Hidup Dalam Islam 



kehidupan kaum Muslim serta segala tingkah lakunya, semuanya 
serba Islam, bukan yang lain. 

Mengenai sumber yang ketiga, yaitu riwayat, termasuk 
sumber-sumber yang layak dipercaya dan dapat dijadikan 
sebagai pegangan, selama riwayatnya benar. Persis sama dengan 
cara yang ditempuh dalam periwayatan sebuah hadits. Dengan 
cara inilah hendaknya sejarah ditulis. Kita menjumpai kaum 
Muslim, ketika mereka mulai menulis buku sejarah, 
menggunakan metode riwayat. Itu terlihat pada buku-buku 
sejarah lama, seperti tarikh Thabari, sirah Ibnu Hisyam, dan 
sebagainya, yang dikarang dengan metode ini. Atas dasar inilah, 
kaum Muslim tidak boleh mengajarkan sejarah Islam kepada 
putra-putrinya melalui catatan-catatan sejarah yang dikarang 
dengan merujuk kepada catatan lainnya. Begitu juga untuk 
memahami penerapan peraturan Islam tidak boleh merujuk 
pada buku/catatan sejarah. Dari sini tampak jelas bahwa hanya 
Islam satu-satunya yang diterapkan atas seluruh umat Islam di 
setiap masa. Bukan yang lain. 

Sayangnya sejak berakhir perang dunia pertama dengan 
kemenangan di pihak Sekutu, Lord Allenby, panglima perang 
Sekutu tatkala menaklukkan Baitul Maqdis berkata: “ Sekarang 
berakhirlah perang Salib”. Sejak saat itu para penjajah kafir 
mulai menerapkan berbagai peraturan kapitalis di tengah-tengah 
kehidupan kita, mencakup seluruh aspek kehidupan, agar 
kemenangannya bersifat abadi. Maka kita wajib mengubah 
peraturan yang busuk dan rusak ini. Dengan peraturan ini 
kolonialisme terus berlanjut di negeri-negeri kita. Kita harus 
membongkar dari akarnya secara total, bahkan sampai yang 
sekecil-kecilnya sehingga kita dapat mengembalikan lagi 
kehidupan Islam. 

Sungguh suatu kedangkalan berpikir apabila kita ingin 
mengganti sistem peraturan kita dengan peraturan lain. Adalah 
pemikiran bodoh apabila umat ini hanya menerapkan peraturan 




Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam 87 



saja tanpa memperhatikan akidah, yang dapat 
menyelamatkannya. Yang harus dilakukan umat adalah 
memeluk akidah dahulu, baru kemudian menerapkan peraturan 
yang terpancar dari akidah ini. Pada saat itulah umat dapat 
diselamatkan setelah menerima akidah dan menerapkan 
peraturan (Islam). Inilah jalan yang harus ditempuh oleh umat 
yang terikat dengan mabda tertentu. Yang menjadikan mabda 
tersebut sebagai landasan bagi negaranya. Adapun umat dan 
bangsa-bangsa lain tidak perlu menganut satu mabda hingga 
sebuah mabda diterapkan atas mereka. Yang diharuskan adalah 
umat yang telah menganut akidah dan mengembannya, 
kemudian menerapkannya kepada bangsa atau umat mana saja, 
sekalipun mereka tidak menganut mabda tersebut. Karena, hal 
ini akan membawa kebangkitan juga bagi bangsa tersebut, 
malah akan menarik perhatian untuk memeluk mabda itu. 
Memeluk mabda bukanlah syarat bagi umat yang akan dikenai/ 
diterapkan kepadanya mabda. Mabda wajib dianut dan menjadi 
syarat mutlak bagi pihak yang akan menerapkannya. 

Adalah sangat berbahaya jika kita mengambil 
nasionalisme, dan peraturan sosialis. Sosialisme tidak dapat 
diambil secara terpisah dari ide dasarnya yaitu materialisme, 
karena tidak akan menghasilkan sesuatu dan tidak pula 
mempunyai pengaruh (terhadap masyarakat). Juga tidak bisa 
diambil secara bersamaan dengan ide-dasarnya, yaitu 
materialisme, karena ide tersebut merupakan pemikiran yang 
negatif yang berlawanan dengan fitrah manusia, bahkan bisa 
mendorong umat Islam meninggalkan akidahnya. Kita juga tidak 
boleh mengambil sosialisme dari satu segi, sementara aspek 
kerohaniannya dari Islam. Sikap seperti ini, berarti kita tidak 
mengambil Islam, juga tidak sosialisme. Keduanya saling 
bertentangan, disamping banyaknya kekurangan dalam 
sosialisme. Kita tidak diperkenankan mengambil peraturan 
Islam, sementara akidah yang memancarkan peraturannya 




88 Peraturan Hidup Dalam Islam 



ditinggalkan. Sebab, dengan cara ini kita mengambil peraturan 
bagaikan tubuh yang tidak memiliki ruh. Kita harus mengambil 
Islam secara sempurna, baik akidah maupun peraturannya; serta 
hendaknya kita mengemban qiyadah fikriyah Islam pada saat 
kita mengemban dakwah Islam. 

Sesungguhnya jalan kebangkitan kita hanya satu, yaitu 
melanjutkan kembali kehidupan Islam. Tidak ada jalan lain 
untuk melanjutkan kehidupan Islam itu kecuali dengan tegaknya 
Daulah Islam. Dan hal itu tak dapat diraih kecuali kita mengambil 
Islam secara total: yaitu mengambil Islam sebagai akidah yang 
mampu memecahkan masalah utama (al-uqdatul kubra) 
manusia, yang diatasnya dibangun pandangan hidup; juga 
mengambilnya sebagai peraturan yang terpancar dari akidah 
Islam. Asas peraturan ini adalah KitabuIIah dan Sunah Rasul- 
Nya, sedangkan kekayaan khazanahnya adalah tsaqofah Islam 
yang mencakup fiqih, hadits, tafsir, bahasa dan lain sebagainya. 
Tidak ada jalan menuju ke arah itu melainkan dengan 
mengemban qiyadah fikriyah Islam secara total, yaitu dengan 
cara mendakwahkan Islam, serta dengan cara mewujudkan 
Islam secara sempurna di setiap negeri. Apabila qiyadah fikriyah 
Islam sampai kepada umat dan Daulah Islam , barulah kita dapat 
mengembangkan qiyadah fikriyah ke seluruh penjuru dunia. 

Inilah satu-satunya jalan untuk menghasilkan 
kebangkitan: yaitu dengan mengemban qiyadah fikriyah Islam 
kepada kaum Muslim untuk melangsungkan kembali kehidupan 
Islam. Kemudian menyebarluaskannya kepada umat manusia 
melalui Daulah Islam. 




89 



TATACARA MENGEMBAN 

DAKWAH ISLAM 



Hl aum Muslim tidak pernah mengalami kemunduran dari 
1 1 posisinya sebagai pemimpin dunia selama tetap 
I 1 berpegang teguh pada agamanya. Kemunduran kaum 
Muslim mulai tampak tatkala mereka meninggalkan dan 
meremehkan ajaran-ajaran agama; membiarkan peradaban 
asing masuk menyerbu negeri-negeri mereka; membiarkan 
paham-paham Barat bercokol dalam benak mereka. 
Kemunduran itu terjadi pada saat kaum Muslim mengabaikan 
qiyadah fikriyah Islam. Ketika mereka mulai surut dalam 
mengemban dakwah Islam, dan menyalahi pelaksanaan hukum- 
hukum Islam. Itulah sebabnya, kaum Muslim harus melanjutkan 
kembali kehidupan Islam agar kebangkitan yang didambakan 
dapat dicapai kembali. Kaum Muslim tidak akan mungkin dapat 
melanjutkan kehidupan Islam kecuali jika mereka mengemban 
dakwah Islam; dengan jalan mengemban qiyadah fikriyah Islam 
dan berhasil mewujudkan Daulah Islam -melalui dakwahnya 
ini- yang mampu mengemban qiyadah fikriyah Islam dengan 
menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh dunia. 




90 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Patut diperhatikan dengan saksama, bahwa usaha 
mengemban qiyadah fikriyah ini -yaitu dengan cara 
menyebarluaskan dakwah Islam- adalah dalam rangka 
membangkitkan kaum Muslim. Karena hanya Islamlah satu- 
satunya yang bisa memperbaiki dunia ini. Disamping itu -tentu 
saja- karena kebangkitan yang sebenarnya tidak akan tercapai 
kecuali hanya dengan Islam, baik untuk kaum Muslim maupun 
bagi bangsa yang lain. Berdasarkan pandangan ini hendaknya 
dakwah Islam dikembangkan. 

Dalam mengembangkan dakwah Islam hendaknya kita 
berpegang kepada suatu prinsip, yaitu menyebarluaskannya 
sebagai qiyadah fikriyah bagi seluruh dunia. Di atas qiyadah 
fikriyah ini dibangun seluruh bentuk pemikiran. Dan dari 
pemikiran-pemikiran ini mengalir seluruh bentuk persepsi yang 
mempengaruhi pandangan hidup (manusia) tanpa kecuali. 

Mengemban dakwah Islam pada saat ini, hendaknya 
dikembangkan dengan metode yang sama sebagai mana masa- 
masa sebelumnya, yaitu dengan menjadikan metode dakwah 
Rasulullah SAW sebagai suri tauladan. Tidak boleh berpaling 
sedikitpun dari metode tersebut, baik secara keseluruhan 
maupun dalam rinciannya, dan tanpa memperhatikan lagi 
perkembangan zaman. Sebab, yang berkembang hanyalah 
sarana dan bentuk kehidupan, sementara nilai dan maknanya 
sama sekali tidak akan berubah, walaupun zaman terus berputar, 
dan bangsa-bangsa maupun negeri-negeri berbeda-beda. 

Karena itu, mengemban dakwah Islam membutuhkan 
sikap terus terang dan keberanian, kekuatan dan pemikiran. 
Menentang setiap perkara yang bertentangan dengan ide 
maupun metode. Menghadapinya dengan cara menjelaskan 
kepalsuannya, tanpa melihat lagi hasil dan kondisi yang ada. 

Mengemban dakwah Islam harus meletakkan kedaulatan 
secara mutlak hanya untuk mabda Islam, tanpa 
mempertimbangkan apakah hal itu sesuai dengan keinginan 




Tatacara Mengemban Dakwah Islam 91 



masyarakat umum atau justru bertentangan; apakah sesuai 
dengan adat istiadat ataukah bertolak belakang; apakah mabda 
itu diterima masyarakat, ditolak atau malah dimusuhi. Seorang 
pengemban dakwah tidak akan mencari muka dan berbasa- 
basi di depan masyarakat; bermuka dua atau bersikap toleran 
terhadap penguasa. Seorang pengemban dakwah tidak akan 
mempedulikan kebiasaan dan adat istiadat masyarakat. Dia 
tidak akan memperhitungkan apakah dakwahnya diterima 
masyarakat ataukah ditolak. Dia akan tetap berpegang teguh 
pada prinsip mabda Islam saja, dan akan menyuarakan mabda 
itu saja, tanpa menghitung-hitung nilai lainnya. Tidak boleh 
mengatakan kepada orang-orang yang ber-mabda lain: Pegang 
teguhlah prinsip kalian ’, tetapi hendaknya mereka diajak -tanpa 
paksaan- untuk memeluk mabda Islam. Dakwah menuntut 
kedaulatan hanya untuk Islam saja, bukan untuk yang lain, dan 
hanya Islam yang berkuasa di tengah-tengah masyarakat, 
sebagaimana firman Allah SWT : 

' s' s' ' 

S' 's' 

u Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) 
petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar, untuk 
dimenangkan-Nya atas seluruh agama, walaupun orang- 
orang musyrik tidak menyukainya’ (TQS. At-Taubah [9]: 

33). 

Rasulullah SAW datang ke dunia dengan membawa 
Risalah Islam, menyampaikannya secara terus terang dan 
menantang. Beliau meyakini kebenaran risalah yang 
diembannya kepada masyarakat, menantang dunia secara 
keseluruhan, mengumumkan perang atas seluruh manusia, baik 




92 Peraturan Hidup Dalam Islam 



yang berkulit merah maupun hitam, tanpa memperdulikan lagi 
adat istiadat, tradisi, kebiasaan-kebiasaan, agama/kepercayaan, 
sikap para penguasa ataupun rakyat banyak. Beliau tidak 
memperhatikan apapun selain dari risalah Islam. Rasulullah 
SAW memulai dakwahnya kepada orang-orang Quraisy dengan 
mencela dan menyinggung tuhan-tuhan mereka, menentang 
dan meremehkan seluruh kepercayaan-kepercayaan mereka. 
Sementara beliau saat itu sendirian dan diisolir oleh masyarakat, 
tanpa pendukung dan tanpa bekal selain imannya yang amat 
dalam terhadap Islam yang beliau serukan. Beliau sama sekali 
tidak memperhatikan kebiasaan dan adat istiadat bangsa Arab, 
tidak memperhatikan agama-agama dan kepercayaan- 
kepercayaan mereka; tidak bermanis muka atau memperhatikan 
perasaan/reaksi mereka. 

Demikianlah seharusnya sikap dan tindakan seorang 
pengemban dakwah Islam, yaitu menyampaikan dakwah secara 
terang-terangan; menentang segala kebiasaan, adat istiadat, ide- 
ide sesat, dan persepsi yang salah; bahkan menentang opini 
umum masyarakat kalau memang keliru, sekalipun untuk ini 
dia harus bermusuhan. Begitu pula dia akan menentang 
kepercayaan-kepercayaan dan agama-agama yang ada, 
sekalipun harus berhadapan dengan kefanatikan para 
pemeluknya atau harus menghadapi kebencian orang-orang 
yang dungu dalam kesesatannya. 

Mengemban dakwah Islam mengharuskan keseriusan 
dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, 
dan tidak meremehkannya sedikit pun. Seorang pengemban 
dakwah tidak akan mengambil jalan kompromi dan tidak akan 
mengorbankan nilai-nilai Islam, tidak lalai dan tidak akan 
menunda-nunda. Segala hal (yang menyangkut urusan dakwah) 
segera dituntaskan dengan sempurna, sedini mungkin 
diselesaikan, dan tidak menerima tawar-menawar dalam 
memperjuangkan kebenaran. Rasulullah SAW tidak menerima 




Tatacara Mengemban Dakwah Islam 93 



tawaran delegasi Tsaqif bahwa mereka akan masuk Islam apabila 
Rasulullah membiarkan berhala mereka (tidak dihancurkan), 
yakni Latta , selama tiga tahun, dan membebaskan mereka dari 
kewajiban shalat. Beliau serta merta menolak usulan mereka 
untuk membiarkan Latta barang dua tahun atau sebulan seperti 
yang mereka minta. Bahkan beliau menolak semua usulan 
mereka dengan tegas, tanpa sedikit pun ragu atau bimbang. 
Sebab, manusia hanya memiliki dua pilihan: iman atau kufur, 
karena tempat kembali itu juga hanya dua, kalau tidak ke Surga 
tentu ke Neraka. Rasulullah SAW hanya menerima tawaran 
mereka agar bukan mereka sendiri yang menghancurkan berhala 
Latta. Beliau lalu menugaskan Abu Sufyan dan Mughirah bin 
Syu’bah untuk menghancurkannya. Memang benar, beliau tidak 
menerima apapun selain akidah yang sempurna dan pelaksanaan 
peraturan yang sudah menjadi keharusan. Tentang sarana dan 
bentuknya, ternyata beliau menerimanya. Karena, kedua tawaran 
mereka itu tidak berhubungan dengan inti akidah. Karena itu, 
dakwah Islam harus selalu mempertahankan kesempurnaan fikrah 
Islam serta kesempurnaan pelaksanaannya, tanpa ada toleransi 
sedikitpun, baik dalam fikrah maupun metode. Jadi, tidak masalah 
apabila ingin menggunakan sarana yang dikehendakinya. 

Mengemban dakwah Islam mengharuskan setiap langkah- 
langkahnya memiliki tujuan tertentu, dan mengharuskan para 
pengemban dakwah senantiasa memperhatikan tujuan itu. 
Selalu berusaha secara terus-menerus untuk mencapai tujuan 
tersebut. Bersungguh-sungguh dan tidak pernah beristirahat 
demi tercapainya target dakwah. Karena itu, kita dapati mereka 
tidak akan puas hanya sekadar berpikir tanpa berbuat. Sebab, 
hal ini dianggap sebagai falsafah khayalan yang membius. 
Mereka tidak akan rela hanya berpikir dan berbuat tanpa 
mempunyai tujuan. Sebab, yang demikian itu bagaikan seorang 
yang berjalan di tempat dan akan selalu berakhir pada 
kejumudan dan keputusasaan. Disamping itu mereka selalu 




94 Peraturan Hidup Dalam Islam 



bersikap tegas dalam menggabungkan pemikiran dengan amal 
perbuatan, serta mengarahkan kedua-duanya untuk merealisir 
tujuan, yang mereka usahakan secara nyata hingga tercapai. 

Rasulullah SAW pada mulanya mengemban qiyadah 
fikriyah Islam di Makkah. Namun, tatkala melihat bahwa 
masyarakat Makkah tidak sanggup menjadikan Islam sebagai 
peraturan kemasyarakatan, beliau lalu mempersiapkan 
masyarakat Madinah. Di sinilah beliau membangun negara dan 
menerapkan Islam, mengembangkan risalahnya, seraya 
mempersiapkan umatnya -untuk mengembangkan risalah Islam- 
sepeninggal beliau agar tetap berjalan pada garis yang telah 
beliau tentukan. Berdasarkan hal ini dakwah Islam dalam 
keadaan tidak ada seorang Khalifah bagi kaum Muslim, harus 
mencakup dua bagian. Pertama, dakwah mengajak memeluk 
Islam; dan kedua, dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam 
dengan berusaha mendirikan Daulah Islam yang menerapkan 
(sistem hukum) Islam dan yang akan mengemban risalah Islam 
ke seluruh dunia. Dengan cara ini, maka dakwah akan beralih 
dari dakwah yang tujuannya melanjutkan kehidupan Islam di 
tengah-tengah umat, menuju dakwah yang dikembangkan oleh 
negara ke seluruh dunia. Juga, akan beralih dari dakwah yang 
bersifat lokal di dunia Islam menuju dakwah yang bersifat 
internasional. 

Dakwah mengajak memeluk Islam ditujukan untuk 
memperbaiki setiap akidah/kepercayaan, menguatkan 
hubungan dengan Allah SWT, dan menjelaskan kepada 
masyarakat berbagai pemecahan problematika kehidupannya. 
Dengan cara ini, dakwah akan dinamis dan mencakup seluruh 
aspek kehidupan. Sebagai contoh, ketika Rasulullah SAW masih 
di Makkah sering membacakan di tengah-tengah masyarakat: 





Tatacara Mengemban Dakwah Islam 95 



“Binasalah kedua tangan Abu Lahab (pemimpin Quraisy itu) ” 

(TQS. Al-Lahab [111]: 1). 



Pada saat yang sama beliau juga membacakan: 




“Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu 
(Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. Dan AI- 
Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair, sedikit sekali 
kamu beriman kepadanya.” (TQS. Al-Haaqqah [69]: 40- 

41). 



Dalam kesempatan lain beliau membaca: 








“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) 
orang-orang yang bila menerima takaran dari orang lain 
mereka minta dipenuhi. Dan bila mereka menakar atau 
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (TQS. 
Al-Muthaffifin [83]: 1-3). 




Atau beliau membaca: 




96 Peraturan Hidup Dalam Islam 



“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan 
amal-amal yang shaleh, bagi mereka Surga yang mengalir 
di bawahnya sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang 
besar ” (TQS. Al-Buruj [85]: 11) 

Ketika di Madinah beliau membaca: 




“(Lalu) Dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat ” (TQS. Al 
Baqarah [2]: 43). 



juga membaca ayat-ayat lain seperti: 




“Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan merasa ringan 
ataupun berat, dan berjihadlah dengan harta serta dirimu di 
jalan Allah” (TQS. At-Taubah [9]: 41) 






“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan 
transaksi tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, 
hendaklah kamu menuliskannya ” (TQS. Al-Baqarah [2]: 
282) 





Tatacara Mengemban Dakwah Islam 97 



“...supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang 
orang kaya saja di antara kamu’ (TQS. Al-Hasyr [59]: 7) 



9 - * 

r* 








J J 






“Tiada sama penghuni-penghuni Neraka dengan penghuni- 
penghuni Surga. Penghuni-penghuni Surga itulah orang- 
orang yang beruntung 7 (TQS. Al-Hasyr [59]: 20). 



Dengan demikian dakwah Islam harus menyajikan 
peraturan-peraturan yang dapat memecahkan problematika 
kehidupan manusia. Sebab, rahasia keberhasilan dakwah Islam 
adalah keberadaannya yang dinamis dan mampu 
menyelesaikan seluruh problematika kehidupan manusia secara 
utuh, sehingga terjadi perombakan yang menyeluruh terhadap 
diri manusia. 

Para pengemban dakwah tentu tidak akan sanggup 
memikul beban tanggung jawab (dakwah) dan kewajiban- 
kewajibannya kecuali jika mereka menanamkan pada dirinya 
cita-cita untuk mengarah pada jalan kesempurnaan; selalu 
mengkaji dan mencari kebenaran; serta senantiasa meneliti 
kembali secara berulang-ulang setiap sesuatu yang sudah 
mereka ketahui agar dapat dibersihkan dari segala pemikiran 
asing yang mungkin mempengaruhinya. Disamping itu selalu 
menjauhkan pemikirannya dari segala sesuatu yang apabila 
didekati akan menyebabkan pemikirannya terjerumus. Semua 
ini bertujuan agar ide-ide yang mereka kembangkan tetap murni 
dan terpelihara. Kemurnian ide adalah satu-satunya jaminan 
untuk keberhasilan yang terus-menerus. 

Disamping itu para pengemban dakwah harus 
menunaikan kewajibannya sebagai sesuatu yang dibebankan 




98 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Allah di pundak mereka. Mereka melakukannya dengan gembira 
dan mengharapkan keridlaan Allah. Mereka tidak berharap dari 
amal perjuangannya itu imbalan (dari manusia), tidak 
menunggu ucapan terima kasih dan tidak mencari sesuatu 
apapun, kecuali keridlaan Allah semata. 




99 



HADLARAH ISLAM 



T erdapat perbedaan antara Hadlarah dan Madaniyah. 
Hadlarah adalah sekumpulan mafahim (ide yang dianut 
dan mempunyai fakta) tentang kehidupan. Sedangkan 
Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang 
terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. 
Hadlarah bersifat khas, terkait dengan pandangan hidup. 
Sementara madaniyah bisa bersifat khas, bisa pula bersifat umum 
untuk seluruh umat manusia. Bentuk-bentuk madaniyah yang 
dihasilkan dari hadlarah , seperti patung, termasuk madaniyah 
yang bersifat khas. Sedangkan bentuk-bentuk madaniyah yang 
menjadi produk kemajuan sains dan perkembangan teknologi/ 
industri tergolong madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh 
umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini bukan milik 
umat tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains 
dan teknologi/industri. 

Perbedaan antara hadlarah dengan madaniyah harus selalu 
diperhatikan. Begitu pula harus diperhatikan perbedaan antara 
bentuk-bentuk madaniyah yang menjadi produk suatu hadlarah , 



1 00 Peraturan Hidup Dalam Islam 



dengan bentuk-bentuk madanikah yang merupakan produk sains 
dan teknologi/industri. Hal ini amat penting pada saat kita akan 
mengambil madaniyah , agar kita dapat membedakan bentuk- 
bentuknya atau agar dapat membedakannya dengan hadlarah. 
Jadi, tidak ada larangan bagi kita untuk mengambil bentuk- 
bentuk madaniyah Barat yang menjadi produk sains dan 
teknologi/industri. Namun madaniyah Barat yang merupakan 
produk hadlarah- nya, jelas tidak boleh kita ambil, karena jelas- 
jelas bertentangan dengan hadlarah Islam, baik dari segi asas 
dan pandangannya terhadap kehidupan, maupun dari arti 
kebahagiaan hidup bagi manusia. 

Hadlarah Barat dibangun berdasarkan pemisahan agama 
dari kehidupan dan pengingkaran terhadap peran agama dalam 
kehidupan. Hal ini berakibat munculnya paham sekular, yaitu 
pemisahan agama dari urusan negara -suatu hal yang wajar bagi 
mereka yang memisahkan agama dari kehidupan dan 
mengingkari keberadaan agama dalam kehidupan. Diatas 
landasan inilah mereka tegakkan sendi-sendi kehidupan beserta 
peraturan-peraturannya. 

Kehidupan menurut mereka hanya untuk (meraih) 
manfaat/maslahat. Manfaat menjadi ukuran bagi setiap perbuatan 
mereka. Manfaat merupakan dasar tegaknya sistem dan hadlarah 
Barat. Dari sinilah manfaat menjadi paham yang menonjol dalam 
sistem dan hadlarah ini. Menurut mereka, kehidupan ini semata- 
mata hanya digambarkan dalam kerangka manfaat. Sedangkan 
kebahagian mereka artikan sebagai usaha untuk mendapatkan 
sebanyak mungkin kenikmatan jasmani, serta tersedianya seluruh 
sarana kenikmatan tersebut. Dengan demikian hadlarah Barat 
adalah hadlarah yang dibangun berdasarkan mashlahat saja. 
Tidak ada nilai lain selain manfaat. Mereka tidak mengakui apapun 
selain manfaat. Mereka jadikan manfaat sebagai ukuran bagi setiap 
perbuatan. Aspek kerohanian -menurut mereka-, menjadi urusan 
pribadi yang tidak ada hubungannya dengan masyarakat, dan 




Hadlarah Islam 101 



terbatas hanya pada lingkungan gereja serta para gerejawan. 
Wajar, dalam hadlarah Barat tidak terdapat nilai-nilai moral, 
rohani, dan kemanusiaan. Yang ada hanya nilai-nilai materi dan 
manfaat saja. Atas dasar inilah segala aktivitas kemanusiaan 
diambil alih oleh organisasi-organisasi yang berdiri sendiri di luar 
pemerintahan, seperti organisasi Palang Merah dan missi-missi 
zending. Seluruh nilai-nilai telah tercabut dari kehidupan kecuali 
nilai materi, yaitu memperoleh keuntungan. Jelas bahwa hadlarah 
Barat sebenarnya adalah himpunan dari mafahim tentang 
kehidupan sebagaimana diuraikan sebelumnya. 

Adapun hadlarah Islam berdiri di atas landasan yang 
bertentangan dengan landasan hadlarah Barat. Pandangannya 
tentang kehidupan dunia juga berbeda dengan yang dimiliki oleh 
hadlarah Barat. Demikian pula arti kebahagiaan hidup menurut 
Islam sangat berlawanan dengan arti kebahagiaan hidup menurut 
hadlarah Barat. Hadlarah Islam berdiri atas dasar iman kepada 
Allah SWT, dan bahwasanya Dia telah menjadikan untuk alam 
semesta, manusia, dan hidup ini suatu aturan yang masing- 
masing harus mematuhinya. Diutusnya untuk kita, Nabi 
Muhammad SAW dengan membawa Agama Islam. Jadi, 
hadlarah Islam berdiri di atas dasar akidah Islam yaitu beriman 
kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab 
suci-Nya, Hari Kiamat, serta kepada Qadla dan Qadar baik 
buruknya dari Allah SWT. Akidahlah yang menjadi dasar bagi 
hadlarah ini. Dengan demikian hadlarah ini berlandaskan pada 
asas yang memperhatikan ruh (yaitu hubungan manusia dengan 
Pencipta) . 

Konsep kehidupan menurut hadlarah Islam, dapat dilihat 
dalam konsep dasar Islam yang lahir dari akidah Islam serta yang 
menjadi dasar bagi kehidupan dan perbuatan manusia di dunia. 
Konsep dasar itu adalah penggabungan materi dengan ruh, yaitu 
menjadikan semua perbuatan manusia berjalan sesuai dengan 
perintah Allah dan larangan-Nya. Konsep ini yang menjadi dasar 




1 02 Peraturan Hidup Dalam Islam 



pandangannya tentang kehidupan. Sebab, pada hakekatnya 
perbuatan manusia itu adalah materi. Sedangkan kesadaran 
manusia akan hubungannya dengan Allah -pada saat perbuatan 
itu dilakukan-, ditinjau dari halal-haram-nya perbuatan, adalah 
ruh. Maka terjadilah penggabungan antara materi dengan ruh. 
Dengan demikian jalur perbuatan seorang muslim adalah perintah 
Allah dan larangan-Nya. Sedangkan tujuan yang mengarahkan 
amal perbuatan agar berjalan di atas jalur perintah Allah dan 
larangan-Nya adalah keridlaan Allah semata, bukan manfaat. 
Sedangkan maksud dilakukannya suatu perbuatan adalah nilai 
yang senantiasa diraih manusia tatkala dia melakukan suatu 
perbuatan. Nilai ini tentu saja berbeda-beda tergantung dari jenis 
perbuatannya. Adakalanya nilai itu bersifat materi, misalnya orang 
berdagang yang bermaksud mencari keuntungan. Perbuatan 
dagangnya itu merupakan perbuatan yang bersifat materi, 
sedangkan yang mengendalikan perbuatan dagangnya adalah 
kesadarannya akan hubungan dirinya dengan Allah, sesuai 
dengan perintah dan larangan-Nya karena mengharap ridla 
Allah. Adapun nilai yang ingin diperoleh dari aktivitas dagangnya 
adalah keuntungan, yang merupakan nilai materi. Kadang- 
kadang nilai suatu perbuatan bersifat kerohanian, misalnya Shalat, 
Zakat, Shaum atau Haji. Ada pula yang bersifat moril, seperti 
jujur, amanah atau tepat janji. Bisa juga bersifat kemanusiaan, 
seperti menyelamatkan orang yang tenggelam atau menolong 
orang yang berduka. Nilai-nilai semacam ini senantiasa diusahakan 
manusia untuk dapat terwujud pada saat ia melakukan perbuatan. 
Hanya saja nilai-nilai tersebut bukanlah penentu suatu perbuatan, 
dan bukan pula tujuan utama dilakukannya perbuatan. Jadi, 
hanya sekedar nilai perbuatan yang berbeda-beda tergantung 
dari jenis perbuatan. 

Selain itu, kebahagiaan hidup menurut Islam adalah 
mendapatkan ridla Allah SWT. Bukan untuk memuaskan 
kebutuhan-kebutuhan jasmani manusia. Sebab, pemuasan 




Hadlarah Islam 1 03 



kebutuhan manusia, baik yang bersifat jasmani maupun naluri 
merupakan sarana mutlak untuk menjaga kelangsungan hidup 
manusia, tetapi tidak menjamin adanya kebahagiaan. 

Inilah pandangan hidup menurut Islam, dan inilah dasar 
bagi pandangan tersebut, yang menjadi asas bagi hadlarah Islam. 
Tentu sangat berlawanan dengan hadlarah Barat. Begitu pula 
halnya dengan bentuk-bentuk madanikah yang dihasilkan 
hadlarah Islam yang jelas-jelas bertentangan dengan bentuk- 
bentuk madaniyah yang menjadi produk hadlarah Barat. Sebagai 
contoh, lukisan adalah bentuk madaniyah. Kebudayaan Barat 
menganggap bahwa lukisan perempuan telanjang yang 
menampilkan seluruh bentuk keindahan tubuh sebagai 
madaniyah yang sesuai dengan paham kehidupannya terhadap 
wanita. Karena itu, orang Barat memandangnya sebagai bentuk 
madaniyah yang bersifat seni yang diagung-agungkan jika 
memenuhi syarat-syarat seni. Namun bentuk madaniyah 
semacam ini bertentangan dengan hadlarah Islam dan 
berlawanan dengan pandangannya terhadap wanita, yaitu 
sebagai suatu kehormatan yang wajib dijaga. Islam melarang 
lukisan semacam ini, karena akan merangsang syahwat biologis 
lelaki/wanita yang berasal dari naluri melestarikan jenis manusia 
dan dapat menyebabkan kerusakan akhlak. Contoh lain, apabila 
seorang muslim hendak mendirikan rumah yang termasuk salah 
satu bentuk madaniyah , maka ia akan membangun rumahnya 
sedemikian rupa agar jangan sampai aurat wanita penghuni 
rumah mudah terlihat oleh orang luar, misalnya dengan 
mendirikan pagar di sekeliling rumahnya. Lain halnya dengan 
orang-orang Barat, mereka tidak memperhatikan hal-hal 
semacam ini sesuai dengan hadlarah- nya. Dengan demikian, 
seluruh bentuk madaniyah yang menjadi produk hadlarah Barat 
seperti patung dan sejenisnya, model pakaian, apabila memiliki 
ciri khas orang-orang kafir, tidak boleh dipakai oleh orang muslim. 
Sebab, pakaian semacam ini menyandang pandangan hidup 




1 04 Peraturan Hidup Dalam Islam 



tertentu. Akan tetapi jika tidak demikian, yakni telah menjadi 
kebiasaan dalam berbusana dan tidak dianggap sebagai pakaian 
khusus orang kafir -hanya dipakai untuk sekedar memenuhi 
kebutuhan atau pemanis busana-, maka pakaian tersebut 
termasuk jenis madaniyah yang bersifat umum dan boleh 
dikenakan. 

Bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh sains dan 
teknologi/industri, seperti alat-alat laboratorium, alat-alat 
kedokteran, mesin-mesin industri, perabotan rumah tangga, 
permadani, dan sebagainya. Semua ini termasuk bentuk 
madaniyah yang bersifat universal, sehingga boleh diambil tanpa 
khawatir terhadap sesuatu. Bentuk-bentuk ini bukan produk 
hadlarah serta tidak ada hubungan dengan hadlarah. 

Dengan melihat selintas saja pada hadlarah Barat yang 
berkuasa di dunia saat ini, maka kita dapati bahwa hadlarah ini 
tidak mampu menjamin ketenangan dan ketenteraman manusia. 
Sebaliknya, hadlarah ini telah menyebabkan kesengsaraan yang 
diderita oleh seluruh dunia. Hadlarah yang landasannya adalah 
memisahkan agama dari kehidupan, yang bertentangan dengan 
fitrah manusia, dan tidak memandang aspek spritual sedikit pun 
dalam kehidupan umum, memandang bahwa kehidupan dunia 
sebagai manfaat belaka, serta menjadikan hubungan sesama 
manusia berdasarkan pada manfaat. Hadlarah semacam ini tidak 
menghasilkan apa-apa selain kesengsaraan dan keresahan yang 
terus-menerus. Sebab, selama manfaat dijadikan asas, akan 
mengakibatkan perselisihan dan baku hantam dalam 
memperebutkannya. Hubungan sesama manusia dibangun 
dengan mengandalkan kekuatan, menjadi sesuatu yang wajar. 
Karena itu, penjajahan merupakan hal yang wajar bagi penganut 
hadlarah ini. Akhlak pun menjadi guncang. Sebab, hanya manfaat 
saja yang tetap menjadi asas kehidupan. Dengan demikian, wajar 
jika akhlak telah tergerus dari kehidupan masyarakat Barat, 
bersamaan dengan tergesernya nilai-nilai kerohanian. Maka, 




Hadlarah Islam \ 05 



menjadi wajar pula bila kehidupan ini berjalan atas dasar 
persaingan, permusuhan, baku hantam, dan penjajahan. Krisis 
kerohanian melanda umat manusia, keresahan yang kronis, serta 
kejahatan yang merajalela di seluruh dunia merupakan bukti 
nyata dari dampak hadlarah Barat. Hadlarah inilah yang kini 
berkuasa di seluruh dunia. Dia telah menimbulkan berbagai 
dampak berbahaya, dan membahayakan kelangsungan hidup 
umat manusia. 

Namun jika kita mengamati hadlarah Islam yang pernah 
berkuasa di dunia sejak abad VI hingga akhir abad XVIII M, kita 
dapati betapa hadlarah ini tidak pernah menjadi penjajah, karena 
memang bukan tabiatnya untuk menjajah. Hadlarah ini tidak 
membedakan antara kaum Muslim dengan yang lainnya. 
Keadilan terjamin bagi seluruh bangsa yang pernah tunduk di 
bawahnya selama masa kekuasaan Islam. Karena hadlarah ini 
berdiri atas dasar ruh yang berusaha mewujudkan seluruh nilai- 
nilai kehidupan, baik itu nilai materi, spiritual, moral, maupun 
kemanusiaan; disamping menjadikan akidah sebagai titik 
perhatian dalam hidup ini. Kehidupan pun dipandang sebagai 
kehidupan yang berjalan sesuai dengan perintah Allah dan 
larangan-Nya. Kebahagian hidup adalah dengan meraih 
keridlaan Allah SWT. Apabila hadlarah Islam kembali berkuasa 
di dunia sebagaimana masa-masa sebelumnya, tentu hadlarah 
ini akan mampu menangani berbagai krisis yang melanda dunia, 
dan mampu menjamin kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. 




106 



PERATURAN HIDUP 
DALAM ISLAM 



I slam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi 
Muhammad SAW, yang mengatur hubungan manusia 
dengan Khaliq- nya, dengan dirinya dan dengan manusia 
sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq - nya tercakup 
dalam perkara akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan 
dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian. 
Hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam perkara 
muamalah dan uqubat (sanksi). 

Dengan demikian Islam merupakan mabda (prinsip 
ideologis) yang , mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam bukan 
berupa teologi. Bahkan tidak ada kaitannya sedikit pun dengan 
sistem kepastoran. Islam menjauhkan otokrasi/teokrasi 
(kediktatoran pemerintahan agama, pent.). Di dalam Islam tidak 
ada istilah (sekelompok) ahli agama, juga tidak dijumpai istilah 
ahli politik. Setiap orang yang memeluk agama Islam disebut 
sebagai kaum muslimin. Semuanya sama di hadapan agama. 
Jadi di dalam Islam tidak ada istilah rohaniawan ataupun 
teknokrat. 



Peraturan Hidup Dalam Islam \ 07 



Adapun yang dimaksud dengan aspek kerohanian di 
dalam Islam adalah, bahwa segala sesuatu itu adalah makhluk 
bagi Khaliqnya , yang teratur mengikuti perintah dan kehendak 
Khaliq. Berdasarkan tinjauan yang mendalam tentang alam, 
manusia, dan hidup, serta apa-apa yang berada di sekitarnya 
dan yang berkaitan dengannya, maka manusia dapat 
membuktikan kekurangan, kelemahan, dan ketergantungan 
dirinya. Ini dapat diindera dan disaksikan atas segala sesuatu 
yang berkaitan dengannya (yaitu alam semesta, manusia, dan 
hidup, pent.). Inilah yang menunjukkan secara pasti bahwa 
ketiganya adalah makhluk bagi Khaliq dan diatur menurut 
perintah dan kehendak-Nya. Dan bahwasanya manusia itu 
dalam menjalankan kehidupannya memerlukan sistem yang 
mengatur naluri dan kebutuhan jasmaninya. Tentu saja aturan 
itu tidak mungkin berasal dari manusia, karena ia bersifat lemah 
dan tidak mampu mengetahui segala sesuatu. Juga karena 
pemahaman manusia terhadap tata aturan sangat mungkin 
sekali terjadinya perbedaan, perselisihan, dan pertentangan. 
Suatu hal yang hanya akan melahirkan tata aturan yang saling 
bertentangan, yang berakibat kesengsaraan pada manusia. 
Karena itu, peraturan tersebut harus berasal dari Allah SWT. 
Konsekuensinya, manusia harus menyesuaikan seluruh amal 
perbuatannya dengan peraturan yang bersumber dari Allah 
SWT. Namun, apabila dalam mengikuti peraturan ini 
berdasarkan hanya pada adanya manfaat di dalam peraturan, 
bukan berdasarkan pada kesadaran bahwa peraturan tersebut 
bersumber dari Allah, tentu tidak terdapat aspek kerohanian di 
dalamnya. Berdasarkan hal ini, hendaknya seluruh amal 
perbuatan manusia diatur berdasarkan perintah dan larangan 
Allah, yang dilandasi oleh kesadaran manusia terhadap 
hubungannya dengan Allah SWT, sehingga akan terwujudlah 
ruh dalam amal-amal perbuatannya. Dengan kata lain harus 
ada kesadaran akan hubungannya dengan Allah. Dengan 




1 08 Peraturan Hidup Dalam Islam 



kesadarannya ini manusia akan menyesuaikan seluruh amal 
perbuatannya sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya. 
Sehingga ruh akan nampak pada saat melakukan setiap amal 
perbuatannya. Arti ruh adalah kesadaran manusia akan 
hubungannya dengan Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan 
menggabungkan ruh dengan materi adalah terwujudnya 
kesadaran akan hubungannya dengan Allah, tatkala ia 
melakukan amal perbuatan. Dengan demikian, manusia akan 
menyesuaikan setiap amal perbuatannya dengan peintah Allah 
dan larangan-Nya berdasarkan kesadaran akan hubungannya 
dengan Allah. 

Amal perbuatan bersifat materi, sedangkan kesadaran 
akan hubungannya dengan Allah tatkala melakukan setiap 
perbuatan dinamakan ruh. Penggabungan antara amal 
perbuatan dengan perintah Allah dan larangan-Nya yang 
didasarkan pada kesadaran hubungannya dengan Allah, itulah 
yang dimaksud dengan menyatukan materi dengan ruh. Atas 
dasar penjelasan ini maka kesesuaian amal perbuatan orang 
yang bukan muslim dengan hukum-hukum syari’at yang digali 
dari Al-Quran dan Sunah tidak tergolong sebagai aktivitas yang 
dipengaruhi oleh ruh. Bahkan penggabungan materi dengan 
ruh tidak ada sama sekali dalam perbuatannya itu, sebab, ia 
tidak beriman kepada Islam. Dengan sendirinya ia tidak 
menyadari hubungannya dengan Allah. Ia hanya mengambil 
hukum-hukum syariat itu sebagai peraturan yang dikaguminya, 
yang mengatur segala amal perbuatannya. Berbeda halnya 
dengan seorang muslim yang melakukan segala perbuatan 
sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT yang dibangun 
berlandaskan kesadaran hubungannya dengan Allah, dan 
tujuannya hanya mencari keridlaan Allah SWT, bukan sekedar 
mendapatkan manfaat dari peraturan. Karena itu, harus terdapat 
aspek rohaniah dalam segala sesuatu, dan harus ada ruh tatkala 
melakukan seluruh amal perbuatan. Setiap orang harus 




Peraturan Hidup Dalam Islam \ 09 



memahami dengan jelas bahwa arti aspek kerohanian adalah 
segala sesuatu itu merupakan makhluk bagi Khaliq/. Ia adalah 
penghubung makhluk dengan Khaliq- nya. Sedangkan ruh 
adalah kesadaran tentang hubungan ini, -yaitu kesadaran 
manusia akan hubungannya dengan Allah. Inilah yang 
dimaksud dengan aspek kerohanian dan ruh. Inilah satu-satunya 
persepsi/ mafhum yang benar. Diluar persepsi itu adalah salah. 
Tinjauan yang mendalam dan cemerlang mengenai alam, hidup, 
dan manusia, inilah yang telah menghantarkan kepada hasil 
pemikiran yang benar, serta telah menghasilkan persepsi yang 
benar. 

Sebagian agama memandang bahwa alam terdiri dari 
dua jenis, yang dapat diindera dan yang abstrak (ghaib). 
Manusia terdiri dari aspek kerohanian dan jasmani. Di dalam 
kehidupan terdapat unsur materi dan aspek rohani. Bahwa 
unsur materi itu berlawanan dengan perkara ghaib. Karena itu, 
aspek kerohanian tidak akan pernah bertemu dengan unsur 
materi. Keduanya terpisah. Di antara keduanya terdapat 
perbedaan yang sangat prinsipil dilihat dari hakekatnya, dan 
tidak mungkin keduanya disatukan. Setiap usaha untuk 
memperkuat salah satu dari keduanya justru akan memperlemah 
salah satunya. Berdasarkan hal ini maka orang yang 
menghendaki kehidupan akhirat harus memperkuat aspek 
spiritualnya. 

Dari sini timbullah dalam agama Masehi dua kekuasaan, 
yaitu kekuasaan spiritual dan kekuasaan politik, yang terkenal 
dengan semboyan: ‘ Berilah apa yang menjadi milik kaisar untuk 
kaisar ; dan apa yang menjadi milik Allah untuk Allah’. Sementara 
itu, yang menguasai kekuasaan spiritual adalah para pastor dan 
gerejawan, yang selalu berusaha untuk mengambil alih 
kekuasaan politik agar berada di tangannya. Maksudnya agar 
mereka dapat memperkuat kekuasaan spiritual atas kekuasaan 
politik dalam kehidupan. Akibatnya muncul pertentangan antara 




110 Peraturan Hidup Dalam Islam 



kekuasaan spiritual dengan kekuasaaan politik. Pada akhirnya 
disepakati bahwa para gerejawan diberi hak otonom dalam 
kekuasaan spiritual dan tidak boleh mencampuri kekuasaan 
politik. Agama telah dipisahkan dari kehidupan, karena bersifat 
teokratis/ritual belaka. 

Pemisahan antara agama dan kehidupan inilah yang 
menjadi akidah bagi mabda kapitalis, sekaligus menjadi asas 
peradaban Barat. Ini pulalah yang menjadi qiyadah fikriyah 
(kepemimpinan berpikir) yang dipropagandakan imperialis 
Barat ke seluruh dunia, dan selalu mereka propagandakan serta 
dijadikan tonggak kebudayaannya. Dengan asas itu mereka 
berusaha menggoncang akidah kaum muslimin terhadap Islam. 
Mereka menyamakan Islam dengan agama masehi (Nashrani), 
dengan analogi menyeluruh. Dengan demikian siapa saja yang 
mempropagandakan “pemisahan agama dari kehidupan” atau 
“pemisahan agama dari negara dan politik” tidak lain -mereka- 
hanyalah pembebek yang dipengaruhi dan disetir oleh qiyadah 
fikriyah Barat, menjadi kaki tangan para penjajah -tanpa dilihat 
lagi apakah berniat baik atau buruk-. Orang semacam ini bisa 
dikatakan bodoh, tidak mengerti Islam, atau bahkan musuh 
yang menentang Islam. 

Islam mengaggap bahwa segala sesuatu yang dicerap oleh 
indera adalah hal-hal yang berbentuk materi. Sedangkan aspek 
kerohaniannya adalah keberadaannya sebagai makhluk. Dan 
ruh adalah kesadaran manusia akan hubungannya dengan 
Allah. Tidak ada sesuatu yang terpisah antara aspek ruhiyah 
dengan materi. Tidak ada dalam diri manusia mengintensifkan 
rohani dan menggelandangkan jasmani. Yang ada pada diri 
manusia adalah kebutuhan jasmani dan naluri yang harus 
dipenuhi. Diantara naluri-naluri itu terdapat naluri beragama, 
yaitu kebutuhan terhadap Sang Pencipta dan Pengatur, yang 
muncul dari kelemahan manusia secara alami dalam proses 
kejadiannya. Pemenuhan naluri-naluri itu tidak disebut sebagai 




Peraturan Hidup Dalam Islam \ \ \ 



aspek kerohanian ataupun aspek materi, melainkan hanya 
sekedar penyaluran saja. Namun demikian, apabila kebutuhan 
jasmani dan naluri itu disalurkan menurut aturan-aturan Allah 
disertai kesadaran akan hubungannya dengan Allah, berarti dia 
telah sejalan dengan ruh. Tetapi jika kebutuhan jasmani dan 
naluri dipenuhi tanpa aturan, atau dengan peraturan yang 
bukan berasal dari Allah SWT, maka hal itu hanya merupakan 
pemenuhan materi/jasmani semata, yang mengakibatkan 
kenestapaan manusia. Naluri melestarikan jenis, misalnya, 
apabila dipenuhi tanpa aturan atau dengan peraturan yang 
bukan berasal dari Allah SWT, hal ini akan menyebabkan 
kesengsaraan manusia. Sebaliknya, apabila terpenuhi dengan 
tata-aturan perkawinan yang berasal dari Allah SWT, sesuai 
dengan hukum-hukum Islam, maka perkawinan itu akan 
menghasilkan ketenteraman. Contoh lain adalah naluri 
beragama. Apabila dipenuhi tanpa aturan atau dengan 
peraturan yang bukan berasal dari Allah SWT, misalnya dengan 
menyembah patung atau menyembah sesama manusia, maka 
hal ini termasuk perbuatan syirik dan kufur. Sebaliknya, apabila 
dipenuhi dengan hukum-hukum Islam, maka pemenuhan 
tersebut merupakan ibadah. 

Adalah suatu keharusan untuk selalu memelihara aspek 
kerohanian dalam segala perkara, dan selalu menyesuaikan 
seluruh amal perbuatan dengan perintah dan larangan Allah, 
dengan dilandasi atas kesadaran akan hubungannya dengan 
Allah. Dengan kata lain, hendaknya sesuai dengan ruh. Jadi, 
dalam satu amal perbuatan tidak ada dua unsur (spiritual 
dan materi). Yang ada hanya satu macam saja, yaitu amal 
perbuatan itu sendiri. Adapun sifatnya, apakah termasuk 
materi belaka ataukah berjalan sesuai dengan ruh, hal ini 
bukan berasal dari amal perbuatan, melainkan berasal dari 
apakah amal perbuatan berjalan sesuai dengan hukum- 
hukum Islam atau tidak. 




112 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Seorang muslim yang membunuh musuhnya di medan 
perang, perbuatannya itu termasuk jihad. Ia memperoleh pahala 
karena telah berbuat sesuai dengan hukum-hukum Islam. 
Sedangkan seorang muslim yang membunuh jiwa yang suci 
(baik muslim maupun non muslim) tanpa alasan -yang 
dibenarkan syariat Islam-, perbuatannya itu termasuk tindakan 
kriminal. Ia memperoleh sanksi karena telah berbuat sesuatu 
yang berlawanan dengan perintah dan larangan Allah. Dua 
tindakan ini sebenarnya satu macam, yaitu pembunuhan yang 
dilakukan oleh seorang manusia. Pembunuhan bisa menjadi 
ibadah tatkala dilakukan berdasarkan ruh, dan bisa menjadi 
kejahatan apabila dilakukan tidak sesuai dengan ruh. Karena 
itu, sudah selayaknya seorang muslim menyertakan ruh pada 
setiap amal perbuatannya. Jadi, penggabungan antara ruh 
dengan materi bukan saja perkara yang dianggap mungkin 
terjadi, tetapi memang harus dilakukan. Artinya, tidak boleh 
memisahkan materi dengan ruh. Tidak boleh memisahkan setiap 
perbuatan dengan keterikatannya terhadap perintah dan 
larangan Allah SWT, yang dilandasi kesadaran akan 
hubungannya dengan Allah. Dengan demikian, setiap usaha 
pemisahan antara aspek kerohanian dengan materi harus 
dihindari. Sebab, di dalam Islam tidak ada profesi keagamaan. 
Tidak ada kekuasaan agama dalam arti teokrasi. Juga tidak 
ada kekuasaan politik yang terpisah dari agama. Islam adalah 
agama dimana negara menjadi salah satu bagian dari agama. 
Hal ini ditunjukkan oleh berbagai hukum, yang kedudukannya 
sama dengan hukum-hukum tentang shalat. Negara merupakan 
satu-satunya metode untuk menerapkan hukum-hukum Islam 
dan menyebarluaskan dakwahnya. Setiap usaha yang akan 
menyudutkan agama dengan arti ritual belaka dan 
menyingkirkannya dari arena politik dan pemerintahan, harus 
disingkirkan. Yayasan-yayasan yang mengelola aktivitas 
kerohanian hendaknya ditiadakan. Badan pemerintah yang 




Peraturan Hidup Dalam Islam 113 



mengurus masjid dihapus, lalu pengaturannya dialihkan kepada 
Departemen Pendidikan. Demikian pula mahkamah-mahkamah 
syariat dan sipil dirombak, dan dijadikan peradilan tunggal, yang 
hanya menerapkan hukum Islam. Sebab, kekuasaan Islam itu 
adalah kekuasaan tunggal. 

Islam adalah akidah dan peraturan (syariat). Akidah Islam 
adalah beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab- 
kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, serta Qadla dan Qadar 
-bahwa baik buruknya dari Allah SWT-. Islam membangun 
akidah berdasarkan pembuktian akal dalam hal-hal yang dapat 
dijangkau oleh akal. Seperti iman kepada wujud (keberadaan) 
Allah, kenabian Muhammad SAW, dan terhadap (mukjizat) Al- 
Quran Al-Karim. Dan Islam membangun hal-hal yang ghaib , 
yaitu perkara yang akal tidak mungkin mampu menjangkaunya. 
Seperti Hari Kiamat, keberadaan malaikat, Surga dan Neraka, 
yang didasarkan pada pengakuan dan penyerahan total, yang 
bersumber dari sesuatu yang telah terbukti kebenarannya 
melalui akal, yaitu Al-Quran Al-Karim dan Hadits mutawatir. 
Disamping itu Islam telah menjadikan akal sebagai obyek hukum 
(taklif). 

Adapun yang dimaksud dengan peraturan Islam, 
adalah hukum-hukum syariat yang mengatur seluruh aspek 
kehidupan manusia. Peraturan Islam mencakup seluruh 
aspek kehidupan. Hanya saja dalam bentuk-bentuk yang 
umum (garis besar), dan dengan makna-makna (petunjuk) 
yang umum pula. Sedangkan rinciannya dapat digali dari 
berbagai makna-makna umum tadi tatkala menerapkan 
hukum-hukum tersebut. Didalam Al-Quran dan Hadits Syarif 
telah terhimpun garis-garis besar, yaitu mencakup berbagai 
keterangan umum untuk memecahkan berbagai urusan 
manusia secara universal. Para mujtahid diberikan kebebasan 
untuk menggali keterangan-keterangan umum tersebut 
menjadi hukum-hukum yang terperinci, tentang berbagai 




114 Peraturan Hidup Dalam Islam 



macam problematika yang muncul sepanjang masa dan di 
berbagai tempat yang berbeda. 

Islam hanya memiliki satu metoda ( thariqah ) dalam 
memecahkan berbagai macam problematika, yaitu dengan cara 
mendorong seorang mujtahid untuk mempelajari persoalan- 
persoalan yang baru, sehingga benar-benar memahaminya. 
Kemudian mempelajari nash-nash syara’ yang berkaitan dengan 
persoalan tersebut. Dan pada akhirnya mengambil kesimpulan 
hukum untuk memecahkan persoalan itu berdasarkan nash- 
nash syara’ . Dengan kata lain seorang mujtahid menggali hukum 
syara’ tentang persoalan tersebut dari dalil-dalil syar’i. Secara 
mutlak ia tidak menempuh jalan yang lain. Namun demikian 
tatkala ia mempelajari persoalan tersebut, ia harus 
mempelajarinya sebagai salah satu persoalan manusia secara 
universal dan tidak menganggapnya sebagai persoalan ekonomi, 
sosial, atau pemerintahan saja, atau yang lainnya. Hal itu 
dilihatnya sebagai persoalan yang memerlukan ketentuan 
hukum syara sehingga dapat diketahui hukum Allah yang 
berkaitan dengannya. 




115 



HUKUM SYARA' 



ukum Syara’ adalah khithab Syari’ (seruan Allah sebagai 
I I pembuat hukum) yang berkaitan dengan amal perbuatan 
I I hamba (manusia), baik itu berupa ketetapan yang 
sumbernya pasti ( qath’i tsubut) seperti Al-Quran dan Hadits 
mutawatir , maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan 
kuat ( zhanni tsubut) seperti hadits yang bukan tergolong 
mutawatir. Apabila sumber ketetapannya pasti, maka perlu 
dicermati; yaitu jika penunjukan dalilnya bersifat pasti (qath’iud 
dilalah ), maka hukum yang dikandungnya juga bersifat pasti. 
Misalnya jumlah rakaat shalat fardlu yang kesemuanya 
bersumber dari hadits mutawatir. Begitu juga dengan hukum 
haramnya riba, potong tangan bagi pencuri, atau hukum jilid 
bagi pezina. Semua itu merupakan hukum-hukum yang 
penunjukkannya bersifat pasti dan nilai kebenaran di dalamnya 
merupakan suatu ketetapan. Tidak ada tafsiran lain yang 
ditunjukkannya kecuali hanya satu ketetapan pasti. 

Akan tetapi jika seruan Syari’ itu sumber ketetapannya 
bersifat pasti sedangkan penunjukan dalilnya bersifat zhanni , 




116 Peraturan Hidup Dalam Islam 



maka hukum yang terkandung di dalamnya adalah zhanni. 
Misalnya ayat tentang jizyah, -uang yang dipungut negara 
dari orang kafir dzimmi yang menolak masuk Islam, tetapi 
bersedia hidup dalam masyarakat Islam-. Dilihat dari sumber 
ketetapannya bersifat qath’i , tetapi bila ditinjau dari 
perincian-perincian hukumnya, maka penunjukan dalilnya 
adalah zhanni. Mazhab Hanafi misalnya mensyaratkan 
penggunaan istilah jizyah; sehingga ketika memberikannya 
harus tampak jelas kehinaan bagi pembayarnya. Sedangkan 
Mazhab Syafi’i tidak mensyaratkan hal ini, bahkan 
membenarkan mengambilnya dengan sebutan zakat 
mudla’afah , -zakat berlipat ganda-, tidak perlu menampakkan 
kehinaan, melainkan cukup tunduk saja terhadap hukum- 
hukum Islam. 

Adapun seruan Syari’ yang ketetapannya bersifat zhanni 
tsubut seperti hadits yang bukan mutawatir , maka hukum yang 
terkandung di dalamnya menjadi zhanni pula, baik itu berupa 
dilalah- nya yang qath’i , seperti puasa enam hari pada Bulan 
Syawal yang ditetapkan oleh sunah, maupun yang dilalah- nya 
zhanni , seperti larangan menyewakan lahan pertanian yang 
ditetapkan oleh sunah. 

Kita dapat memahami hukum syara’ dari seruan Syari’ 
melalui proses ijtihad yang benar. Jadi, ijtihad para mujtahid 
itulah yang memunculkan hukum syara’. Karena itu, hukum 
Allah bagi setiap mujtahid adalah apa yang dihasilkan melalui 
proses ijtihad dan menduga kuat kebenaran hukum tersebut. 

Seorang mu/ca//a/yang telah mencapai derajat ahli ijtihad 
dalam masalah tertentu, apabila berijtihad dan mendapatkan 
hukum tentang masalah tersebut, maka dalam hal ini terdapat 
kesepakatan ulama, bahwa seorang mujtahid tidak 
diperkenankan bertaklid kepada mujtahid lain yang 
pendapatnya berlawanan dengan hasil ijtihadnya. Dia tidak 




Hukum Syara' 117 



boleh meninggalkan ijtihadnya (walaupun berbentuk zhanni ) 

kecuali pada empat perkara: 

1 . Jika sudah jelas baginya bahwa dalil yang menjadi tempat 
sandaran ijtihadnya itu adalah lemah. Dan dalil mujtahid 
lainnya lebih kuat. Dalam kondisi semacam ini, ia wajib 
meninggalkan hukum -hasil ijtihadnya-, dan mengambil 
hukum yang dalilnya lebih kuat. 

2. Jika sudah jelas baginya bahwa mujtahid lainnya itu 
lebih mampu dalam meramu (ijtihadnya), atau lebih 
banyak mendalam informasi tentang fakta, atau lebih 
kuat pemahaman dalil-dalilnya, atau lebih banyak 
pengkajiannya tentang dalil-dalil sam’i , maka ia boleh 
meninggalkan hukum -hasil ijtihadnya-, kemudian 
bertaklid terhadap mujtahid lain yang lebih dipercaya 
bahwa proses ijtihadnya labih terpercaya dibandingkan 
hasil ijtihadnya sendiri. 

3. Jika terdapat pemikiran untuk menyatukan sikap kaum 
Muslim dalam rangka mencapai kemaslahatan bagi kaum 
Muslim. Dalam kondisi semacam ini boleh bagi seorang 
mujtahid meninggalkan pendapatnya, dan mengambil 
hukum yang dapat menyatukan sikap kaum Muslim. 
Seperti yang terjadi di masa pembai’atan Utsman ra. 

4. Jika Khalifah telah memilih dan menetapkan salah satu 
hukum syara’ yang berbeda dengan hukum hasil ijtihad 
seorang mujtahid. Dalam kondisi semacam ini wajib 
atasnya tidak menjalankan hasil ijtihadnya. Ia harus 
mengamalkan hukum yang telah dipilih dan ditetapkan 
Khalifah. Para sahabat telah ijma’ bahwa ‘perintah/ 
keputusan Imam (Khalifah) menghilangkan perselisihan . 
Perintah Imam harus dijalankan atas seluruh kaum Muslim. 




118 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Jika seseorang tidak memiliki kemampuan berijtihad, 
maka dibolehkan baginya bertaklid kepada para mujtahid. 
Karena para sahabat telah sepakat tentang bolehnya seorang 
mujtahid bertaklid kepada mujtahid lainnya. 

Orang yang tidak memiliki kemampuan berijtihad 
dinamakan muqallid. Muqallid itu terbagi dua, yaitu muqallid 
muttabi’ dan muqallid 'ammi. MuqaIIid muttabi’ adalah orang 
yang memiliki sebagian ilmu yang diperlukan dalam berijtihad, 
dan ia bertaklid kepada seorang mujtahid setelah ia mengetahui 
dalilnya. Pada saat itu hukum Allah atas muttabi’ tersebut adalah 
pendapat mujtahid yang diikutinya. Sedangkan muqallid ‘ ammi 
adalah orang yang tidak memiliki sebagian ilmu yang diperlukan 
dalam berijtihad, sehingga ia bertaklid kepada seorang mujtahid 
tanpa mengetahui dalilnya. Berdasarkan hal ini, muqallid ‘ ammi 
harus mengikuti ucapan atau pendapat para mujtahid serta 
menerima hukum-hukum yang mereka istinbath- kan. Baginya 
hukum syara’ adalah hukum yang di-istinbath-kan oleh mujtahid 
yang diikutinya. Hukum Allah yang berlaku bagi seorang 
mujtahid itu tidak boleh diingkari, dan ia tidak boleh mengikuti 
pendapat lain secara mutlak. Bagi orang-orang yang bertaklid 
kepadanya, maka hukum tersebut adalah hukum Allah baginya 
yang tidak boleh diingkarinya. 

Seorang muqallid yang bertaklid kepada sebagian 
mujtahid dalam satu perkara dari berbagai perkara yang ada, 
dan bertindak sesuai dengan pendapat mujtahid dalam perkara 
tersebut, maka ia tidak boleh meninggalkan mujtahid itu dalam 
hukum tersebut. Ia boleh bertaklid kepada mujtahid lainnya 
dalam perkara-perkara yang lain sebagaimana ketetapan dari 
ijma’ shahabat. Dalam hal ini, seorang muqallid dibolehkan 
meminta fatwa kepada orang alim dalam masalah tertentu. 
Adapun jika seorang muqallid menentukan satu mazhab, 
misalnya Mazhab Syafi’i dan berkata “Saya bermazhab 
kepadanya dan terikat kepadanya”, maka dalam hal ini ada 




Hukum Syara' 119 



keterangan lain. Yaitu, bila setiap persoalan yang diambil dari 
mazhab yang diikutinya berkaitan dengan apa yang ia lakukan, 
maka secara mutlak ia tidak diperkenankan bertaklid kepada 
selain mazhab yang telah dipilihnya dalam perkara tersebut. 
Lain halnya jika amal perbuatannya itu tidak tergantung kepada 
perkara yang telah ditentukan oleh mazhab yang dianutnya. 
Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk 
mengikuti mazhab lain. 




120 



MACAM-MACAM HUKUM 

SYARIAT I S LAM 




ukum Syari’at Islam terdiri dari lima macam, yaitu fardlu, 
haram , mandub , makruh , dan mubah. Hukum syariat 
Islam bisa berbentuk tuntutan untuk melakukan sesuatu 



atau tuntutan untuk meninggalkannya. Jika seruan itu berbentuk 
tuntutan untuk untuk melakukan sesuatu, maka seruan itu dibagi 
ke dalam dua macam. Pertama, yang berkaitan dengan tuntutan 
yang harus dikeijakan, yang dinamakan fardlu atau wajib. Tidak 
ada perbedaan antara dua istilah tersebut. Kedua, yang 
berkaitan dengan tuntutan yang tidak harus dikerjakan, yaitu 
apa yang dinamakan mandub. Jika hukum syara’ berkaitan 
dengan tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, maka 
seruan itu juga dibagi dua macam. Pertama, yang berkaitan 
dengan tuntutan yang harus ditinggalkan, yang dinamakan 
haram atau mahdlur. Tidak ada perbedaan antara kedua istilah 
tersebut. Kedua, jika berkaitan dengan tuntutan yang tidak 
mengharuskan meninggalkannya. Inilah yang dinamakan 
makruh. 




Macam-macam Hukum Syariat Islam 121 



Karena itu, fardlu atau wajib adalah seluruh perbuatan 
yang mendapatkan pujian bagi pelakunya, dan celaan bagi yang 
meninggalkannya. Atau, bagi orang yang meninggalkannya 
akan memperoleh sanksi/siksaan. Sedangkan haram adalah 
perbuatan yang mendapatkan celaan bagi pelakunya, dan 
pujian bagi yang meninggalkannya. Dengan kata lain, orang 
yang melakukannya akan memperoleh sanksi/siksaan. Adapun 
mandub adalah pujian bagi pelakunya, tetapi tidak 
mendapatkan celaan bagi yang meninggalkannya. Sedangkan 
makruh adalah pujian bagi yang meninggalkannya, atau 
meninggalkannya lebih utama dari pada melakukannya. Mubah , 
adalah apa yang dituju oleh dalil sam’i (wahyu) terhadap seruan 
Syari’ yang di dalamnya terdapat pilihan, antara melakukan 
atau meninggalkannya. 




122 



AS-SUNAH 



s-Sunah menurut bahasa artinya adalah “jalan yang 
I I ditempuh”. Sedangkan menurut pengertian syara’, As- 
I I Sunah kadang-kadang digunakan untuk menyebut suatu 
amalan nafilah yang kita terima dari Nabi SAW melalui suatu 
riwayat. Misalnya bilangan rakaat dalam shalat sunat. Amalan 
semacam ini disebut Sunah, artinya tidak termasuk dalam 
kategori fardlu. Namun penggunaan istilah Sunah disini bukan 
berarti bahwa sunah itu berasal dari Nabi SAW, sedangkan fardlu 
datangnya dari Allah SWT. Yang benar adalah, baik fardlu 
maupun sunah keduanya berasal dari Allah SWT. Rasulullah 
SAW hanya sebagai muballigh,- penyampai dari Allah-. Beliau 
tidak berbicara dengan hawa nafsunya, melainkan dengan 
wahyu yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini walaupun 
amalan ini dinamakan sunah yang kita terima dari Nabi SAW 
melalui riwayat, akan tetapi yang kita terima itu memang sebagai 
nafilah yang kemudian disebut sunah. Begitu pula halnya 
dengan amalan fardlu yang kita terima dari Nabi SAW sebagai 
fardlu yang kemudian disebut fardlu. Misalnya dua rakaat shalat 




As-Sunah 1 23 



shubuh adalah fardlu yang kita terima dari Nabi SAW melalui 
riwayat mutawatir sebagai fardlu. Sedangkan shalat dua rakaat 
sebelum shalat subuh adalah sunah yang kita terima dari Nabi 
SAW melalui riwayat mutawatir sebagai nafilah. Keduanya 
berasal dari Allah SWT, dan bukan dari diri Rasulullah SAW. 
Jadi, perintah itu dapat berupa fardlu dan nafilah dalam 
masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah, atau disebut 
fardlu dan mandub dalam masalah-masalah selain ibadah 
(; mu’amalaat dan sebagainya). Dengan demikian, nafilah itu 
tidak lain adalah mandub itu sendiri, yang diberi nama nafilah 
dan disebut juga sebagai sunah. 

Istilah sunah juga digunakan untuk menyebut apa yang 
berasal dari Rasulullah SAW, berupa dalil-dalil syara’ selain ayat 
Al-Quran. Termasuk perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan 
ketetapan-ketetapan beliau -yaitu hal-hal yang beliau diamkan. 




124 



MENELADANI PERBUATAN 

RASULULLAH SAW 



I I erbuatan-perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW 
dibagi menjadi dua macam. Ada yang termasuk 
H perbuatan-perbuatan jibiliyah, -yaitu perbuatan yang 
biasa dilakukan manusia-, dan ada pula perbuatan-perbuatan 
selain jibiliyah. Yang tergolong perbuatan jibiliyah , seperti 
berdiri, duduk, makan, minum dan lain sebagainya. Tidak ada 
perselisihan bahwa status perbuatan tersebut adalah mubah , 
baik bagi Rasulullah SAW maupun bagi umatnya. Karena itu, 
perbuatan-perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori 
mandub. 



Sedangkan selain perbuatan-perbuatan jibiliyah, bisa jadi 
tergolong khusus bagi Rasulullah SAW, yang tidak seorangpun 
diperkenankan mengikutinya; bias juga tidak termasuk dalam 
perbuatan yang khusus bagi beliau. Jika perbuatan itu khusus 
ditetapkan bagi beliau SAW, seperti beliau boleh melanjutkan 
shaum pada malam hari tanpa berbuka, atau boleh menikah 
dengan lebih dari empat wanita, dan lain sebagainya; maka 
dalam hal ini kita tidak diperkenankan mengikutinya. Perbuatan- 




Meneladani Perbuatan Rasulullah SAW 125 



perbuatan tersebut diperuntukkan khusus bagi beliau saw 
berdasarkan ijma’ Shahabat. Karena itu, tidak dibolehkan 
meneladani beliau dalam perbuatan-perbuatan semacam ini. 

Akan halnya perbuatan-perbuatan beliau yang kita kenal 
sebagai penjelas bagi kita, maka tidak ada perselisihan bahwa 
hal itu merupakan dalil. Penjelasan tersebut bisa berupa 
perkataan, seperti sabda beliau: 

2 , ^ f o ^ i i ' i° \ ' 

^ y±Sj\ j US 

- - x 

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” 



o / / // o Vs o • f 



“Laksanakan manasik hajimu berdasarkan manasikku (apa 
yang telah aku kerjakan)” 

Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan beliau 
merupakan penjelas, agar kita mengikutinya. Penjelasan beliau 
bisa juga berupa qaraain al-ahwal (indikasi yang menerangkan 
bentuk perbuatan), seperti memotong pergelangan tangan 
pencuri, sebagai penjelas firman Allah SWT: 






“Maka potonglah tangan keduanya.” (TQS. Al-Maidah [5]: 
38) 

Status penjelas yang terdapat dalam perbuatan Nabi SAW, 
baik berupa ucapan maupun indikasi yang menerangkan bentuk 
perbuatan, dapat mengikuti hukum-hukum yang telah 
dijelaskan, apakah itu wajib, mandub atau mubah -sesuai 
dengan arah penunjukan dalil-. 




126 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Sedangkan perbuatan-perbuatan beliau yang di dalamnya 
tidak terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa hal itu 
merupakan penjelas -bukan penolakan dan bukan pula 
ketetapan- maka, dalam hal ini perlu diperhatikan apakah di 
dalamnya terdapat maksud untuk ber -taqarrub (mendekatkan 
diri kepada Allah) atau tidak. Jika di dalamnya terdapat 
keinginan untuk ber -taqarrub kepada Allah, maka perbuatan 
itu termasuk mandub. Seseorang akan mendapatkan pahala 
atas perbuatannya itu dan tidak mendapatkan sanksi jika 
meninggalkannya. Misalnya, shalat dluha. Dan jika di dalamnya 
tidak terdapat keinginan untuk ber -taqarrub, maka perbuatan 
tersebut termasuk mubah. 




127 



MELEGALISASI HUKUM 

SYARIAT I S LAM 




ebiasaan kaum Muslim pada masa sahabat adalah 
mengambil sendiri hukum-hukum syariat Islam dari 
Kitabullah dan Sunah Rasulullah SAW. Para Qadli ketika 



menyelesaikan perselisihan di tengah-tengah masyarakat pada 
saat itu, selalu menggali hukum sendiri dalam setiap peristiwa 
yang mereka hadapi. Begitu pula halnya dengan para penguasa, 
mulai dari AmiruI Mukminin sampai para Wali maupun pejabat- 
pejabat pemerintah lainnya, mereka selalu menggali sendiri 
hukum syara’ dalam memecahkan berbagai persoalan yang 
mereka hadapi ketika berkuasa. Seperti misalnya Abu Musa Al- 
Asy’ari dan Syuraih, keduanya adalah Qadli yang selalu 
menggali dan menetapkan hukum berdasarkan ijtihad masing- 
masing. Demikian pula Mu’adz bin Jabal, yang menjabat sebagai 
Wali pada masa pemerintahan Rasulullah SAW, selalu menggali 
dan menetapkan hukum di daerah kewenangannya berdasarkan 
ijtihadnya. Abu Bakar dan Umar ra. pun tatkala keduanya 
menjadi Khalifah , masing-masing selalu menggali hukum sendiri 
dan menetapkannya bagi seluruh rakyat berdasarkan apa yang 




128 Peraturan Hidup Dalam Islam 



diambilnya dari ijtihad mereka masing-masing. Mu’awiyah dan 
Amru bin Ash tatkala keduanya menjabat sebagai Wali, juga 
selalu menggali dan menetapkan sendiri hukum syara’ bagi 
rakyat di dalam daerah kewenangannya berdasarkan ijtihadnya. 
Walaupun ada ijtihad dari para Wali dan Qadli , namun Khalifah 
selalu mengambil hukum syara’ dan melegalisasikannya serta 
memerintahkan rakyatnya untuk melaksanakan hukum tersebut. 
Kemudian seluruh rakyat melaksanakannya serta meninggalkan 
pendapat dan ijtihad masing-masing. Sebab, hukum syara’ 
dalam hal ini menegaskan “ Perintah Imam wajib dilaksanakan, 
baik secara lahir maupun bathin”. Atas dasar inilah khalifah 
Abu Bakar ra. melegalisasikan jatuhnya ucapan talak tiga tetap 
sebagai talak satu. Begitu juga dalam hal pembagian harta 
(rampasan) perang kepada kaum muslimin, yaitu masing- 
masing diperlakukan sama rata, tanpa memperhatikan siapa 
yang lebih dahulu memeluk Islam atau pertimbangan lainnya. 
Dan kaum Muslim pada saat itu mengikutinya, termasuk para 
Wali dan Qadli sekalipun. Akan tetapi, ketika Umar ra. berkuasa, 
beliau melegalisasikan hukum yang berbeda dengan pendapat 
Abu Bakar dalam dua peristiwa ini. Dalam hal talak, Umar 
menjatuhkan ucapan talak tiga sebagai tiga kali talak. Begitu 
juga beliau membagikan harta (rampasan) perang berdasarkan 
siapa yang lebih dahulu memeluk Islam atau yang lebih 
membutuhkannya, yakni dengan pembagian yang berbeda. 
Dan kaum Muslim seluruhnya mengikuti pendapat ini, termasuk 
para Qadli dan Wali. Umar juga melegalisasikan hukum tanah 
yang statusnya sebagai ghanimah (rampasan perang) menjadi 
milik Baitul Mal yang tetap berada di tangan para pemiliknya, 
dan tidak dibagikan kepada pasukan yang turut berperang, atau 
kepada kaum Muslim. Keputusan ini diikuti oleh para Wali dan 
Qadli , yang kemudian menjalankan hukum yang telah 
dilegalisasikan oleh Khalifah. Karena itu, ijma’ sahabat 
menguatkan bahwa seorang Imam berhak melegalisasikan 




Melegalisasi Hukum Syariat Islam 129 



hukum-hukum tertentu serta memerintahkan rakyatnya untuk 
melaksanakannya. Sedangkan kaum Muslim berkewajiban 
mentaatinya, sekalipun bertentangan dengan ijtihadnya masing- 
masing. Berkaitan dengan hal ini, terdapat berbagai kaidah 
syara’ yang sangat masyhur diantaranya: 



«o 

y y y y yy yy y 

“Sulthan (Khalifah), berhak melegalisasikan peraturan 
(perundang-undangan) sesuai dengan persoalan-persoalan 
baru yang muncul”. 




J' *i ji '» 

yy yy 



“ Perintah Imam dapat mengatasi perselisihan 



«ilub j i ib diij 









y y y 



Perintah Imam harus dilaksanakan, baik secara lahir 
maupun bathin” 



Dengan demikian, para Khalifah selalu melegalisasikan 
berbagai hukum tertentu. Khalifah Harun Al-Rasyid, misalnya, 
telah melegalisasikan hukum-hukum yang tercantum dalam 
buku “Al-Kharaj” (karangan Al-Qadli Abu Yusuf, pent.) yang 
menyangkut masalah-masalah ekonomi, kemudian 
memerintahkan rakyat untuk melaksanakan hukum-hukum 
yang terdapat di dalamnya. 




130 



UNDANG-UNDANG DASAR 
DAN UNDANG-UNDANG 



ata undang-undang merupakan istilah asing, yang 
digunakan untuk menyebut segala hal yang ditetapkan 
oleh penguasa agar dijalankan oleh masyarakat. Undang- 
undang didefinisikan sebagai: 



X* v ^ z' 04 . „ & / 0 





‘’Seperangkat aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan 
memiliki kekuatan yang mengikat rakyat, dan mengatur 
hubungan antar mereka”. 

Sedangkan undang-undang dasar setiap pemerintahan 
menggunakan istilah konstitusi. Dan undang-undang yang 
muncul dari peraturan yang telah ditetapkan di dalam undang- 
undang dasar diberi istilah Undang-undang. Undang-undang 
Dasar didefinisikan sebagai: 





Undang-undang Dasar dan Undang-undang 131 








/ s' 0 f f 

3 > 3 ^ 



” Undang-undang yang mengatur tentang bentuk negara, 
sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang 
badan-badan pemerintah”. 



Menurut definisi lain: 




” Undang-undang yang mengatur tentang kekuasaan negara 
atau badan-badan pemerintah, menentukan hubungan hak 
dan kewajiban pemerintah terhadap rakyat serta hak dan 
kewajiban rakyat terhadap pemerintah”. 



Lahirnya berbagai undang-undang dasar yang ada di dunia 
ini, bermacam-macam ragamnya. Ada yang lahir dalam bentuk 
perundangan. Ada yang berasal dari adat istiadat dan kebiasaan 
suatu bangsa, seperti undang-undang dasar Inggris. Ada pula yang 
lahir dari hasil kerja badan khusus kelompok nasionalis yang 
memiliki kekuasaan di tengah-tengah umat saat itu, yang kemudian 
membuat aturan menjadi undang-undang dasar dan menjelaskan 
cara perubahannya. Setelah itu, badan ini dibubarkan dan diganti 
dengan lembaga lain yang ditetapkan dan disahkan oleh undang- 
undang dasar. Hal seperti ini terjadi di Perancis dan Amerika. 

Undang-undang dasar dan undang-undang memiliki 
sumber-sumber pengambilan hukum yang dapat dibagi menjadi 
dua macam: Pertama , sumber yang melahirkan undang-undang 




132 Peraturan Hidup Dalam Islam 



dasar dan perundang-undangan, seperti adat istiadat, agama, 
pendapat para ahli hukum, yurisprudensi , norma-norma 
keadilan dan kebijaksanaan. Jenis ini biasa disebut sebagai 
sumber-sumber yuridis. Misalnya, undang-undang dasar 
sebagian negara Barat, seperti Inggris dan Amerika. Kedua , 
sumber yang menjadi rujukan untuk undang-undang dasar dan 
perunndang-undangan, seperti UUD Perancis atau UUD 
sebagian negara di dunia Islam, seperti Turki, Mesir, Irak dan 
Syria. Jenis ini disebut sebagai sumber-sumber historis. 

Demikianlah rangkuman istilah undang-undang dasar 
dan undang-undang. Ringkasnya menunjukkan bahwa 
kebanyakan negeri-negeri di dunia mengambilnya dari berbagai 
sumber, baik sumber yuridis maupun histories. Kemudian 
ditetapkan dan diperintahkannya kepada rakyat supaya 
melaksanakannya. Hukum-hukum tersebut setelah ditetapkan 
oleh negara dijadikan sebagai undang-undang dasar apabila 
bersifat umum, dan sebagai undang-undang apabila bersifat 
khusus. 

Muncul pertanyaan kepada kaum Muslim saat ini, 
yaitu: Boleh tidak istilah ini digunakan? Jawabnya adalah 
bahwa istilah-istilah asing yang memiliki makna tertentu 
apabila bertentangan dengan istilah kaum Muslim, 
hukumnya tidak boleh digunakan. Misalnya istilah keadilan 
sosial yang menitikberatkan pada peraturan tertentu, yang 
ringkasnya menjamin pendidikan dan kesehatan bagi orang- 
orang fakir miskin atau menjamin hak-hak kaum buruh dan 
pegawai negeri. Istilah ini jelas bertentangan dengan 
pengertian kaum Muslim. Adil menurut kaum Muslim adalah 
lawan dari zhalim. Di dalam Islam jaminan pendidikan dan 
kesehatan adalah hak bagi seluruh rakyat, baik yang kaya 
maupun miskin. Bahkan, jaminan dipenuhinya hak bagi 
orang yang lemah dan amat membutuhkan, adalah juga hak 
yang dimiliki bagi seluruh rakyat yang memiliki 




Undang-undang Dasar dan Undang-undang 133 



kewarganegaraan Islam, baik pegawai maupun bukan, buruh 
ataupun petani, dan lain-lain. Meskipun demikian jika istilah 
asing itu sesuai maknanya dengan pengertian kaum Muslim, 
maka boleh saja digunakan. Misalnya kata “pajak” yaitu 
harta yang dipungut dari rakyat untuk keperluan administrasi 
negara. Sedangkan pengertian kaum Muslim adalah harta 
yang dipungut negara untuk mengatur urusan umat. Jadi, 
boleh saja kita menggunakan istilah ini. 

Demikian pula dengan istilah undang-undang dasar dan 
undang-undang, yang berarti hukum-hukum yang ditetapkan 
negara, yang diumumkan kepada seluruh rakyat, mengikat 
mereka dan diwajibkan untuk menjalankannya. Pengertian ini 
terdapat juga pada kaum Muslim. Karena itu, kita tidak 
menemukan larangan untuk menggunakan dua istilah undang- 
undang dasar dan undang-undang. Yang dimaksud oleh dua 
istilah ini -menurut pengertian kaum Muslim- adalah hukum- 
hukum syara’ yang dilegalisasikan oleh Khalifah. Tentu saja 
terdapat perbedaan antara undang-undang dasar dan undang- 
undang Islam dengan undang-undang dasar dan undang- 
undang yang bukan Islam. Sebab, yang terakhir ini sumbernya 
berasal dari adat-istiadat, yurisprudensi dan lain-lain. Lagi pula 
tempat lahir undang-undang dasar adalah badan khusus atau 
parlemen (hasil pemilu) yang menyusun undang-undang dasar. 
Menurut mereka rakyatlah yang memiliki sumber kekuasaan, 
dan kedaulatan berada di tangan rakyat. 

Sumber utama dari undang-undang dasar dan undang- 
undang Islam adalah Al-Quran dan As-Sunah. Bukan yang lain. 
Tempat lahirnya adalah ijtihad para mujtahid. Khalifah akan 
melegalisasi hukum-hukum tertentu dari hasil ijtihad tersebut dan 
memerintahkan rakyat untuk melaksanakannya. Kedaulatan 
menurut Islam hanya milik syara’. Sedangkan ijtihad untuk 
menggali hukum-hukum syara’ adalah hak bagi seluruh kaum 




134 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Muslim, yang hukumnya fardlu kifayah . Akan tetapi hanya Khalifah 
saja yang berhak melegalisasi hukum-hukum syara’ tersebut. 

Ini ditinjau dari segi kebolehan menggunakan dua istilah 
undang-undang dasar dan undang-undang negara. Adapun dari 
segi urgensi untuk melegalisasikan hukum-hukum, maka dengan 
melihat apa yang telah dilakukan kaum Muslim sejak masa 
khalifah Abubakar hingga khalifah terakhir, menunjukkan bahwa 
legalisasi hukum yang mengikat kaum Muslim adalah perkara 
yang sangat urgent dilakukan. Namun, legalisasi hukum hanya 
dilakukan negara untuk beberapa hukum tertentu, bukan 
mencakup seluruh hukum. Menurut catatan sejarah belum 
pernah negara melegalisasikan hukum secara menyeluruh, 
kecuali pada sebagian kurun. Misalnya pada masa kekuasaan 
Bani Ayyub yang melegalisasikan seluruh mazhab Syafi’i. Begitu 
pula pada masa Daulah Utsmaniah , yang melegalisasikan 
mazhab Hanafi. 

Lalu muncul pertanyaan, apakah termasuk kemaslahatan 
bagi kaum Muslim membuat undang-undang dasar dan undang- 
undang yang bersifat umum, mencakup seluruh hukum, atau 
tidak? Jawabnya adalah bahwa undang-undang dasar yang 
menyeluruh, dan undang-undang yang sangat rinci, mencakup 
seluruh hukum, tidak akan membantu menumbuhkan kreatifitas 
dalam ijtihad. Karena itu, pada masa-masa permulaan kaum 
Muslim, masa shahabat, tabiin dan tabi’ut tabiin , selalu 
menjauhi langkah seperti ini. Khalifah selalu menghindari 
pengambilan seluruh hukum, bahkan membatasinya hanya 
pada hukum-hukum tertentu saja yang dianggapnya sebagai 
suatu keharusan bagi negara melanjutkan kesatuan kekuasaan 
negara, hukum dan administrasi. Yang paling baik untuk 
menumbuhkan kreatifitas dalam ijtihad adalah negara tidak 
membuat undang-undang dasar yang mencakup seluruh 
hukum. Negara hanya membuat undang-undang dasar yang 
mencakup hukum-hukum umum; yang menetapkan bentuk 




Undang-undang Dasar dan Undang-undang 135 



negara dan menjamin kelangsungan kesatuan dan persatuan. 
Kemudian memberi kebebasan kepada para Wali dan Qadli 
untuk berijtihad dan menggali hukum. Hal ini dapat 
dilaksanakan jika ijtihad itu mudah dilakukan, dan sebagian 
masyarakat adalah para mujtahid, seperti yang pernah terjadi 
pada masa shahabat, tabiin dan tabi’ut tabiin. Keadaannya 
berbeda jika sebagian besar masyarakat adalah para muqallid 
dan jumlah mujtahid sangat sedikit, maka dalam kondisi seperti 
ini merupakan keharusan mutlak bagi negara untuk 
melegalisasikan hukum yang akan diterapkan di tengah-tengah 
masyarakat, baik oleh Khalifah , para Wali maupun Qadli. Ini 
dilakukan mengingat sulitnya penerapan hukum-hukum Allah 
oleh para Wali dan Qadli disebabkan tidak ada kemampuan 
untuk berijtihad. Yang ada hanya bertaqlid yang seringkali 
menimbulkan perbedaan, bahkan saling bertentangan. 
Sementara itu proses legalisasi dapat ditempuh setelah 
melakukan pengkajian, mengetahui peristiwa, fakta dan dalil 
(syara’). Disamping itu apabila negara membiarkan para Wali 
dan Qadli memutuskan perkara menurut pengetahuan mereka, 
tentu akan muncul bermacam-macam hukum dan pertentangan 
di dalam satu negara, bahkan dalam satu bagian wilayah atau 
daerah. Malahan dapat mengakibatkankan diterapkannya 
hukum selain hukum Allah. Dengan demikian -pada saat 
kebodohan tentang Islam merajalela seperti sekarang- Daulah 
Islam harus melegalisasikan hukum-hukum tertentu, dan 
membatasi hanya pada bidang hukum muamalah, uqubat 
(sanksi-sanksi), bukan dalam perkara aqidah dan ibadah. 
Legalisasi itu hendaknya bersifat umum dan mencakup seluruh 
bidang hukum, agar urusan negara dapat terkendali, dan seluruh 
urusan kaum Muslim berjalan sesuai dengan hukum-hukum 
Allah. Tatkala negara melegalisasi beberapa hukum dan 
membuat undang-undang dasar serta perundang-undangan, 
negara harus tetap terikat dengan hukum-hukum syari’at Islam, 




136 Peraturan Hidup Dalam Islam 



bukan kepada yang lain. Bahkan tidak perlu kajian selain hukum 
syari’at Islam. Jadi, negara tidak mengambil hukum apapun 
yang bukan berasal dari syari’at Islam. Tidak diperhatikan lagi 
apakah sesuai dengan Islam ataukah berlawanan. Negara 
misalnya, tidak melegalisasi jaminan (milik perseorangan), akan 
tetapi cukup dibuat hukum yang mengatur hak milik umum. 
Berdasarkan hal ini, negara harus terikat dengan hukum syari’at 
Islam dalam setiap perkara yang berhubungan dengan fikrah 
dan thariqah. 

Adapun undang-undang dan peraturan yang tidak 
berkaitan dengan fikrah dan thar\qah yang tidak 
menggambarkan pandangan hidup, seperti undang-undang 
administrasi negara, pengaturan perkantoran/departemen dan 
sebagainya, termasuk ke dalam sarana atau teknis, yang 
kedudukannya sama dengan ilmu-ilmu sains, teknik dan industri. 
Yang demikian itu boleh diambil dan dimanfaatkan oleh negara 
untuk mengatur segala urusannya. Umar bin Khaththab ra 
melakukan hal ini tatkala membangun sistem perkantoran dan 
pengarsipan, yang mengambil contoh dari Persia. Urusan 
administrasi dan teknis pelaksanaan kerja ini tidak ada kaitannya 
dengan undang-undang dasar dan undang-undang syari’at 
Islam, sehingga sistem ini tidak akan dituangkan dalam undang- 
undang dasar. Dalam hal ini Daulah Islam berkewajiban 
menjadikan undang-undang dasarnya berdasarkan hukum 
syari’at Islam saja. Jadi, undang-undang dasar dan perundang- 
undangannya harus Islami. 

Tatkala negara melegalisasi hukum apapun, 
pengambilannya harus berdasarkan pertimbangan dalil syar’i 
yang kuat disertai pemahaman yang tepat mengenai peristiwa 
yang sedang terjadi. Karena itu, tindakan pertama yang 
dilakukan oleh negara hendaknya mengkaji peristiwa yang 
dihadapi. Sebab, memahami secara benar setiap peristiwa 
merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan. Negara 




Undang-undang Dasar dan Undang-undang 137 



juga harus memahami hukum syari’at Islam yang berkaitan 
dengan peristiwa yang dihadapinya, disamping mengkaji dalil 
hukum syari’at itu. Baru setelah itu, negara melegalisasi hukum 
berdasarkan kekuatan dalil. Perlu diperhatikan disini bahwa 
yudifikasi hukum-hukum syari’at Islam bisa diambil dari 
pendapat salah seorang mujtahid, setelah mengetahui dalilnya 
dan merasa puas terhadap kekuatan dalil tersebut. Bisa juga 
diambil (secara langsung) dari Kitab, Sunah, Ijma atau Qiyas. 
Namun harus melalui ijtihad yang syar’i, sekalipun berupa ijtihad 
masalah ( ijtihad juz’ i). Misalnya, jika Daulah Islam ingin 
melegalisasikan hukum mengenai larangan asuransi barang, 
maka pertama-tama negara harus mempelajari apa yang 
dimaksud dengan asuransi barang, agar diketahuinya secara 
benar. Kemudian mempelajari sarana-sarana penguasaan 
pemilikan. Dan terakhir diterapkan hukum Allah mengenai hak 
pemilikan pada jenis asuransi itu sekaligus melegalisasikan 
hukum syara’ untuk masalah tadi. 

Dengan demikian, undang-undang dasar dan undang- 
undang umum harus memiliki muqaddimah (argumentasi 
syar’i), yang menjelaskan dengan gamblang mazhab fiqih 
mana yang ditempuh pada setiap pasalnya, disertai dengan 
dalilnya. Bisa juga dengan menjelaskan dalil syar’i yang 
diambil untuk setiap pasalnya, jika diambil melalui ijtihad 
yang benar. Penjelasan itu dilakukan agar kaum Muslim 
mengetahui hukum-hukum yang dilegalisasikan oleh negara 
dalam undang-undang dasar dan perundang-undangan 
(umum)nya itu berupa hukum-hukum syara, yang diambil 
melalui ijtihad yang benar. Kaum Muslim tidak wajib taat 
terhadap peraturan atau hukum negara, kecuali jika hukum 
atau peraturan itu berupa hukum syara’ yang telah 
dilegalisasikan oleh negara. Dengan demikian negara dapat 
memilih sejumlah hukum Islam untuk dijadikan sebagai 




138 Peraturan Hidup Dalam Islam 



undang-undang dasar maupun undang-undang supaya 
diterapkan terhadap rakyat yang berkewarganegaraan Islam. 

Atas dasar inilah kami menawarkan kepada kaum Muslim 
rancangan undang-undang dasar Daulah Islam, yang meliputi 
seluruh dunia Islam. Kaum Muslim dapat mempelajarinya tatkala 
mereka berusaha menegakkan Daulah Islam yang akan 
mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Perlu diperhatikan 
disini bahwa undang-undang dasar tersebut tidak diperuntukkan 
khusus bagi daerah tertentu, melainkan bagi Daulah Islam yang 
wilayahnya meliputi seluruh dunia Islam. Sama sekali tidak 
dimaksudkan untuk daerah atau negeri manapun secara khusus. 




139 



RANCANGAN 

UNDANG-UNDANG DASAR 

HUKUM-HUKUM UMUM 

Pasal 1 

Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang 
menyangkut institusi negara, termasuk meminta 
pertanggungjawaban atas tindakan negara harus dibangun 
berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam menjadi asas undang- 
undang dasar dan perundang-undangan syar’i. Segala sesuatu 
yang berkaitan dengan undang-undang dasar dan perundang- 
undangan, harus terpancar dari akidah Islam. 

Pasal 2 

Darul Islam adalah negeri yang didalamnya diterapkan 
hukum-hukum Islam, dan keamanannya didasarkan pada 
keamanan Islam. Darul kufur adalah negeri yang didalamnya 
diterapkan peraturan kufur, dan keamanannya berdasarkan 
selain keamanan Islam. 




140 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 3 

Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang 
dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang-undang 
negara. Undang-undang dasar dan undang-undang yang telah 
disahkan oleh Khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib 
dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang 
wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun 
bathin. 



Pasal 4 

Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang 
berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. 
Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan 
dengan akidah Islam. 



Pasal 5 

Setiap warga negara (Khilafah) Islam mendapatkan hak- 
hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan syara’. 

Pasal 6 

Negara tidak membeda-bedakan individu rakyat dalam 
aspek hukum, peradilan, maupun dalam jaminan kebutuhan 
rakyat dan semisalnya. Seluruh rakyat diperlakukan sama tanpa 
memperhatikan ras, agama, warna kulit dan lain-lain. 

Pasal 7 

Negara memberlakukan syariah Islam atas seluruh rakyat 
yang berkewarganegaraan (Khilafah) Islam, baik muslim 
maupun non-muslim dalam bentuk-bentuk berikut ini: 
a. Negara memberlakukan seluruh hukum Islam atas kaum 
Muslim tanpa kecuali. 




Rancangan Undang-undang Dasar 141 



b. Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk akidah dan 
menjalankan ibadahnya di bawah perlindungan peraturan 
umum. 

c. Orang-orang yang murtad dari Islam dijatuhkan hukum 
murtad jika mereka sendiri yang melakukan kemurtadan. 
Jika kedudukannya sebagai anak-anak orang murtad atau 
dilahirkan sebagai non-muslim, maka mereka diperlakukan 
sebagai non muslim, sesuai dengan kondisi mereka selaku 
orang-orang musyrik atau ahli kitab. 

d. Terhadap orang-orang non-muslim, dalam hal makanan, 
minuman dan pakaian, diperlakukan sesuai dengan agama 
mereka, sebatas apa yang diperbolehkan hukum-hukum 
syara’. 

e. Perkara nikah dan talak antara sesama non-muslim 
diselesaikan sesuai dengan agama mereka. Dan jika terjadi 
antara muslim dan non-muslim, perkara tersebut 
diselesaikan menurut hukum Islam. 

f. Negara memberlakukan hukum-hukum syara’ selain 
perkara-perkara diatas atas seluruh rakyat -muslim maupun 
non muslim-, baik menyangkut hukum muamalat, uqubat 
(sanksi), bayyinat (pembuktian), sistem pemerintahan, 
ekonomi dan sebagainya. Negara memberlakukan juga 
terhadap muahidin (yaitu orang-orang yang negaranya 
terikat perjanjian), musta’minin (yaitu orang-orang yang 
mendapat jaminan keamanan untuk masuk ke negeri 
Islam), dan terhadap siapa saja yang berada dibawah 
kekuasaan Islam, kecuali bagi para duta besar, konsul, 
utusan negara asing dan sejenisnya. Mereka memiliki 
kekebalan diplomatik. 



Pasal 8 

Bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa Islam, dan 
satu-satunya bahasa resmi yang digunakan negara. 




142 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 9 

Ijtihad adalah fardhu kifayah. Dan setiap muslim berhak 
berijtihad apabila telah memenuhi syarat-syaratnya. 

Pasal 10 

Seluruh kaum Muslim memikul tanggung jawab terhadap 
Islam. Islam tidak mengenal rohaniawan. Dan negara mencegah 
segala tindakan yang dapat mengarah pada munculnya mereka 
dikalangan kaum Muslim. 



Pasal 11 

Mengemban da’wah Islam adalah tugas pokok negara. 

Pasal 12 

Al-Kitab (Al-Quran), As-Sunah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas 
merupakan dalil-dalil yang diakui bagi hukum syara’ . 

Pasal 13 

Setiap manusia bebas dari tuduhan. Seseorang tidak 
dikenakan sanksi, kecuali dengan keputusan pengadilan. Tidak 
dibenarkan menyiksa seorangpun. Dan siapa saja yang 
melakukannya akan mendapatkan hukuman. 

Pasal 14 

Hukum asal perbuatan manusia terkait dengan hukum 
syara’. Tidak dibenarkan melakukan suatu perbuatan, kecuali 
setelah mengetahui hukumnya. Hukum asal benda adalah 
mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. 

Pasal 15 

Segala sesuatu yang menghantarkan kepada yang haram 
hukumnya adalah haram, apabila diduga kuat dapat 




Rancangan Undang-undang Dasar \ 43 



menghantarkan kepada yang haram. Dan jika hanya 
dikhawatirkan, maka tidak diharamkan. 



SISTEM PEMERINTAHAN 

Pasal 16 

Sistem pemerintahan adalah sistem kesatuan dan bukan 
sistem federal. 



Pasal 17 

Pemerintahan bersifat sentralisasi, sedangkan sistem 
administrasi adalah desentralisasi. 

Pasal 18 

Penguasa mencakup empat orang, yaitu Khalifah, 
Mu’awin Tafwidl, Wali dan Amil. Selain mereka, tidak tergolong 
sebagai penguasa, melainkan hanya pegawai pemerintah 

Pasal 19 

Tidak dibenarkan seorang pun berkuasa atau menduduki 
jabatan apa saja yang berkaitan dengan kekuasaan, kecuali 
orang itu laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil, memiliki 
kemampuan dan beragama Islam. 

Pasal 20 

Kritik terhadap pemerintah merupakan salah satu hak 
kaum Muslim dan hukumnya fardlu kifayah. Sedangkan bagi 
warganegara non-muslim, diberi hak mengadukan kesewenang- 
wenangan pemerintah atau penyimpangan pemerintah dalam 
penerapan hukum-hukum Islam terhadap mereka. 




144 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 21 

Kaum Muslim berhak mendirikan partai politik untuk 
mengkritik penguasa; atau sebagai jenjang untuk menduduki 
kekuasaan pemerintahan melalui umat, dengan syarat asasnya 
adalah akidah Islam dan hukum-hukum yang diadopsi adalah 
hukum-hukum syara\ Pendirian partai tidak memerlukan izin 
negara. Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak 
berasaskan Islam. 



Pasal 22 

Sistem pemerintahan ditegakkan atas empat fondamen: 

a. Kedaulatan adalah milik syara’, bukan milik rakyat. 

b. Kekuasaan berada di tangan umat. 

c. Pengangkatan seorang Khalifah adalah fardhu atas seluruh 
kaum Muslim . 

d. Khalifah mempunyai hak untuk melegislasi hukum-hukum 
syara’ dan menyusun undang-undang dasar dan 
perundang-undangan. 

Pasal 23 

Struktur negara terdiri atas delapan bagian : 

a. Khalifah. 

b. Mu’awin Tafwidl. 

c. Mu’awin Tanfidz. 

d. Al-Wulat 

e. Amirul Jihad. 

f. Keamanan Dalam Negeri 

g. Urusan Luar Negeri 

h. Perindustrian 

i. Al-Qadla. 

j. Kemaslahatan Umat. 

k. Baitul Mal. 




Rancangan Undang-undang Dasar \ 45 



l. Penerangan 

m. Majlis Umat (Musyawarah dan Muhasabah). 

KHALIFAH 

Pasal 24 

Khalifah mewakili umat dalam kekuasaan dan 
pelaksanaan syara’. 



Pasal 25 

Khilafah adalah aqad/perjanjian atas dasar sukarela dan 
pilihan. Tidak ada paksaan bagi seseorang untuk menerima 
jabatan Khilafah, dan tidak ada paksaan bagi seseorang untuk 
memilih Khalifah. 



Pasal 26 

Setiap muslim yang baligh, berakal, baik laki-laki maupun 
wanita berhak memilih Khalifah dan membai’atnya. Orang- 
orang non-muslim tidak memiliki hak pilih. 

Pasal 27 

Setelah aqad Khilafah usai dengan pembai’atan oleh 
pihak yang berhak melakukan bai’at in‘iqad (pengangkatan), 
maka bai’at oleh kaum Muslim lainnya adalah bai’at taat bukan 
bai’at in’iqad. Setiap orang yang menunjukkan penolakan, 
dipaksa untuk berbai’at. 



Pasal 28 

Tidak seorang pun berhak menjadi Khalifah kecuali 
setelah diangkat oleh kaum Muslim. Dan tidak seorang pun 
memiliki wewenang jabatan Khilafah, kecuali jika telah 
sempurna aqadnya berdasarkan hukum syara’, sebagaimana 
halnya pelaksanaan aqad-aqad lainnya di dalam Islam. 




1 46 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 29 

Daerah atau negeri yang membai’at Khalifah dengan 
bai’at in’iqad disyaratkan mempunyai kekuasan independen, 
yang bersandar kepada kekuasaan kaum Muslim saja, dan tidak 
tergantung pada negara kafir manapun; dan keamanan kaum 
Muslim di daerah itu — baik di dalam maupun di luar - adalah 
dengan keamanan Islam saja, bukan dengan keamanan kufur. 
Bai’at taat yang diambil dari kaum Muslim di negeri-negeri lain 
tidak disyaratkan demikian. 

Pasal 30 

Orang yang dibai’at sebagai Khalifah tidak disyaratkan 
kecuali memenuhi syarat bai’at in’iqad, dan tidak harus memiliki 
syarat keutamaan. Yang diperhatikan adalah syarat-syarat 
in’iqad. 



Pasal 31 

Pengangkatan Khalifah sebagai kepala negara, dianggap 
sah jika memenuhi tujuh syarat, yaitu laki-laki, muslim, merdeka, 
baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan. 

Pasal 32 

Apabila jabatan Khalifah kosong, karena meninggal atau 
mengundurkan diri atau diberhentikan, maka wajib hukumnya 
mengangkat seorang pengganti sebagai Khalifah, dalam tempo 
tiga hari dengan dua malamnya sejak kosongnya jabatan 
Khilafah. 



Pasal 33 

Diangkat amir sementara untuk menangani urusan kaum 
Muslim dan melaksanakan proses pengangkatan Khalifah yang 
baru setelah kosongnya jabatan Khilafah sebagai berikut: 




Rancangan Undang-undang Dasar \ 47 



a. Khalifah sebelumnya, ketika merasa ajalnya sudah dekat 
atau bertekad untuk mengundurkan diri, ia memiliki hak 
menunjuk amir sementara 

b. Jika Khalifah meninggal dunia atau diberhentikan sebelum 
ditetapkan amir sementara, atau kosongnya jabatan 
Khilafah bukan karena meninggal atau diberhentikan, maka 
Mu’awin yang paling tua usianya menjadi amir sementara, 
kecuali jika ia ingin mencalonkan diri untuk jabatan 
Khilafah, maka yang menjabat amir sementara adalah 
Mu’awin (Mu’awin Tafwidl, pen. )yang lebih muda, dan 
seterusnya. 

c. Jika semua Mu’awin ingin mencalonkan diri maka Mu’awin 
Tanfizh yang paling tua menjadi amir sementara, jika ia 
ingin mencalonkan diri maka yang lebih muda berikutnya, 
dan demikian seterusnya 

d. Jika semua Mu’awin Tanfizh ingin mencalonkan diri untuk 
jabatan Khilafah maka amir sementara dibatasi pada 
Mu’awin Tanfizh yang paling muda 

e. Amir sementara tidak memiliki wewenang melegislasi 
hukum 

f. Amir sementara diberikan keleluasaan untuk melaksanakan 
secara sempurna proses pengangkatan Khalifah yang baru 
dalam tempo tiga hari. Tidak boleh diperpanjang waktunya 
kecuali karena sebab yang memaksa atas persetujuan 
Mahkamah Mazhalim 



Pasal 34 

Metode untuk mengangkat Khalifah adalah baiat. Adapun 
tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah 
adalah sebagai berikut : 

a. Mahkamah Mazhalim mengumumkan kosongnya jabatan 
Khilafah 




1 48 Peraturan Hidup Dalam Islam 



b. Amir sementara melaksanakan tugasnya dan 
mengumumkan dibukanya pintu pencalonan seketika itu 

c . Penerimaan pencalonan para calon yang memenuhi syarat- 
syarat in’iqad dan penolakan pencalonan mereka yang tidak 
memenuhi syarat-syarat in’iqad ditetapkan oleh Mahkamah 
Mazhalim. 

d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah 
Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota-anggota 
Majelis Umah yang muslim dalam dua kali pembatasan. 
Pertama, dipilih enam orang dari para calon menurut suara 
terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu 
dengan suara terbanyak 

e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim 
diminta untuk memillih satu dari keduanya 

f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu 
siapa calon yang mendapat suara lebih banyak 

g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat 
suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk 
melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya 

h. Setelah proses baiat selesai, Khalifah kaum Muslimin 
diumumkan ke seluruh penjuru sehingga sampai kepada 
umat seluruhnya. Pengumuman itu disertai penyebutan 
nama Khalifah dan bahwa ia memenuhi sifat-sifat yang 
menjadikannya berhak untuk menjabat Khilafah 

i. Setelah proses pengangkatan Khalifah yang baru selesai, 
masa jabatan amir sementara berakhir 

Pasal 35 

Umat yang memiliki hak mengangkat Khalifah, tetapi 

umat tidak memiliki hak memberhentikannya manakala akad 

bai’atnya telah sempurna sesuai dengan ketentuan syara’ 




Rancangan Undang-undang Dasar 149 



Pasal 36 

Khalifah memiliki wewenang sebagai berikut: 

a. Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ yang 
diperlukan untuk memelihara urusan-urusan umat, yang 
digali dengan ijtihad yang sahih dari kitabullah dan sunah 
rasul-Nya, sehingga menjadi perundang-undangan yang 
wajib ditaati dan tidak boleh dilanggar. 

b. Dialah yang bertanggung jawab terhadap politik negara, 
baik dalam maupun luar negeri. Dialah yang memegang 
kepemimpinan militer. Dia berhak mengumumkan perang, 
mengikat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh 
perjanjian lainnya. 

c. Dialah yang berhak menerima atau menolak duta-duta 
negara asing. Dia juga yang berhak menentukan dan 
memberhentikan duta kaum Muslim. 

d. Dialah yang menentukan dan memberhentikan para 
mu’awin dan para Wali, dan mereka semua bertanggung 
jawab kepada Khalifah sebagaimana mereka juga 
bertanggung jawab kepada majelis umat. 

e. Dialah yang menentukan dan memberhentikan qadli 
qudlat, dan seluruh qadli kecuali qadli mazhalim dalam 
kondisi qadli mazhalim sedang memeriksa perkara atas 
Khalifah, Mu’awin atau qadli qudhat. Khalifahlah yang 
berhak menentukan dan memberhentikan para kepala 
direktorat, komandan militer dan para pemimpin brigade 
militer. Mereka bertanggung jawab kepada Khalifah, dan 
tidak bertanggung jawab kepada majelis umat. 

f. Dialah yang menentukan hukum-hukum syara’ yang 
berhubungan dengan anggaran pendapatan dan belanja 
negara. Dia pula yang menentukan rincian nilai APBN, 
pemasukan maupun pengeluaran. 




150 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 37 

Dalam melegislasi hukum, Khalifah terikat dengan 
hukum-huklum syara’. Diharamkan atasnya melegislasi hukum 
yang tidak diambil melalui proses ijtihad yang benar dari dalil- 
dalil syara’. Khalifah terikat dengan hukum yang dilegislasinya, 
dan terikat dengan metode ijtihad yang dijadikannya sebagai 
pedoman dalam pengambilan suatu hukum. Khalifah tidak 
dibenarkan melegislasi hukum berdasarkan metode ijtihad yang 
bertentangan dengan apa yang telah diadopsinya, dan tidak 
diperkenankan mengeluarkan perintah yang bertentangan 
dengan hukum-hukum yang telah dilegislasinya. 

Pasal 38 

Khalifah memiliki hak mutlak untuk mengatur urusan- 
urusan rakyat sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya. Khalifah 
berhak melegislasi hal-hal mubah yang diperlukan untuk 
memudahkan pengaturan negara dan pengaturan urusan 
rakyat. Khalifah tidak boleh menyalahi hukum syara’ dengan 
alasan maslahat. Khalifah tidak boleh melarang sebuah keluarga 
untuk memiliki lebih dari seorang anak dengan alasan minimnya 
bahan makanan misalnya. Khalifah tidak boleh menentukan 
harga kepada rakyat dengan dalih mencegah eksploitasi. 
Khalifah tidak boleh mengangkat orang kafir atau seorang wanita 
sebagai Wali dengan alasan (memudahkan) pengaturan urusan 
rakyat atau terdapat kemaslahatan, atau tindakan-tindakan lain 
yang bertentangan dengan hukum syara’. Khalifah tidak boleh 
mengharamkan sesuatu yang mubah atau membolehkan 
sesuatu yang haram. 



Pasal 39 

Tidak ada batas waktu bagi jabatan Khalifah. Selama 
mampu mempertahankan dan melaksanakan hukum syara’, 
serta mampu menjalankan tugas-tugas negara, ia tetap menjabat 




Rancangan Undang-undang Dasar 151 



sebagai Khalifah, kecuali terdapat perubahan keadaan yang 
menyebabkannya tidak layak lagi menjabat sebagai Khalifah 
sehingga wajib segera diberhentikan. 

Pasal 40 

Hal-hal yang mengubah keadaan Khalifah sehingga 
mengeluarkannya dari jabatan Khalifah ada tiga perkara: 

a. Jika melanggar salah satu syarat dari syarat-syarat in’iqad 
Khilafah, yang menjadi syarat keberlangsungan jabatan 
Khalifah, misalnya murtad, fasik secara terang-terangan, 
gila dan lain-lain. 

b. Tidak mampu memikul tugas-tugas Khilafah oleh karena 
suatu sebab tertentu. 

c. Adanya tekanan yang menyebabkannya tidak mampu lagi 
menjalankan urusan kaum Muslim menurut pendapatnya 
sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Bila terdapat 
tekanan dari pihak tertentu sehingga Khalifah tidak mampu 
memelihara urusan rakyat menurut pendapatnya sendiri 
sesuai dengan hukum syara’, maka secara hukum ia tidak 
mampu menjalankan tugas-tugas negara, sehingga tidak 
layak lagi menjabat sebagai Khalifah. Hal ini berlaku dalam 
dua keadaan : 

Pertama : Apabila salah seorang atau beberapa orang 
dari para pendampingnya menguasai Khalifah sehingga 
mereka mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan. 
Apabila masih ada harapan dapat terbebas dari kekuasaan 
mereka, maka ditegur dan diberi waktu untuk membebaskan 
diri. Jika ternyata tidak mampu mengatasi dominasi mereka, 
maka ia diberhentikan. Bila tidak ada harapan lagi maka 
segera Khalifah diberhentikan. 

Kedua: Apabila Khalifah menjadi tawanan musuh, baik 
ditawan atau ditekan musuh. Rada situasi seperti ini perlu 
dipertimbangkan. Jika masih ada harapan untuk dibebaskan 




152 Peraturan Hidup Dalam Islam 



maka pemberhentiannya ditangguhkan sampai batas tidak 
ada harapan lagi untuk membebaskannya, dan jika ternyata 
demikian, barulah dia diberhentikan. Jika tidak ada harapan 
sama sekali untuk membebaskannya maka segera diganti. 

Pasal 41 

Mahkamah Madzalim adalah satu-satunya lembaga yang 
menentukan ada dan tidaknya perubahan keadaan pada diri 
Khalifah yang menjadikannya tidak layak menjabat sebagai 
Khalifah. Mahkamah ini merupakan satu-satunya lembaga yang 
memiliki wewenang memberhentikan atau menegur Khalifah. 



MU’AWIN AT-TAFWIDL 

Pasal 42 

Khalifah mengangkat seorang Mu’awin Tafwidl atau lebih. 
Ia bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan. 
Mu’awin Tafwidl diberi wewenang untuk mengatur berbagai 
urusan berdasarkan pendapat dan ijtihadnya. 

Apabila Khalifah wafat, maka masa jabatan Mu’awin juga 
selesai. Dia tidak melanjutkan aktivitasnya kecuali selama masa 
jabatan amir sementara saja. 

Pasal 43 

Syarat-syarat Mu’awin Tafwidl sama seperti persyaratan 
Khalifah, yaitu laki-laki, merdeka, muslim, baligh, berakal, adil 
dan memiliki kemampuan yang menyangkut tugas-tugas yang 
diembannya. 



Pasal 44 

Dalam penyerahan tugas kepada Mu’awin Tafwidl, 
disyaratkan dua hal: Pertama, kedudukannya mencakup segala 




Rancangan Undang-undang Dasar 153 



urusan negara. Kedua, sebagai wakil Khalifah. Disaat 
pengangkatannya Khalifah harus menyatakan: ‘aku serahkan 
kepada Anda apa yang menjadi tugasku sebagai wakilku’, atau 
dengan redaksi lain yang mencakup kedudukannnya yang 
umum dan bersifat mewakili. Penyerahan tugas ini 
memungkinkan Khalifah untuk mengirimkan para Mu’awin ke 
berbagai tempat tertentu, atau memutasi mereka dari satu 
tempat ke tempat atau tugas lain menurut tuntutan bantuan 
kepada Khalifah, tanpa memerlukan pendelegasian baru karena 
semua itu termasuk di dalam cakupan penyerahan tugas mereka 
sebelumnya 



Pasal 45 

Mu’awin Tafwidl wajib memberi laporan kepada Khalifah, 
tentang apa yang telah diputuskan, atau apa yang dilakukan, 
atau tentang penugasan Wali dan pejabat, agar wewenangnya 
tidak sama seperti Khalifah. Mu’awin Tafwidl wajib memberi 
laporan kepada Khalifah dan melaksanakan apa yang 
diperintahkan oleh Khalifah. 

Pasal 46 

Khalifah wajib mengetahui aktivitas Mu’awin Tafwidl dan 
pengaturan berbagai urusan yang dilakukannya, agar Khalifah 
dapat menyetujui yang sesuai dengan kebenaran dan 
mengoreksi kesalahan. Mengingat pengaturan urusan umat 
adalah tugas Khalifah yang dijalankan berdasar ijtihadnya. 

Pasal 47 

Apabila Mu’awin Tafwidl telah mengatur suatu urusan, 
lalu disetujui Khalifah, maka dia dapat melaksanakannya sesuai 
persetujuan Khalifah, tanpa mengurangi atau menambahnya. 
Jika Khalifah menarik kembali persetujuannya, dan Mu’awin 
menolak mengembalikan apa yang telah diputuskan, maka 




154 Peraturan Hidup Dalam Islam 



dalam hal ini perlu dilihat; jika masih dalam rangka pelaksanaan 
hukum sesuai dengan perintahnya atau menyangkut harta yang 
sudah diserahkan kepada yang berhak, maka pendapat mu’awin 
yang berlaku, sebab pada dasarnya hal itu adalah pendapat 
Khalifah juga. Khalifah tidak boleh menarik kembali hukum yang 
sudah dilaksanakan, atau harta yang sudah dibagikan. 
Sebaliknya jika apa yang sudah dilaksanakan oleh Mu’awin 
diluar ketentuan-ketentuan tersebut, seperti mengangkat Wali 
atau mempersiapkan pasukan, maka Khalifah berhak menolak 
perbuatan Mu’awin dan melaksanakan penapatnya sendiri serta 
menghapus apa yang telah dilakukan oleh Mu’awin. Mengingat 
Khalifah berhak untuk mengubah kembali kebijaksanaannya 
ataupun kebijaksanaan Mu’awinnya. 

Pasal 48 

Mu’awin Tafwidl tidak terikat dengan salah satu instansi 
dari instansi-instansi administratif. Mengingat kekuasaannya 
bersifat umum. Karena mereka yang melaksanakan aktivitas 
administratif adalah para pegawai dan bukan penguasa, 
sedangkan Mu’awin Tafwidl adalah seorang penguasa. Maka 
ia tidak diserahi tugas secara khusus dengan urusan-urusan 
administratif tersebut, karena kekuasaannya bersifat umum. 



MU’AWIN AT-TANFIDZ 

Pasal 49 

Khalifah mengangkat Mu’awin Tanfidz sebagai pembantu 
dalam kesekretariatan. Tugasnya menyangkut bidang 
administratif, dan bukan pemerintahan. Instansinya merupakan 
salah satu badan untuk melaksanakan instruksi yang berasal 
dari Khalifah kepada instansi dalam maupun luar negeri. 
Memberi laporan apa yang telah diterimanya kepada Khalifah. 




Rancangan Undang-undang Dasar 155 



Instansinya berfungsi sebagai perantara antara Khalifah dan 
pejabat lain, menyampaikan tugas dari Khalifah atau sebaliknya 
menyampaikan laporan kepadanya dalam urusan berikut : 

a. Hubungan dengan rakyat 

b. Hubungan internasional 

c. Militer atau pasukan 

d. Institusi negara lainnya selain militer 

Pasal 50 

Mu’awin Tanfidz harus seorang laki-laki dan muslim, 
karena ia adalah pendamping Khalifah. 

Pasal 51 

Mu’awin Tanfidz selalu berhubungan langsung dengan 
Khalifah, seperti halnya Mu’awin Tafwidl. Dia berposisi sebagai 
Mu’awin dalam hal pelaksanaan, bukan menyangkut 
pemerintahan. 



AL-WULAT 

(GUBERNUR) 

Pasal 52 

Seluruh daerah yang dikuasai oleh negara dibagi ke dalam 
beberapa bagian. Setiap bagian dinamakan wilayah (propinsi). 
Setiap wilayah (propinsi) terbagi menjadi beberapa ’imalat 
(kabupaten). Yang memerintah wilayah (propinsi) disebut Wali 
atau Amir dan yang memerintah ‘imalat disebut Amil atau 
Hakim. 



Pasal 53 

Wali diangkat oleh Khalifah. Para Amil diangkat oleh 
Khalifah atau Wali apabila Khalifah memberikan mandat 




156 Peraturan Hidup Dalam Islam 



tersebut kepada Wali. Syarat bagi seorang Wali dan Amil sama 
seperti persyaratan Mu’awin, yaitu laki-laki, merdeka, muslim, 
baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan yang sesuai dengan 
tugas yang diberikan, dan dipilih dari kalangan orang yang 
bertaqwa serta berkepribadian kuat. 

Pasal 54 

Wali mempunyai wewenang dalam bidang pemerintahan 
dan mengawasi seluruh aktivitas lembaga administrasi negara 
di wilayahnya, sebagai wakil dari Khalifah. Wali memiliki seluruh 
wewenang di daerahnya kecuali urusan keuangan, peradilan, 
dan angkatan bersenjata. Ia memiliki kepemimpinan atas 
penduduk di wilayahnya dan mempertimbangkan seluruh 
urusan yang berhubungan dengan wilayahnya. Dari segi 
operasional, kepolisian ditempatkan dibawah kekuasaannya, 
bukan dari segi administrasinya. 

Pasal 55 

Wali tidak harus memberi laporan kepada Khalifah 
tentang apa yang dilakukan di wilayah kekuasaannya, kecuali 
ada beberapa pilihan (yang harus ditentukannya). Apabila 
terdapat perkara baru yang tidak ditetapkan sebelumnya, ia 
harus memberikan laporan kepada Khalifah, kemudian baru 
dilaksanakan berdasarkan perintah Khalifah. Apabila dengan 
menunggu persetujuan dari Khalifah suatu urusan dikhawatirkan 
terbengkelai, maka ia boleh melakukannya serta wajib 
melaporkannya kepada Khalifah, dan menjelaskan tentang 
sebab-sebab tidak ada laporan sebelum pelaksanaan. 

Pasal 56 

Di setiap wilayah terdapat majelis, yang anggota- 
anggotanya dipilih oleh penduduk setempat dan dipimpin 
oleh Wali. Majelis berwenang turut serta dalam penyampaian 




Rancangan Undang-undang Dasar 157 



saran/pendapat dalam urusan-urusan administratif, bukan 
dalam urusan kekuasaan (pemerintahan). Hal itu untuk dua 
tujuan: 

Pertama , memberikan informasi yang penting kepada 
Wali tentang fakta wilayah (propinsi) dan kebutuhannya serta 
menyampaikan pendapat dalam masalah itu. 

Kedua , untuk mengungkapkan persetujuan atau 
pengaduan tentang pemerintahan Wali kepada mereka. 

Pendapat Majelis dalam masalah pertama tidak bersifat 
mengikat. Namun pendapat majelis dalam masalah kedua 
bersifat mengikat. Jika Majelis mengadukan Wali, maka Wali 
tersebut diberhentikan. 



Pasal 57 

Masa jabatan seorang Wali di wilayahnya tidak boleh 
dalam waktu yang sangat panjang (lama). Tetapi seorang Wali 
diberhentikan dari wilayah (propinsinya) setiap kali terlihat 
adanya akumulasi kekuasaan pada dirinya atau bisa 
menimbulkan fitnah di tengah-tengah masyarakat. 

Pasal 58 

Seorang Wali tidak boleh dimutasi dari satu wilayah ke 
wilayah yang lain, karena pengangkatannya bersifat umum 
tetapi untuk satu tempat tertentu. Akan tetapi seorang Wali boleh 
diberhentikan kemudian diangkat lagi di tempat lain. 

Pasal 59 

Wali diberhentikan apabila Khalifah berpendapat untuk 
memberhentikannya; atau apabila majlis umat menyatakan 
ketidakpuasan (ketidakrelaan) terhadap Wali, atau jika majelis 
wilayah menampakkan ketidaksukaan terhadapnya. 
Pemberhentiannya dilakukan oleh Khalifah. 




158 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 60 

Khalifah wajib meneliti dan mengawasi pekerjaan dan 
tindak-tanduk setiap Wali dengan sungguh-sungguh. Khalifah 
boleh menunjuk orang yang mewakilinya untuk 
mengungkapkan keadaan para Wali, mengadakan pemeriksaan 
terhadap mereka, mengumpulkan mereka satu persatu atau 
sebagian dari mereka sewaktu-waktu, dan mendengar 
pengaduan-pengaduan rakyat terhadapnya. 



AMIRUL JIHAD: 

DIREKTORAT PEPERANGAN - PASUKAN 

Pasal 61 

Direktorat peperangan menangai seluruh urusan yang 
berkaitan dengan kekuatan bersenjata baik pasukan, polisi, 
persenjataan, peralatan, logistik, dan sebagainya. Juga semua 
akademi militer, semua misi militer dan segala hal yang menjadi 
tuntutan baik tsaqafah Islamiyah, maupun tsaqafah umum bagi 
pasukan. Dan semua hal yang berhubungan dengan 
peperangan dan penyiapannya. Direktorat ini disebut Amirul 
Jihad. 



Pasal 61 

Jihad adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim dan 
pelatihan militer bersifat wajib. Setiap laki-laki muslim yang telah 
berusia 15 tahun diharuskan mengikuti pelatihan militer, sebagai 
persiapan untuk jihad. Adapun rekrutmen anggota pasukan 
reguler merupakan fardhu kifayah. 

Pasal 63 

Prajurit terdiri atas dua bagian: Pertama, pasukan 
cadangan yang terdiri atas seluruh kaum Muslim yang mampu 




Rancangan Undang-undang Dasar 159 



memanggul senjata. Kedua, pasukan reguler yang memperoleh 
gaji dan masuk anggaran belanja sebagaimana para pegawai 
negeri lainnya. 



Pasal 64 

Pasukan memiliki liwa dan panji. Khalifah yang 
menyerahkan liwa kepada komandan pasukan (Brigade). 
Sedangkan panji diserahkan oleh komandan Brigade. 

Pasal 65 

Khalifah adalah panglima angkatan bersenjata. Khalifah 
mengangkat kepala staf gabungan. Khalifah yang menunjuk 
amir untuk setiap brigade dan seorang komandan untuk setiap 
batalion. Adapun struktur militer lainnya yang mengangkat 
adalah para komandan brigade dan komandan batalyon. 
Penetapan seseorang sebagai perwira harus disesuaikan dengan 
tingkat pengetahuan militernya. Dan yang menetapkannya 
adalah kepala staf gabungan. 

Pasal 66 

Seluruh angkatan bersenjata ditetapkan sebagai satu 
kesatuan, yang ditempatkan diberbagai markas (kamp) militer. 
Sebagian kamp militer harus ditempatkan diberbagai wilayah, 
sebagian lainnya ditempatkan ditempat-tempat strategis, dan 
sebagian lain ditempatkan di kamp-kamp yang bersifat mobil 
dan dijadikan sebagai pasukan siap tempur. Kamp-kamp militer 
dibentuk dalam berbagai unit. Setiap unitnya disebut batalion. 
Setiap batalion mempunyai ciri, seperti batalion 1, batalion 3 
dan seterusnya, atau dinamakan sesuai nama wilayah/distrik. 

Pasal 67 

Setiap prajurit harus diberikan pendidikan militer 
semaksimal mungkin. Hendaknya kemampuan berpikir setiap 




1 60 Peraturan Hidup Dalam Islam 



prajurit ditingkatkan sesuai dengan kemampuan yang ada. 
Hendaknya setiap prajurit dibekali dengan tsaqofah Islam, 
sehingga memiliki wawasan tentang Islam sekalipun dalam 
bentuk global. 



Pasal 68 

Disetiap kamp militer harus terdapat sejumlah perwira 
yang cukup dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang 
kemiliteran, serta berpengalaman dalam menyusun strategi 
perang dan mengatur peperangan. Hendaknya perwira disetiap 
batalion diperbanyak sesuai kemampuan yang ada. 

Pasal 69 

Setiap pasukan harus dilengkapi dengan persenjataan, 
logistik, sarana dan fasilitas yang dibutuhkan serta kebutuhan- 
kebutuhan lain, yang memungkinkan pasukan untuk 
melaksanakan tugasnya sebaik mungkin sebagai pasukan Islam. 



KEAMANAN DALAM NEGERI 

Pasal 70 

Direktorat Keamanan Dalam Negeri menangani segala 
hal yang bisa mengganggu kemananan, mencegah segala hal 
yang dapat mengancam keamanan dalam negeri, menjaga 
keamanan di dalam negeri melalui kepolisian dan tidak 
diserahkan kepada militer kecuali dengan perintah dari Khalifah. 
Kepala direktorat ini disebut Direktur Keamananan Dalam 
Negeri. Direktorat ini memiliki cabang di setiap wilayah 
(propinsi) yang disebut Administrasi Keamanan Dalam Negeri 
dan kepalanya disebut Kepada Administrasi (Kepala Polisi) di 
Propinsi. 




Rancangan Undang-undang Dasar 161 



Pasal 71 

Polisi ada dua jenis; polisi militer yang berada di bawah 
Amirul Jihad atau Direktorat Perang, dan polisi yang ada di 
bawah penguasa untuk menjaga keamanan; polisi ini berada 
di bawah Direktorat Keamanan Dalam Negeri. Kedua jenis polisi 
tersebut diberi pelatihan khusus dengan tsaqafah khusus yang 
memungkinkannya melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. 

Pasal 72 

Ancaman terhadap keamanan dalam negeri yang 
ditangani penyelesaiannya oleh Direktorat Keamanan Dalam 
Negeri adalah: murtad, bughat, hirabah, penyerangan terhadap 
harta masyarakat, pelanggaran terhadap jiwa dan kehormatan, 
interaksi dengan orang-orang yang diragukan yaitu orang-orang 
yang menjadi mata-mata untuk orang kafir harbi. 



LUAR NEGERI 

Pasal 73 

Direktorat Luar Negeri menangani seluruh urusan luar 
negeri yang berkaitan dengan hubungan Daulah Khilafah 
denagn negara-negara asing baik dalam aspek politik, ekonomi, 
perindustrian, pertanian, perdagangan, hubungan POS, 
hubungan kabel maupun nirkabel, dan sebagainya. 



DIREKTORAT PERINDUSTRIAN 

Pasal 74 

Direktorat perindustrian adalah direktorat yang 
menangani seluruh urusan yang berhubungan dengan industri, 




162 Peraturan Hidup Dalam Islam 



baik industri berat seperti industri mesin dan peralatan, industri 
otomotiv dan transportasi, industri bahan baku dan industri 
elektonika; maupun industri ringan. Baik pabrik itu temasuk 
kepemilikan umum atau pabrik-pabrik yang termasuk 
kepemilikan individu, tetapi memiliki hubungan dengan industri 
militer; dan segala jenis industri, semuanya wajib dijalankan 
berdasarkan politik perang. 



AL QADLA 
(BADAN PERADILAN) 

Pasal 75 

Al-Qadla adalah pemberitahuan keputusan hukum yang 
bersifat mengikat. Al-Qadla’ menyelesaikan perselisihan yang 
terjadi antara masyarakat, atau mencegah hal-hal yang dapat 
merugikan hak jama’ah, atau mengatasi perselisihan yang teijadi 
antara rakyat dengan aparat pemerintah; penguasa atau 
pegawainya; Khalifah atau lainnya. 

Pasal 76 

Khalifah mengangkat Qadli Qudlat yang berasal dari 
kalangan laki-laki, baligh, merdeka, muslim, berakal, adil dan 
faqih. Jika Khalifah memberinya wewenang untuk mengangkat 
dan memberhentikan Qadli Mazhalim, maka Qadhi Qudhat 
wajib seorang mujtahid. Qadli Qudlat memiliki wewenang 
mengangkat para Qadli, memberi peringatan dan 
memberhentikan mereka dari jabatannya, sesuai dengan 
peraturan administratif yang berlaku. Pegawai-pegawai 
peradilan terikat dengan kepala kantor peradilan, yang mengatur 
urusan administrasi untuk lembaga peradilan. 




Rancangan Undang-undang Dasar 163 



Pasal 77 

Para Qadli terbagi dalam tiga golongan: 

1. Qadli, yaitu Qadli yang berwenang menyelesaikan 
perselisihan antar masyarakat dalam urusan muamalat dan 
uqubat. 

2. Al-Muhtasib, Qadli yang berwenang menyelesaikan 
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan hak-hak 
j ama’ ah/ masyarakat. 

3. Qadli Madzalim, berwenang mengatasi perselisihan yang 
terjadi antara rakyat dengan negara. 

Pasal 78 

Orang yang menjabat Qadli (Qadli dan al-Muhtasib, pen . ) 
disyaratkan seorang muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan 
faqih serta memahami cara menurunkan hukum terhadap 
berbagai fakta. Sedangkan Qadli Madzalim disyaratkan sama 
seperti Qadli lainnya, ditambah persyaratan laki-laki dan 
mujtahid. 



Pasal 79 

Qadli, al-Muhtasib dan Qadli Madzalim boleh ditentukan 
dan diberi wewenang secara umum dalam seluruh kasus yang 
terjadi diseluruh negeri. Bisa juga ditentukan dan diberi 
wewenang secara khusus untuk tempat atau kasus-kasus 
tertentu. 



Pasal 80 

Sidang pengadilan tidak boleh terbentuk atas lebih dari 
satu Qadli yang berwenang memutuskan perkara. Seorang Qadli 
boleh dibantu oleh satu atau lebih qadli lain, tetapi mereka tidak 
mempunyai wewenang menjatuhkan vonis. Wewenang mereka 
hanya bermusyawarah dan mengemukakan pendapat. Dan 
pendapat mereka tidak memaksa Qadli untuk menerimanya. 




1 64 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 81 

Seorang Qadli tidak boleh memutuskan perkara kecuali 
dalam majelis (sidang) pengadilan. Pembuktian dan sumpah 
dianggap sah, hanya yang disampaikan di dalam sidang 
pengadilan. 



Pasal 82 

Jenjang peradilan boleh berbeda-beda tergantung jenis 
perkaranya. Sebagian qadli boleh ditugaskan untuk 
menyelesaikan perkara tertentu, sampai batas tertentu dan 
perkara lainnya diserahkan pada sidang yang lain. 

Pasal 83 

Tidak ada pengadilan banding tingkat pertama maupun 
mahkamah banding tingkat kedua (kasasi). Seluruh bentuk 
pengadilan — dalam hal memutuskan satu perselisihan — 
kedudukannya sama. Apabila seorang qadli memutuskan suatu 
perkara, keputusannya sah/berlaku. Qadli lainnya tidak dapat 
membatalkan keputusannya, kecuali putusannya di luar (sistem 
hukum) Islam, atau bertentangan dengan nash yang pasti dari 
Al-Kitab, As-Sunnah, Ijma’ Shahabat, atau vonisnya 
bertentangan dengan hakekat permasalahannya. 

Pasal 84 

Al-Muhtasib adalah Qadli yang memeriksa perkara- 
perkara yang menyangkut hak-hak masyarakat secara umum, 
dan di dalamnya tidak perlu terdapat penuntut, dengan syarat 
tidak termasuk perkara hudud dan jinayat (pidana). 

Pasal 85 

Al-Muhtasib memiliki wewenang untuk memutuskan 
perkara terhadap penyimpangan yang diketahuinya secara 




Rancangan Undang-undang Dasar 165 



langsung, dimanapun tempatnya tanpa membutuhkan majelis 
pengadilan. Sejumlah polisi ditempatkan berada dibawah 
wewenangnya untuk melaksanakan perintahnya. Keputusan 
yang diambilnya harus segera dilaksanakan. 

Pasal 86 

Al-Muhtasib memiliki hak untuk memilih wakil-wakilnya 
yang memenuhi syarat-syarat seorang muhtasib. Mereka boleh 
ditugaskan diberbagai tempat, dan masing-masing memiliki 
wewenang dalam menjalankan tugas hisbahnya, baik didaerah 
kota-kota ataupun daerah kabupaten yang sudah ditentukan 
dalam perkara yang didelegasikan kepada mereka. 

Pasal 87 

Qadli Madzalim adalah Qadli yang diangkat untuk 
menyelesaikan setiap tindak kedzaliman yang terjadi dari negara 
yang menimpa setiap orang yang hidup di bawah kekuasaan 
negara, baik rakyatnya sendiri maupun bukan, baik kedzaliman 
itu dilakukan oleh Khalifah maupun pejabat-pejabat lain, 
termasuk yang dilakukan oleh para pegawai. 

Pasal 88 

Qadli Madzalim ditetapkan dan diangkat oleh Khalifah 
atau oleh Qadli Qudlat. Koreksi, pemberian peringatan dan 
pemberhentiannya dilakukan oleh Khalifah, atau Qadli Qudlat 
-jika Khalifah memberikan wewenang tersebut kepada 
kepadanya-. Pemberhentian tidak dapat dilakukan terhadap 
Qadli Madzalim yang tengah memeriksa perkara (antara rakyat 
dengan) Khalifah, atau dengan Mu’awin Tafwidl atau dengan 
Qadli Qudlat. Wewenang memberhentikan Qadli Madzalim 
dalam kondisi itu berada di tangan Mahkamah Madzalim. 




166 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 89 

Jumlah Qadli Madzalim tidak terbatas hanya satu orang 
atau lebih. Kepala negara dapat mengangkat beberapa orang 
Qadli Madzalim sesuai dengan kebutuhan negara dalam 
mengatasi tindakan kedzaliman. Tatkala para Qadli menjalankan 
tugasnya, wewenang pengambilan keputusan hanya pada satu 
orang. Sejumlah Qadli Madzalim boleh mengikuti dan 
mendampingi hakim pada saat sidang, namun wewenang 
mereka terbatas pada pemberian saran/pendapat. Saran dan 
pendapat mereka tidak menjadi ketetapan atau keharusan untuk 
diterima oleh Qadli Madzalim. 

Pasal 90 

Mahkamah Madzalim berhak memberhentikan penguasa 
atau pegawai negara manapun. Mahkamah itu juga berhak 
memberhentikan Khalifah. Hal itu jika penghilangan kedzaliman 
mengharuskan pemberhentian Khalifah. 

Pasal 91 

Mahkamah Madzalim memiliki wewenang memeriksa 
setiap tidak kedzaliman, baik yang berhubungan dengan orang- 
orang tertentu dalam aparat pemerintahan maupun yang 
berhubungan dengan penyimpangan-penyimpangan hukum 
syara’ yang dilakukan oleh Khalifah; atau yang berkaitan dengan 
penafsiran terhadap salah satu dari nash-nash syara’ yang 
tercantum dalam UUD, undang-undang dan semua hukum 
syara’ yang dilegislasi oleh Khalifah; atau yang berhubungan 
dengan penentuan salah satu jenis pajak dan berbagai tindak 
kedzaliman lainnya. 



Pasal 92 

Tidak disyaratkan pada qadla madzalim adanya majelis 
peradilan, atau adanya tuntutan dan penuntut. Mahkamah 




Rancangan Undang-undang Dasar 167 



Madzalim berhak memeriksa suatu tindakan kedzaliman, 
walaupun tidak ada tuntutan dari siapa pun. 

Pasal 93 

Setiap orang berhak mewakilkan perkara dan 
pembelaannya kepada orang lain (pengacara). Hak tersebut 
mencakup semua orang, baik muslim maupun non-Islam, laki- 
laki maupun wanita, tanpa ada perbedaan antar pihak yang 
diwakili dan pihak yang mewakili. Pihak yang mewakilkan boleh 
memberi upah/bayaran kepada wakilnya, sesuai dengan 
kesepakatan antara keduanya. 

Pasal 94 

Setiap orang yang mewakili wewenang dalam salah satu 
tugas, baik bersifat perorangan, seperti washi -yang diserahi 
wasiat- atau Wali, maupun bersifat umum seperti Khalifah, 
pejabat pemerintah lainnya, pegawai negeri, qadli madzalim 
dan muhtasib; semuanya berhak mengangkat seseorang yang 
menggantikannya dan bertindak selaku wakil dalam perkara 
perselisihan dan pembelaan, dilihat dari kedudukan mereka 
sebagai washi, Wali, kepala negara, pejabat pemerintah, 
pegawai negeri, qadli madzalim atau muhtasib. Tidak ada 
perbedaan -kedudukan mereka masing-masing- sebagai 
terdakwa atau penuntut. 



Pasal 95 

Berbagai traksaksi, muamalah dan vonis yang dilakukan 
dan telah selesai pelaksanaannya sebelum berdirinya Khilafah, 
tidak dibatalkan oleh qadha’ Khilafah dan tidak diadili kembali 
kecuali jika perkara itu: 

a. Memiliki pengaruh yang terus menerus yang bertentangan 
dengan Islam, maka perkara tersebut diadili ulang 




168 Peraturan Hidup Dalam Islam 



b. Jika perkara tersebut berkaitan dengan pelanggaran/ 
penyerangan terhadap Islam dan kaum Muslim yang 
dilakukan oleh para penguasa lama dan pengikut mereka, 
maka Khalifah boleh menggerakkan kembali perkara 
tersebut. 



JIHAZ AL-IDARI 
(APARAT ADMINISTRASI) 

Pasan 96 

Urusan administrasi negara dan pelayanan terhadap 
rakyat, diatur oleh departemen-departemen, biro-biro dan unit- 
unit, yang bertugas menjalankan administrasi negara dan 
melayani kepentingan rakyat. 

Pasal 97 

Prinsip pengaturan administrasi di departemen- 
departemen, biro-biro, dan unit-unit pemerintah adalah 
sederhana dalam sistem, cepat dalam pelaksanaan tugas serta 
memiliki kemampuan (profesional) bagi mereka yang 
memimpin urusan administrasi. 

Pasal 98 

Setiap warga negara yang memiliki kemampuan, baik 
laki-laki maupun wanita, muslim ataupun non-muslim dapat 
ditunjuk sebagai direktur untuk biro dan unit apapun, atau 
sebagai pegawai dalam salah satu kantor administrasi. 

Pasal 99 

Untuk setiap departemen diangkat seorang direktur 
umum. Dan setiap biro dan unit diangkat juga seorang direktur 




Rancangan Undang-undang Dasar 169 



dan kepala yang mengatur dan bertanggung jawab secara 
langsung terhadap instansinya. Para direktur dan kepala ini 
bertanggung jawab kepada atasan instansinya masing-masing 
di pusat. Mereka bertanggung jawab terhadap departemen, biro 
atau unit yang mereka pimpin -ditinjau dari segi pelaksanaan 
tugas-tugasnya- dan bertanggung jawab pula kepada Wali dan 
‘Amil -dilihat dari segi keterikatannya terhadap hukum-hukum 
dan peraturan umum-. 



Pasal 100 

Para direktur di setiap departemen, biro dan unit tidak 
dapat diberhentikan, kecuali terdapat alasan yang sesuai dengan 
ketentuan administrasi instansinya. Mereka dapat dipindahkan 
dari satu tugas ketugas yang lainnya, dan boleh 
dibebastugaskan. Pengangkatan, mutasi, pembebastugasan, 
sanksi dan pemberhentian dilakukan oleh atasan instansinya 
untuk masing-masing departemen, biro dan unit. 

Pasal 101 

Para pegawai -selain direktur-, penunjukan, pemindahan, 
pembebastugasan, sanksi dan pemberhentiannya, ditentukan 
oleh atasan instansinya untuk masing-masing departemen, biro 
dan unit. 



BAITUL MAL 

Pasal 102 

Baitul Mal adalah direktorat yang menangangi pemasukan 
dan pengeluaran sesuai hukum syara’ dari sisi pengumpulan, 
penjagaan, dan pembelanjaannya. Kepala Direktorat Baitul Mal 
disebut Khazin Baitul Mal. Direktorat ini memiliki cabang di 
setiap wilayah dan disebut Shahib Baitul Mal. 




1 70 Peraturan Hidup Dalam Islam 



PENERANGAN 

Pasal 103 

Instansi penerangan adalah direktorat yang menangani 
penetapan dan pelaksanaan politik penerangan Daulah demi 
kemaslahatan Islam dan kaum Muslim; di dalam negeri: untuk 
membangun masyarakat Islami yang kuat dan kokoh, 
menghilangkan keburukannya, dan menonjolkan kebaikannya; 
dan di luar negeri: untuk memaparkan Islam dalam kondisi 
damai dan perang dengan pemaparan yang menjelaskan 
keagungan Islam dan keadilannya, kekuatan pasukannya, dan 
menjelaskan kerusakan sistem buatan manusia dan 
kezalimannya serta kelemahan pasukannya. 

Pasal 104 

Media informasi yang dimiliki warga negara tidak 
memerlukan izin. Tetapi hanya memerlukan pemberitahuan dan 
dikirimkan ke Direktorat Penerangan di mana direktorat 
diberitahu media informasi yang didirikan. Pemilik dan 
pemimpin redaksi media itu bertanggung jawab terhadap semua 
isi informasi yang disebarkan. Ia akan dimintai tanggungjawab 
terhadap setiap bentuk penyimpangan syar’i seperti individu 
rakyat lainnya. 



MAJELIS UMAT 

Pasal 105 

Majelis umat adalah orang-orang yang mewakili kaum 
Muslim dalam menyampaikan pendapat, sebagai bahan 
pertimbangan bagi Khalifah. Orang-orang yang mewakili 
penduduk wilayah disebut Majelis Wilayah. Orang non-muslim 




Rancangan Undang-undang Dasar 171 



dibolehkan menjadi anggota majelis umat untuk menyampaikan 
pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau 
penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam. 

Pasal 106 

Anggota Majelis Wilayah dipilih secara langsung oleh 
penduduk wilayah tertentu. Jumlah anggota Majelis wilayah 
ditentukan sesuai dengan perbandingan jumlah penduduk setiap 
wilayah di dalam Daulah. Anggota-anggota Majelis Umat dipilih 
secara langsung oleh Majelis Wilayah. Awal dan akhir masa 
keanggotaan Majelis Umat sama dengan Majelis Wilayah. 

Pasal 107 

Setiap warga negara yang baligh, dan berakal berhak 
menjadi anggota majelis umat atau Majelis wilayah, baik laki- 
laki maupun wanita, muslim ataupun non-muslim. Hanya 
saja keanggotaan orang non-muslim terbatas hanya pada 
penyampaian pengaduan tentang kedzaliman para penguasa 
atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum 
Islam. 



Pasal 108 

Syura dan masyurah adalah pengambilan pendapat 
secara mutlak. Pendapatnya tidak mengikat dalam masalah 
tasyri’, definisi, masalah-masalah yang menyangkut pemikiran 
seperti menyingkap hakekat fakta, masalah-masalah sains dan 
teknologi. Pendapat hasil syura dan masyurah mengikat Khalifah 
dalam perkara-perkara yang bersifat praktis, dan aktivitas yang 
tidak membutuhkan pembahasan dan penelitian. 

Pasal 109 

Syura merupakan hak bagi kaum Muslim saja dan bukan 
hak rakyat non-muslim. Adapun penyampaian pendapat boleh 




172 Peraturan Hidup Dalam Islam 



dilakukan setiap warga negara, baik muslim maupun non- 
muslim. 



Pasal 110 

Persoalan-persoalan yang di dalamnya syura bersifat 
mengikat pada saat Khalifah meminta pendapat diambil 
berdasarkan pendapat mayoritas, tanpa mempertimbangkan 
pendapat tersebut tepat atau keliru. Selain perkara tersebut yang 
termasuk di dalam syura yang tidak bersifat mengikat, maka 
yang dipertimbangkan adalah kebenarannya, tanpa melihat lagi 
suara mayoritas atau minoritas. 

Pasal 111 

Majelis umat memiliki lima wewenang : 

la. Dimintai pendapat oleh Khalifah dan menyampaikan 
pendapat kepada Khalifah dalam aktivita dan perkara- 
perkara praktis yang berkaitan dengan pemeliharaan 
urusan dalam masalah politik dalam negeri yang tidak 
memerlukan pendalaman dan penelitian yang mendalam 
seperti urusan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, 
ekonomi, perdagangan, industri, pertanian dan sejenisnya, 
maka pendapat majelis umat dalam perkara tersebut 
bersifat mengikat. 

lb. Adapun perkara-perkara yang memerlukan pembahasan 
mendalam dan penelitian, dan perkara-perkara teknik, 
sains, keuangan, angkatan bersenjata dan politik luar 
negeri, maka Khalifah berhak merujuk dan meminta 
pendapat Majelis dan pendapat majelis tidak bersifat 
mengikat. 

2. Khalifah boleh menyampaikan hukum dan perundang- 
undangan yang ingin dilegislasi kepada majelis umat. Dan 
kaum Muslim yang menjadi anggota majelis berhak 
mendiskusikannya, serta menjelaskan salah benarnya. Jika 




Rancangan Undang-undang Dasar \ 73 



mereka berselisih dengan Khalifah dalam metode legislasi 
berupa ushul syariah yang telah dilegislasi di Daulah, maka 
penyelesaiannya dikembalikan kepada Mahkamah 
Madzalim. Pendapat Mahkamah dalam masalah ini bersifat 
mengikat. 

3. Majelis umat berhak mengkritik Khalifah terhadap seluruh 
aktivitas yang telah dilaksanakan di Negara, baik 
menyangkut urusan dalam negeri, luar negeri, keuangan, 
angkatan bersenjata, maupun yang lainnya. Pendapat 
Majelis bersifat mengikat dalam masalah yang di dalamnya 
pendapat mayoritas bersifat mengikat. Dan pendapat 
Majelis tidak bersifat mengikat dalam masalah yang di 
dalamnya pendapat mayoritas tidak bersifat mengikat. 
Jika majelis umat berbeda pendapat dengan Khalifah dalam 
suatu aktivitas yang telah dilaksanakan dari aspek syari, 
maka hal itu dikembalikan kepada mahkamah madzalim, 
untuk memastikan syari dan tidaknya aktivitas tersebut. 
Dan pendapat mahkamah madzalim dalam hal itu bersifat 
mengikat. 

4. Majelis umat berhak menampakkan ketidaksenangannya 
terhadap para Mu’awin, Wali, ‘Amil. Dan pendapat majelis 
dalam hal ini bersifat mengikat. Khalifah harus segera 
memberhentikan mereka. Jika pendapat Majelis Umat 
bertentangan dengan pendapat majelis wilayah tertentu 
dalam masalah keridhaan dan pengaduan atas Wali dan 
amil, maka pendapat Majelis Wilayah lebih diutamakan 
dalam hal itu. 

5. Kaum Muslim yang menjadi anggota majelis umat berhak 
membatasi calon Khalifah dari mereka yang telah 
ditetapkan oleh Mahkamah Madzalim memenuhi syarat- 
syarat in’iqad, dan pendapat mayoritas anggota majelis 
dalam hal itu bersifat mengikat, sehingga tidak boleh dipilih 
kecuali calon yang dibatasi oleh Majelis. 




1 74 Peraturan Hidup Dalam Islam 



SISTEM SOSIAL 

Pasal 112 

Hukum asal seorang wanita adalah ibu dan pengatur 
rumah tangga. Wanita merupakan kehormatan yang wajib 
dijaga. 



Pasal 113 

Hukum asal kehidupan kaum laki-laki terpisah dengan 
kaum wanita. Mereka tidak dapat berkumpul, kecuali terdapat 
suatu keperluan hidup yang dibolehkan syara’; atau 
mengharuskannya berkumpul, seperti ibadah haji dan jual beli. 

Pasal 114 

Wanita mendapatkan hak dan kewajiban yang sama 
dengan laki-laki, kecuali Islam mengkhususkannya untuk wanita 
atau laki-laki berdasarkan dalil-dalil syara’ . Wanita memiliki hak 
berdagang, melakukan aktivitas pertanian, perindustrian dan 
melakukan berbagai macam transaksi/mu’amalat lainnya. 
Wanita dibolehkan memiliki setiap jenis pemilikan dan 
mengembangkan kekayaannya, baik sendiri maupun bekerja 
sama dengan orang lain; serta berhak menjalankan segala 
urusan kehidupan. 



Pasal 115 

Wanita boleh diangkat sebagai pegawai negeri, memilih 
anggota majelis umat dan menjadi anggota majelis umat, serta 
berhak memilih Khalifah dan membai’atnya. 

Pasal 116 

Seorang wanita tidak boleh memangku jabatan 
pemerintahan. Tidak boleh menjadi Khalifah, Mu’awin, Wali, 
atau Amil; dan tidak boleh memangku jabatan berhubungan 




Rancangan Undang-undang Dasar 175 



dengan (kekuasaan) pemerintahan. Begitu pula tidak boleh 
menjabat sebagai Qadli Qudlat, Qadli Mahkamah Madzalim 
dan Amirul Jihad. 



Pasal 117 

Wanita bergaul dalam kehidupan khusus maupun umum. 
Di dalam kehidupan umum wanita boleh bergaul bersama kaum 
wanita, atau kaum laki-laki baik yang muhrim maupun yang 
bukan; selama tidak menampakkan auratnya kecuali wajah dan 
telapak tangan, tidak tabarruj dan tidak menampilkan lekuk 
tubuhnya. Didalam kehidupan khusus tidak boleh bergaul 
kecuali dengan seama kaum wanita, atau dengan dengan kaum 
laki-laki yang menjadi muhrimnya. Tidak dibolehkan bergaul 
dengan laki-laki asing (bukan mahram). Di dalam kedua macam 
kehidupan itu, seorang wanita harus tetap terikat dengan seluruh 
hukum syara\ 



Pasal 118 

Wanita dilarang berkhalwat tanpa disertai mahramnya. 
Wanita dilarang melakukan tabarruj atau menampakkan 
auratnya di depan laki-laki asing (bukan mahram). 

Pasal 119 

Seorang laki-laki maupun wanita tidak boleh melakukan 
perbuatan yang dapat membahayakan akhlak atau 
mengundang kerusakan di tengah-tengah masyarakat. 

Pasal 120 

Kehidupan suami istri adalah kehidupan yang 
menghasilkan ketenangan. Pergaulan suami istri adalah 
pergaulan yang penuh persahabatan. Kepemimpinan suami 
terhadap istri adalah kepemimpinan yang bertanggung 
jawab, bukan kepemimpinan seperti seorang penguasa. 




176 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Seorang istri diwajibkan taat, dan seorang suami diwajibkan 
memberi nafkah yang layak, menurut standar kebiasaan. 

Pasal 121 

Suami istri bekeija secara harmonis dalam melaksanakan 
tugas-tugas rumah tangga. Suami berkewajiban melaksanakan 
seluruh tugas-tugas yang dilakukan diluar rumah, sedangkan 
seorang istri berkewajiban melaksanakan seluruh tugas-tugas 
yang ada didalam rumah sesuai dengan kemampuannya. Suami 
wajib menyediakan pembantu dalam kadar yang memadai 
untuk membantu pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat 
dilaksanakan istri. 



Pasal 122 

Pemeliharaan terhadap anak-anak adalah hak dan 
kewajiban wanita, baik yang muslimah maupun bukan, 
selama anak kecil tersebut memerlukan pemeliharaan/ 
perawatan. Apabila sudah tidak memerlukan pemeliharaan 
lagi dapat dipertimbangkan; jika ibu yang mengasuh anak 
atau walinya -kedua-duanya Islam-, maka terhadap anak 
tersebut diberikan pilihan untuk tinggal bersama orang yang 
dikehendakinya. Bagi orang yang dipilihnya maka ia berhak 
hidup bersamanya baik laki-laki ataupun wanita, tanpa 
membedakan lagi apakah anak tersebut laki-laki ataupun 
wanita. Apabila salah satu diantara keduanya itu non-muslim, 
maka terhadap anak tersebut tidak diberikan pilihan lain, 
kecuali diserahkan kepada pihak yang muslim. 




Rancangan Undang-undang Dasar \ 77 



SISTEM EKONOMI 

Pasal 123 

Politik ekonomi bertolak dari pandangan yang mengarah 
ke bentuk masyarakat yang hendak diwujudkan, saat 
pandangannya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan. Bentuk 
masyarakat yang hendak diwujudkan harus dijadikan asas untuk 
memenuhi kebutuhan. 



Pasal 124 

Problematika ekonomi (terletak pada) distribusi harta dan 
jasa kepada seluruh individu masyarakat, serta memberi mereka 
peluang untuk memanfaatkannya dengan memberi kesempatan 
untuk mendapatkan dan memilikinya. 

Pasal 125 

Pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap individu 
masyarakat harus dijamin pemenuhannya per individu secara 
sempurna. Dan kemungkinan setiap individu untuk dapat 
memenuhi kebutuhan sekunder semaksimal mungkin harus 
dijamin. 



Pasal 126 

Harta adalah milik Allah. Dia memberi hak penuh -secara 
umum- kepada manusia untuk menguasainya, maka dengan 
itu harta tersebut benar-benar menjadi hak miliknya. Dia pula 
yang mengizinkan setiap individu untuk mendapatkannya, 
sehingga dengan izin yang bersifat khusus itu harta itu benar- 
benar menjadi miliknya secara nyata. 

Pasal 127 

Pemilikan itu ada tiga maca: pemilikan individu, pemilikan 
umum dan pemilikan negara. 




178 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 128 

Pemilikan individu adalah hukum syara’ atas benda atau 
jasa, yang memberinya peluang bagi orang yang memilikinya 
untuk memperoleh manfaat serta mendapatkan imbalan dari 
penggunaannya. 



Pasal 129 

Pemilikan umum adalah izin Allah -selaku pembuat 
hukum- kepada jama’ah (masyarakat) untuk memanfaatkan 
benda-benda secara bersama-sama. 

Pasal 130 

Setiap harta kekayaan yang penggunaannya tergantung 
pada pendapat Khalifah dan ijtihadnya, dianggap sebagai 
pemilikan negara seperti pajak, kharaj dan jizyah. 

Pasal 131 

Pemilikan individu terhadap kekayaan bergerak dan tidak 
bergerak terikat dengan lima sebab syar’i, yaitu: 

a. Bekerja. 

b. Warisan. 

c. Kebutuhan mendesak terhadap harta kekayaan untuk 
mempertahankan hidup. 

d. Pemberian kekayaan negara kepada rakyat. 

e. Kekayaan yang diperoleh individu tanpa mengeluarkan 
biaya atau usaha keras. 

Pasal 132 

Penggunaan hak milik, terikat dengan izin dari Allah - 
selaku pembuat hukum-, baik pengeluaran maupun untuk 
pengembangan pemilikan. Dilarang berfoya-foya, 
menghambur-hamburkan harta dan kikir. Tidak boleh 
mendirikan perseroan berdasarkan sistem kapitalis, atau 




Rancangan Undang-undang Dasar 179 



koperasi dan semua bentuk transaksi yang bertentangan dengan 
syara’. Dilarang mengambil riba, memanipulasi harta secara 
berlebihan, penimbuan, perjudian dan sebagainya. 

Pasal 133 

Tanah ‘usyriyah adalah tanah suatu negeri yang 
penduduknya masuk Islam, termasuk tanah Jazirah Arab. Tanah 
kharaj adalah tanah suatu negeri yang dibebaskan melalui 
peperangan atau perdamaian, kecuali tanah Jazirah Arab. Tanah 
‘usyriyah menjadi hak milik individu, baik tanahnya maupun 
manfaatnnya. Sedangkan tanah kharaj (tanahnya) menjadi milik 
negara, dan manfaatnya milik individu. Setiap individu 
dibolehkan menjual/memberikan tanah ‘ usyriyah , atau menjual/ 
memberikan manfaat tanah kharajiyah sesuai aqad/perjanjian 
yang dibolehkan syara’; serta dapat diwariskan seperti halnya 
kekayaan lainnya. 



Pasal 134 

Tanah mawaat (terlantar) dapat dimiliki dengan jalan 
membuka (menghidupkan) tanahnya dan memberinya batas/ 
pagar. Selain tanah mawaat, tidak dapat dimiliki kecuali dengan 
sebab-sebab pemilikan yang dibolehkan syara’, seperti waris, 
pembelian atau pemberian dari negara. 

Pasal 135 

Dilarang menyewakan lahan untuk pertanian secara 
mutlak, baik tanah kharaj maupun tanah ‘usyriyah. Muzaraah 
-bagi hasil atas lahan pertanian- tidak diperbolehkan, tetapi 
musaqat -menyewa orang untuk menjaga dan menyiram kebun- 
dibolehkan. 




1 80 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 136 

Setiap orang yang memiliki tanah (pertanian) , diharuskan 
untuk mengelolanya. Baitul Mal memberikan modal kepada 
para petani yang tidak memiliki modal agar memungkinkan 
menggarap tanahnya. Setiap orang yang mentelantarkan 
tanahnya selama tiga tahun berturut-turut -tanpa mengolahnya- 
, maka tanahnya akan diambil dan diserahkan kepada yang 
lain. 



Pasal 137 

Pemilikan umum berlaku pada tiga hal: 

a. Setiap sesuatu yang dibutuhkan masyarakat umum seperti 
lapangan. 

b. Sumber alam (barang tambang) yang jumlahnya tidak 
terbatas, seperti sumber minyak. 

c. Benda-benda yang sifatnya tidak dibenarkan dimonopoli 
seseorang, seperti sungai. 

Pasal 138 

Dilihat dari segi bangunannya, industri termasuk 
pemilikan individu, tetapi hukumnya tergantung pada produk 
yang diprosesnya. Jika produknya termasuk milik individu maka 
industri tersebut menjadi milik individu, seperti pabrik tenun/ 
pemintalan. Sebaliknya jika produknya termasuk pemilikan 
umum, maka industri tersebut menjadi milik umum, seperti 
pabrik besi. 



Pasal 139 

Negara tidak boleh mengalihkan hak milik individu 
menjadi hak milik umum. Pemilikan umum bersifat tetap 
berdasarkan jenis dan karakteristik kekayaan, bukan 
berdasarkan pendapat negara. 




Rancangan Undang-undang Dasar 181 



Pasal 140 

Setiap individu umat berhak memanfaatkan sesuatu yang 
termasuk dalam pemilikan umum. Negara tidak dibenarkan 
mengizinkan orang-orang tertentu saja dari kalangan rakyat, 
untuk memiliki atau mengelola pemilikan umum. 

Pasal 141 

Negara boleh memagari sebagian tanah mati atau yang 
termasuk dalam pemilikan umum, untuk kemaslahatan yang 
dianggap negara sebagai kemaslahatan rakyat. 

Pasal 142 

Dilarang menimbun harta kekayaan, sekalipun zakatnya 
dikeluarkan. 



Pasal 143 

Zakat hanya diambil dari kaum Muslim, dan dipungut 
sesuai dengan jenis kekayaan yang sudah ditentukan oleh syara, 
baik berupa mata uang, barang dagangan, ternak maupun biji- 
bijian. Selain yang sudah ditentukan oleh syara’ tidak boleh 
dipungut. Zakat dipungut dari para pemiliknya, baik ia mukallaf 
yang akil baligh, atau pun bukan mukallaf , seperti anak kecil 
dan orang gila. Harta zakat disimpan/dipisahkan dalam bagian 
khusus di Baitul Mal, dan tidak dibagikan kecuali untuk satu 
atau lebih diantara delapan ashnaf yang tertera dalam al -Quran. 

Pasal 144 

Jizyah dipungut dari orang-orang dzim\\) saja, dan diambil 
dari kalangan laki-laki baligh jika ia mampu. Jizyah tidak 
dikenakan terhadap kaum wanita dan anak-anak. 




182 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 145 

Kharaj dipungut atas tanah kharaj sesuai dengan potensi 
hasilnya. Sedangkan tanah ‘usyriyah zakatnya dipungut 
berdasarkan produk nyata. 

Pasal 146 

Pajak dipungut dari kaum Muslim sesuai dengan 
ketentuan syara’ untuk menutupi pengeluaran Baitul Mal. 
Dengan syarat pungutannya berasal dari kelebihan kebutuhan 
pokok -setelah pemilik harta memenuhi kewajiban 
tanggungannya dengan cara yang lazim-. Hendaknya 
diperhatikan bahwa jumlah pajak memenuhi kebutuhan negara. 

Pasal 147 

Setiap aktivitas yang diwajibkan syara’ terhadap umat 
untuk melakukannya, sedangkan didalam Baitul Mal tidak ada 
harta yang cukup untuk memenuhinya, maka kewajiban 
tersebut beralih kepada umat. Pada saat itu negara berhak 
mengumpulkan harta dari umat dengan mewajibkan pajak. Apa 
yang tidak diwajibkan syara’ terhadap umat, maka negara tidak 
dibenarkan memungut pajak dalam bentuk apapun, seperti 
memungut biaya untuk proses peradilan, atau urusan birokrasi, 
atau keperluan rakyat lainnya. 

Pasal 148 

Anggaran belanja negara memiliki pos-pos yang baku 
yang telah ditentukan hukum syara’ . Rincian pos-pos anggaran 
dan nilainya untuk masing-masing bagian, serta bidang-bidang 
apa saja yang memperoleh anggaran, semuanya ditentukan oleh 
pendapat dan ijtihad Khalifah. 




Rancangan Undang-undang Dasar 183 



Pasal 149 

Sumber tetap pemasukan Baitul Mal berupa fa ’i, jizyah, 
kharaj , seperlima harta rikaz dan zakat. Seluruh pemasukan ini 
dipungut secara tetap, baik diperlukan atau tidak. 

Pasal 150 

Apabila sumber tetap pemasukan Baitul Mal tidak 
mencukupi anggaran negara, maka negara boleh memungut 
pajak dengan ketentuan sebagai berikut: 

a. Untuk memenuhi biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal 
kepada para fakir, miskin, ibnu sabil dan pelaksanaan 
kewajiban jihad. 

b. Untuk memenuhi biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal 
sebagai ganti jasa dan pelayanan kepada negara, seperti 
gaji para pegawai, gaji tentara dan santunan para penguasa. 

c. Untuk biaya-biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal 
dengan pertimbangan kemaslahatan dan pembangunan, 
tanpa mendapatkan ganti biaya, seperti pembangunan jalan 
raya, pengadaan air minum, pembangunan masjid, sekolah 
dan rumah sakit. 

d. Untuk kebutuhan biaya yang menjadi tanggung jawab 
Baitul Mal dalam keadaan darurat -bencana mendadak- 
yang menimpa rakyat, misalnya bencana kelaparan, angin 
topan, atau gempa bumi. 

Pasal 151 

Sumber pendapatan yang disimpan di Baitul Mal 
mencakup harta yang dipungut dari kantor cukai disepanjang 
perbatasan negara, harta yang dihasilkan dari pemilikan umum 
atau pemilikan negara, dan dari harta warisan bagi orang yang 
tidak memiliki ahli waris. 




1 84 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 152 

Pengeluaran Baitul Mal disalurkan pada enam bagian : 

a. Delapan golongan yang berhak menerima zakat. Mereka 
berhak mendapatkannya dari pos pemasukan zakat (di 
Baitul Mal). 

b. Jika dari kas zakat tidak ada dana, maka untuk orang fakir, 
miskin, ibnu sabil, kebutuhan jihad dan gharimin (orang 
yang dililit hutang) , diberikan dari sumber pemasukan Baitul 
Mal lainnya. Dan jika itupun tidak ada dana, maka para 
gharimin tidak mendapatkan sesuatu apapun. Untuk 
memenuhi kebutuhan orang fakir, miskin, ibnu sabil dan 
kebutuhan jihad, dipungut pajak. Negara harus meminjam 
uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut apabila situasi 
dikhawatirkan menimbulkan bencana/malapetaka. 

c. Orang-orang yang menjalankan pelayanan bagi negara 
seperti para pegawai, penguasa dan tentara. Diberikan harta 
dari Baitul Mal untuk mereka. Apabila dana Baitul Mal tidak 
mencukupi, maka segera dipungut pajak untuk memenuhi 
biaya tersebut. Negara harus meminjam uang untuk 
memenuhi kebutuhan tersebut apabila situasi dikhawatirkan 
menimbulkan bencana/mala petaka. 

d. Untuk pembanguan sarana pelayanan masyarakat yang 
vital seperti jalan raya, masjid, rumah sakit dan sekolah, 
mendapatkan biaya dari baitu mal. Apabila dana Baitul 
Mal tidak mencukupi, segera dipungut pajak untuk 
memenuhi kebutuhan tersebut. 

e. Pembangunan sarana pelayanan pelengkap mendapatkan 
biaya dari baitu mal. Apabila dana Baitul Mal tidak 
mencukupi maka pendanaannya ditunda. 

f. Bencana alam mendadak, seperti gempa bumi dan angin 
topan biayanya ditanggung Baitul Mal. Apabila dana Baitul 
Mal tidak mencukupi maka negara mengusahakan 




Rancangan Undang-undang Dasar 185 



pinjaman secepatnya, yang kemudian dibayar dari hasil 
pungutan pajak. 



Pasal 153 

Negara menjamin lapangan kerja bagi setiap warga 
negara. 



Pasal 154 

Pegawai yang bekerja pada seseorang atau perusahaan, 
kedudukannya sama seperti pegawai pemerintah -ditinjau dari 
hak dan kewajibannya-. Setiap orang yang bekerja dengan upah 
adalah karyawan/pegawai, sekalipun berbeda jenis 
pekerjaannya atau pihak yang bekerja. Apabila terjadi 
perselisihan antara karyawan dengan majikan mengenai upah, 
maka ditetapkan upah yang sesuai dengan standar kebiasaan 
masyarakat. Apabila perselisihannya bukan menyangkut upah, 
maka kontrak keija (dijadikan patokan dan) disesuaikan dengan 
hukum-hukum syara’ . 



Pasal 155 

Upah ditentukan sesuai dengan manfaat/hasil kerja 
maupun jasa, bukan berdasarkan pengalaman karyawan atau 
ijazah. Tidak ada kenaikan gaji bagi para karyawan, namun 
mereka diberikan upah yang menjadi haknya secara utuh; baik 
berdasarkan hasil pekerjaannya atau menurut manfaat jasanya 
sebagai karyawan. 



Pasal 156 

Negara menjamin biaya hidup bagi orang yang tidak 
memiliki harta dan pekerjaan, atau jika tidak ada orang yang 
wajib menanggung nafqahnya. Negara kewajib menampung 
orang lanjut usia dan orang-orang cacat. 




186 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Pasal 157 

Negara selalu berusaha memutar harta diantara rakyat, 
dan mencegah adanya peredaran harta pada kelompok tertentu. 

Pasal 158 

Negara memberikan kesempatan bagi setiap warganya 
untuk memenuhi kebutuhan pelengkap, serta mewujudkan 
keseimbangan ekonomi dalam masyarakat dengan cara sebagai 
berikut: 

a. Dengan memberikan harta bergerak ataupun tidak bergerak 
yang dimiliki negara dan tercatat di Baitul Mal, begitu pula 
dari harta fa’i dan lain-lain. 

b. Dengan membagi tanah baik produktif atau tidak kepada 
orang yang tidak memiliki lahan yang cukup. Bagi orang 
yang memiliki tanah tetapi tidak digarap oleh mereka, maka 
ia tidak mendapatkan jatah sedikitpun. Negara memberikan 
subsidi bagi mereka yang tidak mampu mengolah tanah 
pertaniannya agar dapat bertani/mengolahnya. 

c. Melunasi hutang orang-orang yang tidak mampu 
membayarnya, yang diambil dari zakat atau fa’i dan 
sebagainya. 



Pasal 159 

Negara mengatur urusan pertanian berikut produksinya, 
sesuai dengan kebutuhan strategis pertanian untuk mencapai 
tingkat produksi semaksimal mungkin. 

Pasal 160 

Negara mengatur semua sektor perindustrian dan 
menangani langsung jenis industri yang termasuk kedalam 
pemilikan umum. 




Rancangan Undang-undang Dasar 187 



Pasal 161 

Perdagangan luar negeri berlaku menurut 
kewarganegaraan pedagang, bukan berdasarkan tempat asal 
komoditas. Pedagang kafir harbi dilarang mengadakan aktivitas 
perdagangan di negeri kita, kecuali dengan izin khusus untuk 
pedagangnya atau komoditasnya. Pedagang yang berasal dari 
negara yang terikat perjanjian diperlakukan sesuai dengan teks 
perjanjian antara kita dengan mereka. Pedagang yang termasuk 
rakyat negara tidak diperbolehkan mengekspor bahan-bahan 
yang diperlukan negara, termasuk bahan-bahan yang akan 
memperkuat musuh baik secara militer, industri maupun 
ekonomi. Pedagang tidak dilarang mengimpor harta/barang 
yang sudah mereka miliki. Dikecualikan dari ketentuan ini adalah 
negara yang di antara kita dengan negara itu sedang teijadi 
peperangan secara riil “seperti Israel” maka diberlakukan 
hukum-hukum Darul Harb yang riil sedang memerangi negara 
dalam seluruh interaksi dengan negara itu baik dalam 
perdagangan maupun yang lain. 

Pasal 162 

Setiap individu rakyat berhak mendirikan laboratorium 
penelitian ilmiah yang menyangkut semua aspek kehidupan. 
Negara wajib membangun laboratorium semacam ini. 

Pasal 163 

Setiap individu dilarang memiliki laboratorium yang 
memproduksi bahan yang kepemilikan mereka terhadap bahan- 
bahan itu dapat membahayakan umat atau negara. 

Pasal 164 

Negara menyediakan seluruh pelayanan kesehatan bagi 
seluruh rakyat secara cuma-cuma. Namun negara tidak 




188 Peraturan Hidup Dalam Islam 



melarang rakyat untuk menyewa dokter, termasuk menjual obat- 
obatan. 



Pasal 165 

Investasi dan pengelolaan modal asing diseluruh negara 
tidak dibolehkan, termasuk larangan memberikan hak istimewa 
kepada pihak asing. 



Pasal 166 

Nagara mencetak mata uang khusus yang independen, 
dan tidak boleh terikat dengan mata uang asing manapun 

Pasal 167 

Mata uang negara terdiri dari emas dan perak, baik 
cetakan maupun lantakan. Negara tidak dibolehkan memiliki 
mata uang selain itu. Negara dibolehkan mencetak mata uang 
dalam bentuk lain, sebagai pengganti emas dan perak dengan 
ketentuan terdapat dalam kas negara cadangan emas dan perak 
yang senilai. Negara dapat mengeluarkan mata uang dari 
tembaga, perunggu ataupun uang kertas dan sebagainya, yang 
dicetak atas nama negara sebagai mata uang negara yang 
memiliki nilai yang sama dengan emas dan perak. 

Pasal 168 

Penukaran mata uang negara dengan mata uang asing 
dibolehkan seperti halnya penukaran antara berbagai jenis mata 
uang negara. Dibolehkan adanya selisih nilai tukar dari dua 
jenis mata uang yang berbeda dengan syarat transaksinya harus 
tunai dan tidak boleh ditangguhkan. Dibolehkan adanya 
perubahan nilai tukar tanpa ada batasan tertentu jika dua jenis 
mata uang itu berbeda. Setiap individu rakyat bebas membeli 
mata uang yang diinginkan, baik di dalam ataupun diluar negeri 
tanpa diperlukan izin. 




Rancangan Undang-undang Dasar 189 



POLITIK PENDIDIKAN 

Pasal 169 

Kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah 
Islamiyah. Mata pelajaran serta metodologi penyampaian 
pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan 
sedikitpun dalam pendidikan dari asas tersebut. 

Pasal 170 

Politik pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola 
jiwa Islami. Seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan dasar 
strategi tersebut. 



Pasal 171 

Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam 
serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan 
yang berhubungan dengan kehidupan. Metode penyampaian 
pelajaran dirancang untuk menunjang tercapainya tujuan 
tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tujuan 
tersebut dilarang. 



Pasal 172 

Waktu pelajaran untuk ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab 
yang diberikan setiap minggu harus disesuaikan dengan waktu 
pelajaran untuk ilmu-ilmu lain, baik dari segi jumlah maupun 
waktu. 



Pasal 173 

Ilmu-ilmu terapan -seperti olahraga- harus dipisahkan 
dengan ilmu-ilmu tsaqofah. Ilmu-ilmu terapan diajarkan 
menurut kebutuhan dan tidak terikat dengan jenjang pendidikan 
tertentu. Ilmu-ilmu tsaqofah diberikan mulai dari tingkat dasar 
sampai tingkat aliyah sesuai dengan rencana pendidikan yang 




1 90 Peraturan Hidup Dalam Islam 



tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam. Ditingkat 
perguruan tinggi ilmu-ilmu tsaqofah boleh diajarkan secara utuh 
seperti halnya ilmu pengetahuan yang lain, dengan syarat tidak 
mengakibatkan adanya penyimpangan dari strategi dan tujuan 
pendidikan. 



Pasal 174 

Tsaqofah Islam harus diajarkan disemua tingkat 
pendidikan. Untuk tingkat perguruan tinggi hendaknya 
diadakan/dibuka berbagai jurusan dalam berbagai cabang ilmu 
ke-Islaman, disamping diadakan jurusan lainnya seperti 
kedokteran, teknik, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya. 

Pasal 175 

Ilmu kesenian dan keterampilan dapat digolongkan 
sebagai ilmu pengetahuan, seperti perdagangan, pelayaran dan 
pertanian yang boleh dipelajari tanpa terikat batasan atau syarat 
tertentu; dan dapat juga digolongkan sebagai suatu kebudayaan 
apabila telah dipengaruhi oleh pandangan hidup tertentu, 
seperti seni lukis dan pahat yang tidak boleh dipelajari apabila 
bertentangan dengan pandangan Islam. 

Pasal 176 

Kurikulum pendidikan hanya satu. Tidak boleh digunakan 
kurikulum selain kurikulum negara. Tidak ada larangan untuk 
mendirikan sekolah-sekolah swasta selama mengikuti kurikulum 
negara dan berdiri berdasarkan strategi pendidikan yang di 
dalamnya terealisasi politik dan tujuan pendidikan. Hanya saja 
pendidikan di sekolah itu tidak boleh bercampur baur antara 
laki-laki dengan perempuan baik di kalangan murid maupun 
guru. Juga tidak boleh dikhususkan untuk kelompok, agama, 
mazhab, ras atau warna kulit tertentu. 




Rancangan Undang-undang Dasar 191 



Pasal 177 

Pengajaran hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam 
kehidupannya merupakan kewajiban negara yang harus 
terpenuhi bagi setiap individu, baik laki-laki maupun wanita 
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Negara wajib 
menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Dan 
kesempatan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dibuka seluas 
mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin. 

Pasal 178 

Negara menyediakan perpustakaan, laboratorium dan 
sarana ilmu pengetahuan lainnya, disamping gedung-gedung 
sekolah, universitas untuk memberi kesempatan bagi mereka 
yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang 
pengetahuan, seperti fiqh, ushul fiqh, hadits dan tafsir, termasuk 
di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, penemuan- 
penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di 
tengah-tengah umat sekelompok besar mujtahidin dan para 
penemu. 



Pasal 179 

Tidak dibolehkan hak milik dalam mengarang buku-buku 
pendidikan untuk semua tingkatan. Tidak dibolehkan seseorang 
-baik itu pengarang maupun bukan- memiliki hak cetak dan 
terbit, selama sebuah buku telah dicetak dan diterbitkan. Jika 
masih berbentuk pemikiran yang dimiliki seseorang dan belum 
dicetak atau beredar, maka ia boleh mengambil imbalan karena 
memberikan jasa pada masyarakat, seperti halnya mendapatkan 
gaji dalam mengajar. 




192 Peraturan Hidup Dalam Islam 



POLITIK LUAR NEGERI 

Pasal 180 

Politik adalah pemeliharaan urusan umat di dalam 
maupun luar negeri, dan dilakukan oleh negara bersama umat. 
Negara melaksanakan pengaturan secara praktis, sedangkan 
umat mengoreksi negara dalam pelaksanaannya. 

Pasal 181 

Setiap individu, partai politik, perkumpulan, jamaah 
(organisasi) tidak dibenarkan secara mutlak menjalin hubungan 
dengan negara asing manapun. Hubungan dengan negara asing 
hanya dilakukan oleh negara. Hanya negara yang memiliki hak 
mengatur urusan umat secara praktis. Umat dan kelompok- 
kelompok masyarakat wajib mengoreksi negara terhadap 
pelaksanaan hubungan luar negeri. 

Pasal 182 

Tujuan tidak menghalalkan segala cara. Metoda (thariqah) 
seiring dengan ide (fikrah). Jalan yang haram tidak dapat 
menghantarkan kepada yang wajib, bahkan kepada yang 
mubah sekalipun. Dan sarana-sarana politik tidak boleh 
bertentangan dengan metode politik. 

Pasal 183 

Manuver politik sangat penting dalam politik luar negeri. 
Kekuatannya terletak pada penampakan kegiatan dan 
merahasiakan tujuan. 



Pasal 184 

Keberanian dalam mengungkapkan pelanggaran kriminal 
berbagai negara, menjelaskan bahaya politiknya yang penuh 
kepalsuan, membongkar persekongkolan jahat dan 




Rancangan Undang-undang Dasar 193 



menjatuhkan martabat para pemimpin yang sesat, adalah cara 
yang paling penting dalam menjalankan politik. 

Pasal 185 

Menampilkan keagungan pemikiran Islam dalam 
mengatur urusan-urusan individu, bangsa dan negara, 
merupakan metode politik yang paling penting. 

Pasal 186 

Masalah politik umat adalah, Islam yang ditonjolkan 
dalam sosok negara yang kuat, penerapan hukum-hukumnya 
secara baik serta upaya terus menerus untuk mengemban 
dakwahnya ke seluruh dunia. 

Pasal 187 

Mengemban dakwah Islamiyah merupakan satu 
rangkaian yang tak terpisahkan dengan politik luar negeri, dan 
atas dasar inilah dibangun hubungan dengan negara-negara 
lain. 



Pasal 188 

Hubungan negara dengan negara-negara lain yang ada 
di dunia dijalankan berdasarkan empat kategori: 

Pertama, negara-negara yang ada didunia Islam dianggap 
-seolah-olah-berada dalam satu wilayah negara, sehingga tidak 
masuk kedalam hubungan luar negeri, dan tidak dimasukkan 
dalam politik luar negeri. Negara wajib menyatukan negara- 
negara tersebut kedalam wilayahnya. 

Kedua, negara-negara yang terikat perjanjian dibidang 
ekonomi, perdagangan, bertetangga baik atau perjanjian 
tsaqofah, maka negara-negera tersebut diperlakukan sesuai 
dengan isi teks perjanjian. Warga negaranya dibolehkan 
memasuki negeri-negeri Islam dengan membawa kartu identitas 




1 94 Peraturan Hidup Dalam Islam 



tanpa memerlukan paspor jika hal ini dinyatakan dalam teks 
perjanjian, dengan syarat terdapat perlakuan yang sama. 
Hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara-negera 
tersebut terbatas pada barang dan kondisi tertentu yang amat 
dibutuhkan, serta tidak menyebabkan kuatnya negara yang 
bersangkutan. 

Ketiga, negara-negara yang -antara kita dengan mereka- 
tidak terikat perjanjian, termasuk negara-negara imperialis 
seperti Inggris, Amerika dan Perancis, begitu pula dengan 
negara-negara yang memiliki ambisi pada negeri-negeri Islam 
seperti Rusia; maka secara hukum (muhariban hukman) 
dianggap sebagai negara yang bermusuhan. Negara menempuh 
berbagai tindakan kewaspadaan terhadap mereka dan tidak 
boleh membina hubungan diplomatik. Warga negara-negara 
tersebut dibolehkan memasuki negeri-negeri Islam tetapi harus 
membawa paspor dan visa khusus bagi setiap individu untuk 
setiap kali perjalanan. Kecuali negara-negara tersebut menjadi 
muhariban fi’Ian. 

Keempat, negara-negara yang tengah berperang 
(muhariban f ilan) seperti Israel, maka terhadap negara tersebut 
harus diberlakukan sikap dalam keadaan darurat perang sebagai 
dasar setiap perlakuan dan tindakan, baik terdapat perjanjian 
gencatan senjata atau tidak. Dan seluruh penduduknya dilarang 
memasuki wilayah Islam. 



Pasal 189 

Dilarang keras mengadakan perjanjian militer dan 
sejenisnya, atau yang terikat secara langsung dengan perjanjian 
tersebut, seperti perjanjian politik dan persetujuan penyewaan 
pangkalan serta lapangan terbang. Dibolehkan mengadakan 
perjanjian bertetangga baik, perjanjian dalam bidang ekonomi, 
perdagangan, keuangan, kebudayaan dan gencatan senjata. 




Rancangan Undang-undang Dasar 195 



Pasal 190 

Negara tidak boleh turut serta dalam organisasi yang tidak 
berasaskan Islam atau menerapkan hukum-hukum selain Islam. 
Seperti organisasi internasional PBB, Mahkamamh 
Internasional, IMF; Bank Dunia. Begitu pula dengan organisasi 
regional seperti Liga Arab. 




196 



AKH LAK DALAM 
PANDANGAN ISLAM 



I slam didefinisikan sebagai agama yang diturunkan Allah 
SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengatur 
hubungan manusia dengan Khaliq- nya, dirinya, dan 
dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq - nya 
tercakup dalam akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan 
dirinya tercakup dalam akhlak, makanan/minuman dan pakaian. 
Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya tercakup 
dalam mu’amalat dan uqubat. 

Islam memecahkan problematika hidup manusia secara 
keseluruhan dan memfokuskan perhatiannya pada umat 
manusia secara integral, tidak terbagi-bagi (untuk umat tertentu- 
pent). Islam memecahkan problematika manusia dengan 
metoda yang sama. Peraturan Islam dibangun atas asas ruhi, 
yakni (berdasarkan) akidah. Jadi, aspek kerohanian dijadikan 
sebagai asas peradabannya, asas negara dan asas syariat Islam. 

Syariat Islam telah merinci sistem peraturannya. Ada 
peraturan ibadah, mu’amalat dan uqubat. Akan tetapi syariat 
Islam tidak menjadikan akhlak sebagai bagian khusus yang 



Akhlak Dalam Pandangan Islam 197 



terpisah. Meskipun demikian syariat Islam telah mengatur 
hukum-hukum akhlak berdasarkan suatu anggapan bahwa 
akhlak adalah perintah dan larangan Allah SWT, tanpa melihat 
lagi apakah akhlak mesti diberi perhatian khusus yang dapat 
melebihi hukum-hukum atau ajaran Islam lainnya. Akhlak 
adalah bagian dari rincian hukum-hukum. Bahlan porsinya 
paling sedikit dibandingkan rincian lainnya. Dalam fiqih tidak 
dibuat satu bab pun yang khusus membahas akhlak. Karena 
itu, dalam buku-buku fiqih yang mencakup hukum-hukum 
syara’ tidak ditemukan satu bab khusus dengan sebutan bab 
akhlak. Para fuqaha dan mujtahidin tidak menitikberatkan 
pembahasan dan pengambilan hukum dalam perkara akhlak. 

Akhlak tidak mempengaruhi secara langsung tegaknya 
suatu masyarakat. Masyarakat tegak dengan peraturan- 
peraturan hidup, dan dipengaruhi oleh perasaan-perasaan dan 
pemikiran-pemikiran. Akhlak tidak mempengaruh tegaknya 
suatu masyarakat, baik kebangkitan maupun kejatuhannya. 
Yang mempengaruhinya adalah opini (kesepakatan) umum 
yang lahir dari persepsi tentang hidup. Disamping itu yang 
menggerakkan masyarakat bukanlah akhlak, melainkan 
peraturan-peraturan yang diterapkan di tengah-tengah 
masyarakat itu, pemikiran-pemikiran, dan perasaan yang 
melekat pada masyarakat tersebut. Akhlak sendiri adalah produk 
berbagai pemikiran, perasaan, dan hasil penerapan peraturan. 

Atas dasar inilah, maka tidak doperbolehkan dakwah 
hanya diarahkan pada pembentukan akhlak dalam masyarakat. 
Sebab akhlak merupakan hasil dari pelaksanaan perintah- 
perintah Allah SWT, yang dapat dibentuk dengan cara mengajak 
masyarakat kepada akidah dan melaksanakan Islam secara 
sempurna. Disamping itu, mengajak masyarakat pada akhlak 
semata, dapat memutar balikkan persepsi Islam tentang 
kehidupan dan dapat menjauhkan manusia dari pemahaman 
yang benar tentang hakekat dan bentuk masyarakat. Bahkan 




198 Peraturan Hidup Dalam Islam 



dapat membius manusia dengan hanya mengerjakan 
keutamaan amal-amal yang bersifat individual. Hal ini 
mengakibatkan kellalaian terhadap langkah-langkah yang benar 
menuju kemajuan hidup. 

Dengan demikian sangat berbahaya mengarahkan 
dakwah Islamiyah hanya pada pembentukan akhlak saja. Hal 
itu memunculkan anggapan bahwa dakwah Islam adalah 
dakwah untuk akhlak saja. Cara seperti ini dapat mengaburkan 
gambaran utuh tentang Islam dan menghalangi pemahaman 
manusia terhadap Islam. Lebih dari itu dapat menjauhkan 
masyarakat dari satu-satunya metode dakwah yang dapat 
menghasilkan penerapan Islam, yaitu tegaknya Daulah 
Islamiyah. 

Syariat Islam, pada saat mengatur hubungan manusia 
dengan dirinya, melalui hukum-hukum syariat yang berkaitan 
dengan sifat-sifat akhlak, tentu tidak menjadikan hal itu sebagai 
aturan tersendiri, seperti halnya peraturan tentang ibadah dan 
mu’amalat. Yang dilakukannya tidak lain hanya berusaha 
merealisasikan nilai-nilai tertentu yang diperintahkan oleh Allah 
SWT seperti jujur, amanah, tidak curang, atau dengki. Jadi 
akhlak dapat dibentuk dengan satu cara, yaitu memenuhi 
perintah Allah SWT untuk merealisir akhlak, yaitu budi pekerti 
yang luhur dan kebajikan. Amanah, misalnya, adalah salah satu 
sifat akhlak yang diperintahkan oleh Allah SWT. Maka, harus 
diperhatikan nilai akhlak ini tatkala menjalankan amanat. Inilah 
yang dinamakan dengan akhlak. Sifat-sifat tersebut muncul 
karena hasil perbuatan. Seperti sifat iffah (menjaga diri) adalah 
hasil dari pelaksanaan shalat. Atau, sifat-sifat itu muncul karena 
memang wajib diperhatikan tatkala melaksanakan berbagai 
mu’amalat (transaksi), seperti jujur yang harus ada pada saat 
transaksi jual beli. Meski aktivitas jual beli tidak otomatis 
menghasilkan nilai akhlak. Sebab, nilai tersebut bukan tujuan 
dari transaksi jual beli. Sifat-sifat tersebut muncul sebagai hasil 




Akhlak Dalam Pandangan Islam 199 



dari pelaksanaan amal perbuatan, atau sebagai perkara yang 
selalu harus diperhatikan dan merupakan sifat seorang mukmin 
tatkala ia beribadah kepada Allah SWT maupun tatkala 
menjalankan mu’amalat. Dengan demikian, seorang mukmin 
-dalam contoh tadi- telah menghasilkan nilai rohani dari 
pelaksanaan sholatnya. Dan -pada contoh lainnya- memperoleh 
nilai yang bersifat materi dalam transaksi perdagangannya. Pada 
saat yang bersamaan ia telah memiliki sifat-sifat akhlak. 

Syara’ telah menjelaskan sifat-sifat yang dianggap sebagai 
akhlak yang baik dan sifat-sifat yang dianggap sebagai akhlak 
buruk. Menganjurkan berlaku baik dan melarang berbuat buruk. 
Syara’ mendorong sifat jujur, amanah, manis muka, malu, 
berbakti kepada orang tua, silaturahmi kepada kerabat, 
menolong kesulitan orang lain, mencintai saudara sebagaimana 
mencintai diri sendiri dan contoh lain, yang dianggap sebagai 
dorongan untuk mengikuti perintah Allah. Begitu pula syara’ 
melarang mempunyai sifat-sifat yang bertolak belakang dengan 
sifat-sifat tadi, seperti berdusta, khianat, hasud (dengki), 
melakukan maksiat, dan semisalnya. Sifat-sifat tersebut dan yang 
semisalnya dianggap sebagai larangan, yang telah ditetapkan 
Allah SWT. 

Akhlak adalah bagian dari syariat Islam. Bagian dari 
perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Akhlak 
harus ada serta nampak pada diri setiap muslim, agar sempurna 
seluruh amal perbuatannya dengan Islam, dan sempurna pula 
dalam melaksanakan perintah-perintah Allah. Namun untuk 
merealisasikannya di tengah-tengah masyarakat secara utuh, 
maka tidak ada jalan lain kecuali dengan mewujudkan perasaan- 
perasaan Islami dan pemikiran-pemikiran Islam. Setelah ini 
terwujud di tengah-tengah masyarakat, maka pasti akan 
terbentuk pula dalam diri individu-individu. Untuk merealisirnya 
tidak dilakukan dengan jalan dakwah kepada akhlak, melainkan 




200 Peraturan Hidup Dalam Islam 



dengan metoda mewujudkan perasaan dan pemikiran Islam di 
tengah-tengah masyarakat. 

Sebagai langkah awal, harus dipersiapkan suatu kelompok 
dakwah yang berlandaskan Islam secara keseluruhan, yang 
individu-individunya merupakan bagian dari jama’ah, bukan 
individu yang terpisah. Mereka mengemban dakwah Islam di 
tengah-tengah masyarakat, mewujudkan perasaan dan 
pemikiran Islam. Sehingga seluruh anggota masyarakat akan 
memiliki akhlak, setelah mereka beramai-ramai kembali kepada 
Islam. Perlu digarisbawahi bahwa pemahaman kita dalam 
masalah ini tetap menjadikan akhlak sebagai suatu kebutuhan 
yang sangat penting tatkala memenuhi perintah-perintah Allah 
dan menerapkan Islam. Sekaligus menegaskan betapa 
pentingnya seorang muslim memiliki akhlak yang terpuji. 

Allah SWT telah menerangkan dalam berbagai surat Al- 
Quran tentang sifat-sifat yang wajib dimiliki, serta yang wajib 
diraih oleh manusia. Sifat-sifat tersebut menyangkut masalah- 
masalah akidah, ibadah, mu’amalat dan akhlak. Empat sifat ini 
saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Allah SWT 
berfirman dalam surat Luqman: 






Akhlak Dalam Pandangan Islam 201 











“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika 
ia memberikan pelajarannya: ‘ Hai anakku, janganlah kamu 
mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan 
Allah itu adalah benar-benar kezhaliman yang besar. Dan 
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada 
kedua ibu dan bapaknya; ibunya yang telah mengandungnya 
dalam keadaan lemah yang terus bertambah dan 
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku 
dan kedua orang ibu dan bapakmu. Hanya kepada-Ku-lah 
tempat kembalimu. Dan jika keduanya memaksa kamu untuk 
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada 
pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu mengikuti 
keduanya. Dan pergaulilah keduanya dengan baik, dan 
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian 
hanya kepada-Ku-lah tempat kembalimu. Maka, (kelak akan) 
Kuberitakan kepadamu apa saja yang telah kamu kerjakan. 
(Lugman berkata:) Hai anakku, sesungguhnya tidak ada 




202 Peraturan Hidup Dalam Islam 



(sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada di dalam 
batu atau di langit atau di dalam bumi, pastilah Allah akan 
mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah 
Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah 
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan 
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan 
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, 
sesungguhnya yang demikian itu hal-hal yang diwajibkan 
(oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu 
dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan 
dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak 
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan 
diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan 
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara 
adalah suara keledai. (TQS. Luqman [31]: 13 - 19) 



Allah SWT juga berfirman dalam surat Al-Furqan: 











Lu Igj! 







Akhlak Dalam Pandangan Islam 203 






“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) 
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati 
dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka 
mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. 
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan 
berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: 
“Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, 
Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal ” 




204 Peraturan Hidup Dalam Islam 



Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap 
dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila 
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak 
(pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah 
antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak 
menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak 
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) 
kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang 
siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia 
mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat 
gandakan azab untuknyapada hari kiamat dan dia akan kekal 
dalam azab itu, dalam keadaan terhina, Kecuali orang-orang 
yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka 
itu, kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan, dan 
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan 
orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, 
Maka Sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan 
Taubat yang sebenar-benarnya. Dan orang-orang yang tidak 
memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu 
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan- 
perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan 
menjaga kehormatan dirinya. Dan orang-orang yang apabila 
diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka 
tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan 
buta. Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, 
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan 
kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami 
imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka Itulah orang 
yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam syurga) 
Karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan 
penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya, Mereka 
kekal di dalamnya, syurga itu sebaik-baik tempat menetap 
dan tempat kediaman.” (TQS. Al-Furqan [25]: 63-76) 




Akhlak Dalam Pandangan Islam 205 



Juga Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra : 







206 Peraturan Hidup Dalam Islam 












J* £ 



t 






3*3 ] 3 



0 <-Luj 



9 - ' * * 



G* 4 



r>^> 




J* jJl, Vj JL 



^9 ^ J9* 0 >* £ 



(X 'ij j£« \M 0 HjiU ^r,K- i£ii oj «ai; 



-<r - 






<Ip blfi^j 



i 




“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan 
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik 
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang 
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur 
lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah 
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan 
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada 
mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu 
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan 
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, 
sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu 
kecil”. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam 
hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka 
Sesungguhnya dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang 
bertaubat. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang 




Akhlak Dalam Pandangan Islam 207 



dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang 
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur- 
hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya 
pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan 
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Dan jika 
kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari 
Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada 
mereka Ucapan yang pantas. Dan janganlah kamu jadikan 
tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu 
terlalu mengulurkannya. Karena itu, kamu menjadi tercela 
dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki 
kepada siapa yang dia kehendaki dan menyempitkannya; 
Sesungguhnya dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan 
hamba-hamba-Nya. Dan janganlah kamu membunuh anak- 
anakmu Karena takut kemiskinan, kamilah yang akan 
memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. 
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang 
besar. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya 
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan 
yang buruk. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang 
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu 
(alasan) yang benar dan barangsiapa dibunuh secara zalim, 
Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan kepada 
ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas 
dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang 
mendapat pertolongan. Dan janganlah kamu mendekati harta 
anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) 
sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji 
itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. Dan 
sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan 
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih 
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Dan janganlah 




208 Peraturan Hidup Dalam Islam 



kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai 
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, 
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta 
pertanggungan jawabnya. Dan janganlah kamu berjalan di 
muka bumi Ini dengan sombong, Karena Sesungguhnya 
kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali- 
kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (TQS. Al- 

Isra [17]: 23-37) 

Ayat-ayat dalam ketiga surat di atas masing-masing 
merupakan satu kesatuan yang sempurna dengan menonjolkan 
sifat-sifat yang beraneka ragam, menggambarkan identitas 
muslim, dan menjelaskan kepribadian Islam yang pada 
hakekatnya berbeda dengan umat yang lain. Yang menarik 
perhatian pada sifat-sifat tersebut, bahwa ia berupa perintah- 
perintah dan larangan Allah. Sebagian merupakan hukum- 
hukum yang berkaitan dengan akidah. Sebagian lainnya 
berkaitan dengan ibadah, mu’amalat dan akhlak. Dapat 
diperhatikan pula, bahwa ia tidak terbatas hanya pada sifat- 
sifat akhlak, tapi mencakup juga akidah, ibadah, mu’amalat 
disamping akhlak. Inilah sifat-sifat yang dapat membentuk 
kepribadian Islam. Membatasi pengambilan hukum hanya pada 
akhlak, berarti meniadakan terbentuknya manusia yang 
sempurna dan berkepribadian yang Islami. Untuk mencapai 
tujuan akhlak, maka hendaklah didasarkan atas landasan/asas 
ruhi, yakni akidah Islamiyah. Dan sifat-sifat akhlak harus 
berlandaskan akidah semata. Karena itu, seorang muslim tidak 
akan memiliki sifat jujur hanya semata-mata kejujuran saja, 
tetapi karena Allah memerintahkan demikian; meskipun ia 
mempertimbangkan realisasi nilai akhlaknya tatkala ia berlaku 
jujur. Dengan demikian akhlak tidak semata-mata wajib dimiliki 
karena diperlukan oleh manusia, akan tetapi ia merupakan 
perintah Allah. 




Akhlak Dalam Pandangan Islam 209 



Berdasarkan hal ini, seorang muslim harus mempunyai 
akhlak dengan segala sifat-sifatnya dan melakukannya dengan 
penuh ketaatan dan kepasrahan. Sebab, hal ini berhubungan 
dengan taqwa kepada Allah SWT. Akhlak kadangkala muncul 
sebagai hasil ibadah, sesuai dengan firman Allah SWT: 




“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan 
mungkar” (TQS. Al-Ankabut [29]: 45) 



Wajib pula dipelihara dalam pelaksanaan (berbagai 
transaksi) mu’amalat , karena agama itu adalah mu’amalat 
(berhubungan dengan masyarakat). Disamping itu, akhlak 
merupakan sekumpulan perintah Allah dan larangan-larangan- 
Nya. Karena itu, akhlak pasti mengokohkan diri setiap muslim 
dan menjadikannya sebagai suatu sifat yang lazim (harus ada). 

Berdasarkan keterangan di atas, maka disatukannya 
akhlak dengan seluruh peraturan hidup -disamping merupakan 
sifat-sifat yang bebas/berdiri sendiri- akan menjadi jaminan 
pembentukan pribadi setiap muslim (agar menyiapkan diri) 
dengan cara yang layak. Memiliki sifat-sifat akhlak merupakan 
pemenuhan terhadap perintah Allah atau menjauhi larangan- 
Nya, bukan karena akhlak ini membawa manfaat atau madlarat 
dalam kehidupan. Inilah yang menjadikan seorang muslim 
mempunyai sifat akhlak yang baik secara terus menerus dan 
konsisten, selama ia berusaha melaksanakan Islam, dan selama 
ia tidak mengikuti/ memperhatikan aspek manfaat. Akhlak tidak 
ditujukan semata-mata demi kemanfaatan. Bahkan manfaat itu 
harus dijauhkan. Sebab tujuan akhlak adalah menghasilkan nilai 
akhlak saja, bukan nilai materi, nilai kemanusiaan, atau nilai 
kerohanian. Selain itu nilai-nilai tersebut tidak boleh dicampur 
adukkan dengan akhlak, agar tidak terjadi kebimbangan dalam 




210 Peraturan Hidup Dalam Islam 



memiliki akhlak beserta sifat-sifatnya. Perlu diingat di sini, bahwa 
nilai materi harus dijauhkan dari akhlak dan dijauhkan pula 
dari pelaksanaan akhlak yang hanya mencari kemanfaatan/ 
keuntungan. Hal ini justru sangat membahayakan akhlak. 

Walhasil akhlak tidak dapat dijadikan dasar bagi 
terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak adalah salah satu dasar 
bagi pembentukan kepribadian individu. Masyarakat tidak dapat 
diperbaiki dengan akhlak, melainkan dengan dibentuknya 
pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta 
diterapkannya peraturan Islam di tengah-tengah masyarakat itu. 
Memang benar, akhlak merupakan salah satu dasar bagi 
pembentukan kepribadian individu, tetapi itupun bukan satu- 
satunya. Malah tidak boleh dibiarkan sendiri, harus digabung 
dengan akidah, ibadah, dan mu’amalat. Atas dasar hal ini maka 
seseorang tidak tidak dianggap memiliki akhlak yang baik 
sementara akidahnya bukan akidah Islam. Sebab ia masih kafir, 
dan tidak ada dosa yang lebih besar dari pada kekafiran. 
Demikian pula seorang muslim tidak dianggap memiliki akhlak 
yang sementara ia tidak melaksanakan ibadah atau tidak 
menjalankan mu’amalat sesuai dengan hukum syara’. Dengan 
demikian sudah menjadi keharusan dalam meluruskan tingkah 
laku individu dengan membentuk dan memelihara akidah, 
ibadah, mu’amalat, dan akhlak secara bersamaan. Syara’ tidak 
membolehkan menitikberatkan hanya semata-mata akhlak dan 
meninggalkan sifat-sifat lainnya. Bahkan tidak boleh 
memfokuskan sesuatu sebelum mantap akidahnya. Pemikiran 
mendasar di dalam akhlak adalah bahwasanya akhlak harus 
disandarkan kepada akidah Islamiyah. Setiap mukmin 
handaknya mempunyai sifat akhlak tidak lain sebagai perintah 
dan larangan Allah SWT.